Jabarkan Peta Lahan dan Data Kavling eks Perkebunan
Selasa 12-02-2019,09:08 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi
Warga Ajukan Dua Permohonan ke BPN sejak 2016
KALIANDA – Warga Desa Tanjungsari, Kecamatan Natar, yang berada dalam polemik sengketa kepemilikan tanah eks N.V Prayadipa yang kini dibangun Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) masih terus berjuang.
Beberapa cara alternatif ditempuh warga. Mulai dari menggandeng lawyer, ikuti persidangan hingga pasang badan alias berjuang sendirian demi mendapatkan hak yang diyakini masyarakat.
Belakangan muncul beberapa yang dipaparkan oleh Anggota DPRD Lamsel asal Natar, Imam Subkhi. Dari keterangannya disimpulkan ada dua poin yang diajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“ Poin pertama warga meminta BPN menngeluarkan peta lahan atau ploting tanah Hak Guna Usaha (HGU) eks N.V Prayadipa seluas 400 hektar,” beber Imam kepada Radar Lamsel,Senin (11/2)
Poin kedua dari satu buntel lampiran yang dilayangkan ke BPN tiga tahun silam yakni meminta nama-nama dan nomor kavling yang terdaftar dalam peta atau ploting bidang tanah tersebut.
“ Akan tetapi pada kenyataannya yang diterbitkan oleh BPN bukan warga yang sudah puluhan tahun menggaduh lahan eks perkebunan karet itu. Melainkan kolega-kolega dari pada hak kuasa yang ditugaskan mengurus sertifikat. Hal inilah yang justru menyulut konflik dan belum tuntas hingga saat ini,” ungkapnya.
Pengajuan permohonan ke BPN Lamsel itu juga dibenarkan oleh satu dari ratusan warga Tanjungsari Suyanto (40). Ia mengamini pengajuan ke BPN Lamsel itu dilakukan pada 14 November 2016.
“ Dua poin itu agar kiranya menjadi dasar hukum kami untuk menyelesaikan segala permasalahan yang timbul diwilayah kami. Agar tetap menjaga kondusifitas utamanya di Dusun VI Reformasi, Desa Tanjungsari,” terangnya.
Dilain sisi, warga yang berjuang tanpa bantuan lawyer masih berharap ada perhatian dari pemerintah pusat. Sebab kepercayaan mereka dengan Pemerintah Daerah mulai tergerus lantaran tak daerah banyak membantu dalam menuntaskan permasalahan ini.
“ Kami sempat memakai lawyer tapi menggunakan jasa tersebut perlu kocek yang tidak murah. Karena itu kami putuskan berjuang sendirian, upaya-upaya mengajukan tanya ke BPN sudah kami lakukan meski jawabannya belum membuahkan hasil,” ucap Awaludin (40) warga Tanjungsari.
Satu dari ratusan KK yang merasa hak nya direnggut mengatakan pihaknya rutin membayar pajak ke BPPRD Lamsel dan punya pegangan sporadik. Artinya kata dia legalitas kepemilikan tanah sudah jelas lantaran Pemkab pun mengaku dan menerima pajak yang disetor oleh warga.
“Aturan Agraria tahun 2016 itu memang hak kita apalagi UU no 2 tahun 2012 presiden dan DPR RI mengatur bahwa itu sah milik kita. Kita punya sporadik dan membayar pajak ke Dispenda (BPPRD ‘red), tapi ya tidak ada timbal baliknya,” tandasnya. (ver)
Tags :
Kategori :