Petambak Udang Windu Harapkan Permodalan

Jumat 05-02-2016,08:45 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

SRAGI – Aktivitas budidaya udang windu di Desa Bandaragung Kecamatan Sragi kian hari kian melesu. Selain mengalami penurunan omset penjualan, budidaya udang secara tradisional ini juga tak maksimal dalam produksi. Penyebabnya, antara lain lantaran sarana dan prasarana budidaya yang masih sederhana. Yang paling parah para pembudidaya tersandra dengan hutang piutang permodalan dengan para tengkulak. Hal ini yang mengakibatkan harga tawar hasil produksi udang windu anjlok. Aharudin (50) anggota Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Minajaya berharap ada bantuan permodalan dalam pengembangan udang windu diwilayah setempat. Modal yang diberikan yakni dengan bunga lunak yang tidak membebankan para pembudidaya. Dengan begitu, mereka dapat keluar dari belenggu para tengkulak. “Kalau saja ada bantuan modal, tidak susah begini,” ujarnya mengeluh. Menurut dia, pinjaman modal dari para tengkulak membuat posisi yang dilematis. Disatu disisi para pembudidaya membutuhkan modal. Sedangkan disisi lain harga penawaran hasil produksi tak bisa maksimal. Menurut dia, hasil produksi dari 2 hektar lahan tambak yang mampu menampung 40ribu bibit udang akan mendapatkan udang windu 25ribu ekor siap jual. Setiap kilogram harga normal bisa mencapai Rp 125 ribu perkilogram. Namun jika terikat permodalan dengan para tengkulak harga turun menjadi Rp 95ribu. “Itu juga masih dilihat kualitas barangnya. Kalau jelek masih turun lagi harganya,” ungkap dia. Senada dikatakan Agus (35) pembudidaya tradisional Pokdakan Bina Lestari Dusun Umbul Tengah. Saat ini dia tengah melakukan pembudidayaan udang windu dan ikan Bandeng dilahan seluas 2 hektar. Dalam proses pembudidayaan itu ia mengaku kesulitan mendapatkan bibit kualitas baik. Tetapi Selalu kesulitan mendapatkan bibit kualitas baik. “Sedangkan bibit yang diperoleh dari pihak pembina mutunya jelek. Perkembangbiakan udang windu saya kecil-kecil. Seharusnya, perkilonya hanya 30 ekor tapi sekarangmenjadi 150 ekor perkilonya,” kata dia. Selama ini, sambung Agus, ia terpaksa melakukan pembudidayaan karena keterikatannya kepada pemberi modal. “Mau bagaimana. Saya hanya bisa berharap pemerintah bisa memeperhatikan keluhan kami,” ungkap Agus. (CW2)

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler