Warga Laporkan Dugaan Kecurangan Panitia Pilkades

Rabu 24-04-2019,09:45 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

Kades: Panitia Mencoba Tegas dan Transparan

KALIANDA – Aroma kecurangan dalam kontestasi Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) terendus warga. Panitia Pilkades Karangsari, Kecamatan Jati Agung diduga melakukan pungli dan kecurangan saat penerimaan berkas bakal calon kades di desa setempat. Itu terkuak ketika Saidah warga Desa Karangsari yang semula berniat mencalonkan diri sebagai Cakades, melaporkan tindakan kecurangan itu di Pos Bakum Pengadilan Negeri Kalianda, Selasa (24/4) kemarin.           Saidah mengatakan tindakan pungli dan kecurangan panitia pilkades Karang Sari diketahui saat ia mendaftar sebagai bakal calon kades di desa setempat. Saat itu, Saidah mendaftar pada tanggal 8 April 2019 karena baru tahu jika ada pembukaan pendaftaran calon kepala desa.           Ketika meminta berkas dan persyaratan dengan panitia, Saidah diminta membayar uang muka sebesar Rp3 juta kepada panitia. Saidah pun percaya dan menyetujui pembayaran tersebut atas dasar pengumuman dari panitia. Radar Lamsel menerima surat pengumuman tersebut, dalam poin ke tiga disebutkan bagi pendaftar diminta untuk menyetorkan dana awal untuk pelaksanaan pilkades sebesar Rp3 juta. Dana ini tidak dapat diminta kembali apabila bakal calon kepala desa mengundurkan diri dari pencalonan kades. “Saya minta sama suami. Setelah ditransfer, saya langsung kasih ke panitia uangnya. Terus saya dikasih formulir,” kata Saidah kepada Radar Lamsel. Esok harinya, Saidah berniat mengajukan surat pengantar kepada kecamatan, polsek, dan koramil. Tapi, surat-surat tersebut tak bisa diterima oleh pihak-pihak yang disebtukan karena tak memiliki tanda tangan Romsi, selaku kepala desa Karang Sari. Saidah pun berniat mengejar tanda tangan Romsi, tapi sayang yang bersangkutan tidak bisa ditemui. “Di rumah juga enggak ada. Saya tanya camat, kata camat kadesnya lagi pulang kampung. Otomatis saya tidak bisa jalan karena tidak ada tanda tangan. Tapi saya maksa sekdes untuk menyatakan bahwa kepala desa saat itu tidak ada di tempat. Dari situ saya merasa kok dipersulit, berarti kan ada permainan,” katanya. Selain dua hal tersebut, panitia pilkades Karang Sari diduga melakukan kecurangan lain. Panitia dianggap tidak memberikan informasi yang benar kepada Saidah, dan Musidik, selaku calon kades lainnya. Jika memang berkas belum lengkap, panitia berhak memberikan waktu kepada calon untuk melengkapi berkas sampai tanggal 15 April. Namun panitia tak memberikan kesempatan. Saidah mengatakan bahwa panitia menutup waktu pendaftaran sampai pukul 16.00 pada tanggal 10 April. Jiak melihat peraturan, seharusnya waktu pendaftaran masih bisa karena penutupan berakhir tepat pada pukul 00.00 WIB, 11 April. Di sini, Saidah melihat kejanggalan. Pada waktu yang sama, Meri Dianti, istri Romsi ikut melakukan pendaftaran. Panitia pun menerima berkas pendaftaran yang diajukan oleh Meri Dianto sebagai bakal calon kepala desa. “Saya dan Musidik, tidak lolos karena panitia bilang sudah tutup. Artinya calon kades hanya dua, dia sama istrinya. Padahal sebelum pukul 16.00 tanggal 10, calon hanya satu, petahana. Setelah maghrib, calon jadi dua, dia sama istrinya. Saya tanya sama panitia, kok bisa. Padahal itu udah lewat waktunya. Tapi panitia bilang pukul 15.00 istrinya sudah nyalon,” katanya. Di sisi lain, Musidik, juga mengatakan hal senada. Musidik mengatakan perlakukan yang diterima oleh Saidah tak jauh berbeda dengannya. Musidik mengatakan bahwa dirinya juga dipersulit oleh panitia ketika hendak mencalon sebagai kades. “Hampir sama, saya juga dimintai uang waktu pendaftaran. Tapi sepertinya sengaja dihambat,” ucapnya. Nitaria Angkasa, S.H selaku pengacara Saidah, mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pembelaan terhadap kliennya melalui upaya hukum. Dan mengajukan gugatan kepada pemerintah terkait panitia pilkades di Karang Sari. “Mereka kan di bawah naungan pemerintah, jadi akan kita gugat,” katanya. Karena diduga ada pidana, Nitaria mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan laporan kepada pihak berwajib. Laporan tersebut akan diserahkan pada Rabu atau Kamis mendatang. “Kami berharap pihak berwenang bisa menjembatani, jangan sampai hak demokrasi dibatasi. Karena pencalonan itu hak warga negara Indonesia,” katanya. Ketika dimintai keterangan soal masalah permintaan uang dan pemotongan waktu pendaftaran pilkades Karang Sari, Kabag OTDA Kabupaten Lampung Selatan, Setiwansyah, mengatakan jika mengacu ke peraturan yang ada, seluruh pelaksanaan pilkades dibiayai oleh APBDes sesuai keuangan daerah. “Kalau pun ada (permintaan dana), tanyakan itu untuk apa. Karena semua sudah dianggarkan. Bahkan sampai pelantikan,” katanya. Ihwal pemotongan waktu pendaftaran sampai pukul 16.00 WIB, Setiawan mengatakan penutupan pendaftaran bisa dilakukan sebelum 11 April. Artinya, pendaftaran bisa dilakukan meski pada pukul 23.30 WIB. “Bisalah sampai malam. Berdasarkan aturan, ya ya ya,” katanya. Kepala Desa Karang Sari, Romsi, mengakui jika saat Saidah meminta tanda tangan surat pernyataan dia sedang pulang kampung. “Lagi pulang kampung,” katanya. Namun, Romsi menampik jika panitia pilkades tak transparan. Komsi mengatakan bahwa panitia pilkades sudah membuatkan tempat pendaftaran dan sekretariat pilkades. Komsi menegaskan bahwa itu bukti jika panitia transparan. Soal permintaan uang kepada calon kades, Komsi mengatakan itu sebagai pengikat. “Agar sungguh-sungguh, bukan buat pribadi atau mau dimakan Desa lain juga ada,silakan cek,” katanya. Soal penutupan waktu sampai pukul 16.00 WIB, Komsi mengatakan bahwa Saidah minta diperpanjang waktu. “Berkasnya belum lengkap, tanggal 12 baru lengkap. Tidak ada persulit, itu tidak ada,” katanya. Radar Lamsel mencoba mengonfirmasi masalah tersebut kepada Ketua Panitia Pilkades Karang Sari, Yusuf Andrian. Namun sayang, yang bersangkutan tak menjawab panggilan telepon. Begitu juga dengan Camat Jati Agung, Kartika Ayu,  yang ikut-ikutan tak menjawab telepon dari Radar Lamsel. (rnd)
Tags :
Kategori :

Terkait