Pendamping PKH dan Aparat Desa Juga Diancam UU Fakir Miskin

Rabu 06-03-2019,09:39 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

KALIANDA – Selain warga mampu yang masih menerima PKH, ternyata Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin juga bisa mengancam aparat desa dan pendamping PKH. Ancaman ini bisa diterapkan apabila aparat desa dan pendamping benar-benar terlibat dalam pemalsuan verifikasi dan validasi data penerima bantuan PKH.           Kepala Dinas Sosial Lampung Selatan, Dul Kahar, A.P.,M.Si menjelaskan, setiap orang yang terlibat pemasuan data verifikasi dan validasi bisa dipidana penjara paling lama 2 tahun dengan denda Rp50 juta. Bunyi yang terdapat di Pasal 42 itu juga diperkuat dengan keterangan yang tercantum dalam Undang-Undang Kependudukan.           “Pendamping dan aparat desa bisa kena ancaman jika terbukti memalsukan data. Atau sengaja memasukkan data warga yang mampu ke warga miskin agar menjadi penerima manfaat dana PKH,” kata Dul Kahar saat dikonfirmasi Radar Lamsel, Selasa (5/3) kemarin.           Atas dasar UU Fakir Miskin itu, mantan Camat Natar ini meminta pendamping dan aparat desa untuk tidak main-main dalam melakukan pendataan. Apalagi, kata Dul Kahar, sampai memanipulasi data karena penerima PKH merupakan saudara dari pendamping atau pun aparat desa setempat.           “Karena siapa pun yang terlibat bisa dikenakan ancaman. Apalagi aparat desa, karena penerima sudah masuk dalam musyawarah yang diketahui oleh pemerintah desa. Dalam UU sudah jelas untuk fakir miskin,” katanya. Diberitakan sebelumnya, Dinas Sosial Kabupaten Lampung Selatan masih memberi kesempatan kepada warga mampu yang masih menjadi penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) untuk segera exit atau keluar dari status penerima. Dalam hal ini, Dinsos mengimbau agar warga sadar dan keluar dengan sendirinya sebelum dikeluarkan secara paksa.           Jika imbauan tersebut tak diindahkan, maka dinas yang menaungi masalah kebijakan di bidang sosial akan mengancam warga mampu dengan Undang-undang nomor 13 tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin. Dalam UU ini, penanganan fakir miskin adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah dalam bentuk kebijakan program.           Di dalam undang-undang itu pada Pasal 42 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang memalsukan data verifikasi dan validasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), dipidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,-.           “Bisa dituntut dengan (undang-undang) itu. Jadi, warga mampu yang masih menerima bantuan ini akan kami ancam dengan undang-undang yang berlaku,” katanya.           Dul Kahar mengatakan selain ancaman undang-undang, pihaknya juga akan memaksa warga mampu untuk keluar dari penerima manfaat melalui serangan psikologis. Yaitu dengan menandai rumah warga mampu dengan tulisan “warga miskin” yang dicat di bagian pintu rumah.           “Lebih baik keluar sekarang, sebelum rumahnya kami cat dengan tulisan warga miskin. Kalau tidak percaya, kami akan mulai mengecat rumah penerima PKH yang mampu usai musrenbang,” katanya.           Lebih jauh, mantan Camat Bakauheni ini menjelaskan sejatinya penerima manfaat program PKH di Lampung Selatan rata-rata tepat sasaran. Dari 57.000 penerima, sekitar 7.000 diantaranya yang tidak tepat sasaran. Jika melihat persentase di lapangan dan survei yang telah dilakukan, maka tiap desa hanya memiliki 10 persen penerima yang tak tepat sasaran. “Itu dari jumlah desa yang kita survei. Tahun 2018 yang exit hampir 400 orang. Kalau tahun ini masih kami data dan masih berjalan, tapi target di atas 1.000 orang,” katanya. (rnd)

Tags :
Kategori :

Terkait