Konsumen Duga PLN Main Tembak, PLN; Kami Pakai Metode Baca

Selasa 25-06-2019,08:59 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

PENENGAHAN – Konsumen PT. PLN di kecamatan Penengahan memprotes perbedaan angka meteran dengan struk pembayaran. Awal mulanya, Dewi Aprilia, selaku pemilik mengetahui perbedaan tersebut ketika membayar tagihan listrik. Dewi mengatakan bahwa lampu di kandang ayamnya itu tak pernah dinyalakan selama 2 bulan. Selama itu pula meteran di kandangnya itu tak berjalan. Tetapi saat melakukan pembayaran, Dewi kaget karena angka meteran dan di struk pembayaran berbeda.           “Kalau tidak menyala, dan meterang enggak jalan, artinya bayarnya sama. Seharusnya begitu,” katanya kepada Radar Lamsel, Senin (24/6) kemarin. Syafruddin, suami Dewi, juga mengamini perbedaan angka di meteran dan struk. Menurut dia, jika lampu tak dinyalakan dan meteran tak berjalan, seharusnya pembayaran di struk tetap sama. Paling tidak, lanjut dia, jika tak dipakai konsumen hanya dikenakan untuk membayar denda sebesar Rp50 ribu. Tetapi, Syafruddin mengaku penasaran dengan perbedaan angka tersebut dengan menanaykan langsung kepada pihak PT. PLN Ranting Kalianda. “Saya tanya, angka 814 itu dari mana. Tapi pihak PLN bilang kalau angka itu didapat dari pemakaian rata-rata kandang saya per bulannya sebesar Rp144 ribu. Sedangkan, angka pemakaian tidak tertera di meteran. Berarti PLN selama ini mengira-ngira atau main tembak saja,” katanya. Sebagai pemilik kandang, Syafruddin tentu memahami betul berapa biaya listrik yang harus dikeluarkan selama satu bulan. Syafruddin mengatakan bahwa Ia harus mengeluarkan kocek sebesar Rp200 ribu per bulan, dengan syarat pemakaian. Sedangkan, lanjut dia, PLN mengatakan bahwa pemakaian rata-rata di kandang milik Syafruddin menelan biaya sebesar Rp144 per bulan. Dari sini, Syafruddin menduga pihak PLN telah memainkan angka dengan tidak jujur. “Sekitar Rp200 ribuan, itu kalau dipakai. Tapi mereka (PLN) mengklaim pemakaian rata-rata Rp144 ribuan per bulan. Kalau mau tepat, ya harusnya jangan dirata-rata dong, pembayaran harus sesuai dengan pemakaian,” katanya. Sampai Senin (24/6) kemarin, Syafruddin belum tahu pasti apakah masalah perbedaan itu akan dibenahi atau tidak. Syafruddin mengatakan bahwa pihak PLN hanya meminta dirinya untuk memakai meteran. Jika meteran sudah menyentuh angka 814, maka Syafruddin tak perlu membayar lagi. Sejatinya, Syafruddin tak pernah mempersoalkan masalah biaya, Ia hanya ingin tahu alasan PLN yang membedakan angka meteran dengan struk pembayaran. “Tapi masalahnya bukan itu, ini masalah PLN yang menurut saya tidak profesional. Masa PLN main kira-kira. Tapi kalau benar begitu, pertanyaannya sudah berapa meteran yang di kira-kira. Mungkin bahasa kerennya mereka (PLN) seperti tak memakai SOP,” katanya.           Dikonfirmasi mengenai masalah itu, Kepala PT. PLN Ranting Kalianda, Bennie Adenata, membantah jika ada main tembak dalam perbedaan meteran dan pembayaran di struk. Bennie menjelaskan bahwa PLN sudah menggunakan metode periode baca yang dilakukan selama dua bulan sekali. “Kita ada periode baca, misal sekarang Juni, kita baca. Bulan Juli, kita kira-kira. Kita proyeksi pemakaiannya berapa. Nah, Agustus kita baca lagi. Sekarang metodenya seperti itu,” katanya. Jika ada masyarakat yang ingin mengetahui mekanisme periode baca tersebut, Bennie secara terbuka mengundang konsumen untuk menanyakan langsung kepada pihaknya. “Silakan ke kantor, nanti pegawai kita akan menjelaskan,” katanya. (rnd)

Tags :
Kategori :

Terkait