KALIANDA – Operasional batching plant milik PT. Radja Mandala Infra Sarana (RMIS) yang beroperasi di Desa Way Galih Kecamatan Tanjungbintang terancam ditutup. Ancaman penutupan dipicu lantaran perusahaan ready mix itu tak punya dokumen perizinan alias illegal. Tiga kali teguran ternyata belum membuat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPPTSP) Lamsel mengambil langkah penutupan paksa. Perizinan berdalih Radjamix sudah bersiap meninggalkan lokasi. Akan tetapi lantaran masih ada pengecoran proyek rumah sakit yang belum selesai, batching plant bodong itu belum juga menghentikan operasionalnya. Pelanggaran tersebut lantas menyulut protes dari Ikatan Kemuakhian Masyarakat (IKAM) Lampung Selatan yang diketuai Ruli Hadi Putra. Sekitar duapuluhan orang, dikendalikan untuk mendatangi DPMPPTSP Lamsel. Mereka menuntut dinas perizininan segera menyetop operasional batching plant. “ DPMPPTSP sudah mengeluarkan surat teguran sebanyak tiga kali. Artinya DPMPPTSP tahu itu melanggar, lalu kenapa sampai saat ini belum juga ditutup,” kata orator IKAM Lamsel Dimas Ronggo Panuntun. Calon politikus yang sempat merasakan sengitnya Pileg DPRD kabupaten ini menilai batching plant di Way Galih itu melanggar pasal 69 peraturan perundang-undangan nomor 26 tahun 2007 tentang tindakan merugikan. Bila diteliti ada tiga ayat termaktub, pertama; Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Kedua, jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Di pasal ketiga, tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Orator asal Kecamatan Candipuro itu mengungkap operasional Radjamix itu sudah berjalan selama satu tahun tanpa izin. Mereka mendesak agar DPMPPTSP secepatnya melakukan penutupan paksa karena dianggap telah menyebabkan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD). “ Tutup dan dibongkar, kalau masih belum dilakukan oleh perizinan maka kami akan kembali lagi dengan massa yang lebih banyak,” ujarnya. Massa yang dijaga aparat kepolisian gagal menemui pejabat DPMPPTSP Lamsel. Mereka lalu memtuskan membubarkan diri pukul 12.00 WIB. Ancaman bakal menggelar aksi lanjutan apabila belum ada penutupan terhadap batching plant pun digaungkan. Kepala DPMPPTSP Lamsel Martoni Sani mengamini PT. Radja Mandala Infra Sarana tidak memiliki dokumen perizinan. DPMPPTSP juga sudah melayangkan teguran sebanyak tiga kali. “ Sebetulnya perusahaan sudah siap-siap meninggalkan lokasi tetapi karena masih ada pekerjaan pengecoran rumah sakit mereka belum meninggalkan lokasi. Aksi massa inilah yang nantinya bakal menguatkan kami untuk melakukan penutupan secepatnya,” tandasnya. Tak hanya sekali Lamsel kecolongan perizinan, medio April tahun 2018 silam, sekitar 60 kepala keluarga (KK) di Dusun Sukanegara, Desa Sumberagung, Kecamatan Waysulan memprotes keberadaan batching plant milik PT. Remaja Usaha Mandiri (RMU) yang beroperasi tanpa izin. Kala itu kekesalan warga dipicu debu dan suara bising yang dihasilkan oleh perusahaan produksi readymix. Tidak adanya izin pun terungkap usai Camat Way Sulan waktu itu dijabat Tri Mujianto mengecek dokumen perizinan di Pemkab Lamsel. Dari sana, Tri Mujianto menerangkan, bahwa subkontraktor JTTS itu belum mengantongi izin. Sementara operasionalnya sudah berjalan berbulan-bulan tanpa izin lengkap. (ver)
Tutup, Jangan Tawar-menawar!
Rabu 03-07-2019,08:53 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :