Poktan Desa Banjarmasin Bisa Wujudkan Produk Sayuran Prima 3

Kamis 02-05-2019,09:23 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

PENENGAHAN – Kelompok tani (poktan) di Kecamatan Penengahan terus dibina agar menghasilkan produk murni organik. Kelak, produk yang dihasilkan petani dari desa ini bisa dijual ke pasar besar. Caranya dengan menyusun dan mencatat dokumen sistem mutu (doksistu) pengelolaan ramah lingkungan komoditi sayuran jenis cabai dan bawang merah.           Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) Provinsi Lampung, melalui Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Kecamatan Penengahan melakukan penyusunan doksistu terhadap kelompok tani di Banjarmasin. Tujuannya, agar poktan di desa ini bisa menghasilkan komoditi bersertifikat prima. Seperti diketahui, sertifikat prima adalah proses pemberian sertifikat sistem budidaya produk yang dihasilkan setelah melalui pemeriksaan, pengujian, dan pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk mendapatkan label produk Prima Satu (P-1), Prima Dua (P-2), dan Prima Tiga (P-3). Tujuan dari pelaksanaan sertifikasi prima tersebut adalah memberikan jaminan mutu, keamanan pangan, memberikan jaminan dan perlindungan masyarakat atau konsumen. Kemudian mempermudah penelusuran kembali dari kemungkin penyimpangan mutu dan keamanan produk, dan meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk. “P-1 itu ramah lingkungan, P-2 juga ramah lingkungan, tapi tak 100 persen organik. Dan P-3, ini murni organik,” kata Petugas POPT Kecamatan Penengahan, Syafruddin kepada Radar Lamsel, Selasa (30/4) lalu). Jika memilih P-3, poktan di Desa Banjarmasin harus melalui proses sertifikasi. Menurut Syafruddin, hal itu bisa diwujudkan karena poktan di desa ini sudah menjalankan tahapan P-1 dan P-2. Saat ini, kendala yang dihadapi untuk meraih P-3 karena faktor lingkungan, dan sumber air belum memenuhi syarat. Mata air di desa ini turun dari gunung. Untuk ke pemukiman dan ke wilayah pertanian atau perkebunan, aliran air melewati limbah-limbah rumah tangga. Hal inilah yang menjadi alasan kenapa sumber air dianggap belum memenuhi syarat. Untuk meyakinkan kualitasnya, aliran dari mata air itu masih perlu diuji untuk memastikan residu yang dihasilkan dari sampah rumah tangga. “Kalau residu tinggi tidak bisa prima 3, jika di bawah 0,7 persen masih bisa. Tapi bisa diupayakan petani, caranya seleksi lahan. Karena banyak lahan pertanian sayuran di Banjarmasin,” katanya. Lahan yang sudah fix atau dipilih akan di registrasi. Sesudah ini, tahapan selanjutnya adalah memenuhi persyaratan dengan melakukan pencatatan untuk mengetahui kualitas komoditinya. Syafruddin mengatakan pencatatan diperlukan sebagai history agar bisa menampik tutuduhan konsumen di pasar besar. “Untuk mengetahui sejarah yang membuktikan kualitas sayuran yang dijual. Organik ini modal kejujuran. Misalnya ada konsumen yang menuduh produk kita jelek, maka kita bisa buktikan di lab. Itulah pentingnya pencatatan hasil mutu. Untuk memutus layak atau tidak P-3, itu tugas ketahanan pangan provinsi. Mereka turun cek lapangan, kalau sesuai kita jalankan secara penuh,” katanya. Ketua Poktan Bina Mandiri Sejahtera, Abdul Manaf, mengaku setuju dengan program doksistu yang mengutamakan produk murni organik. Menurut Abdul, sudah saatnya petani dan masyarakat sadar akan bahaya kimia yang sudah terlampau tinggi. “Kami setuju, karena kesadaran masyarakat akan pengurangan kimia sudah tinggi. Makanya kami mendukung dan setuju dengan program ini, lagi pula ini akan sangat menguntungkan karena produk bisa dijual di pasar besar,” katanya. Kabid Hortikultura DPTPH Lamsel, Des Rahyumi, mendukung penuh program dari Bidang P2HP Provinsi Lampung tersebut. Pria yang akrab disapa Des ini, mengakui jika program itu memiliki tujuan yang baik demi meningkatkan pengetahuan petani tentang budidaya sayur organik. “Tentu saja kita dukung. Pengetahuan petani tentang budidaya organik yang output-nya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani,” katanya. (rnd)

Tags :
Kategori :

Terkait