Cita-cita semasa kecil acap berubah ketika beranjak dewasa. Saat dewasa tak sedikit orang menunda atau bahkan melupakan cita-cita masa kecilnya. Namun tidak dengan Irma Dewi Melinda (26), cita-citanya menjadi seorang penulis terus dipupuk. Millenial Kalianda itu sudah punya beberapa novel karangan sendiri. Lalu seperti apa ia mengikat pemikirannya melalui tulisan? Berikut kisah inspiratifnya. Laporan VERI DIAL ARYATAMA, KALIANDA Karyanya belum se-kaya penulis ternama tanah air. Namun kegemaran menulisnya patut diacungi jempol. Di usia ke 26 tahun, Irma Dewi Melinda sudah menulis tiga buah buku. Satu kumpulan puisi, serta dua novel bergenre romance. Ia juga banyak andil sebagai kontributor beberapa karya lokal yang ada di Lampung. Tak banyak yang tahu, bahwa Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, punya talenta seperti Irma. Warga Desa Palembapang itu gemar menulis sejak duduk dibangku sekolah. Semasa dibangku perkuliahan Irma terus mengasah dan mengikat karyanya melalui tulisan. Novel berjudul Love Story serta Diary Dua Musim berhasil dibukukan. Anak ketiga dari enam bersaudara ini juga merambah dunia penerbitan untuk mengabadikan hasil kerja kerasnya. Indie Digital Media (IDM) Publishing adalah nama usaha perebitannya. “ Mulai menulis sejak masih duduk dibangku sekolah, barulah semasa kuliah membuat kumpulan puisi serta novel,” ujar Irma kepada Radar Lamsel ditemui di kediamannya, Desa Palembapang Kecamatan Kalianda, Kamis (25/7). Novel pertamanya bertajuk Love Story diakui diangkat dari pengalaman pribadinya. Sekuplet penggalan kalimat ‘ketika kepedihan masih menjadi tamu yang ditakuti dalam kisah cinta’ menjadi stressing dalam alur ceritanya. Sedang di karya keduanya Diary Dua Musim yang sudah disimpan dalam arsip Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Daerah, diangkat dari pergolakan hidup serta intrik sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-harinya. Ada perbedaan antara novel pertama Irma dan novel keduanya. Bila ditelisik, karya pertama gadis berkacamata ini menyasar pembaca remaja yang dominan romansa percintaan. Sedang di karya keduanya, Irma memoleskan isu-isu sosial sekitar, yang ditangkap oleh pemikirannya. “ Karya karya yang sudah saya bukukan itu, saya kerjakan semasa kuliah. Karena memang cita-cita saya menjadi penulis yang andil,” ujar alumnus Teknokrat Bandar Lampung itu. Semasa kuliah, Irma tergolong mahasiswi spesial. Dalam tiga tahun dia berhasil menuntaskan study-nya Manajemen Informatika dan Komunikasi. Lalu bagaimana mengerjakan skripsi serta menggarap novel secara bersamaan? Irma mengaku tak begitu kesulitan menuntaskan keduanya. Saat sedang tidak mood mengerjakan skripsi, gadis itu justru menggarap alur cerita serta ending dalam novel-novelnya. Millenial lokal yang mengagumi founder Forum Lingkar Pena, Asma Nadia itu mengaku masih haus akan ilmu kepenulisan. Karenanya ia tak anti terhadap kritikus-kritikus tulisannya. Meski kadang kritikan yang terucap dari mulut kritikus acap menohok namun dimata Irma itu merupakan hal yang wajar. “ Tanpa pembaca, penulis tak akan berhasil dalam berkarya. Untuk itu saya tak pernah takut dengan para kritikus, justru saya akan senang bila ada masukan atau kritikan yang disematkan pada tulisan saya. Apalagi kritik itu terlontar dari penulis ternama tanah air,” ungkapnya. Dirinya tak canggung berbagi tips agar millenial Kalianda dapat produktif dalam mengabadikan karya. Irma menganjurkan bagi siapapun yang ingin menjadi penulis agar segera mulai menuliskan apapun yang terbesit dalam pikiran. “ Kuncinya, setiap kali terbesit dalam pikiran untuk menulis, langsung tuliskan. Entah itu ditulis diatas kertas, handphone maupun komputer, langsung tulis saja. Sebab kalau tidak segera ditulis, ide-ide itu bisa hilang. Kuncinya sabar dan istiqomah,” paparnya. Lalu bagaimana dengan dunia penulisan lokal di mata Irma? Ia mengajak remaja maupun aktivis untuk aktif menulis. Hal tersebut dapat dimulai dari diskusi-diskusi ringan seputar kegiatan teater musikalisasi puisi ataupun kegiatan yang berbau seni budaya lainnya. Kedepan, gadis berzodiak Gemini itu punya rencana untuk membuat tulisan seputar daerah maupun desa. Rencana itu pun kata dia sudah pernah didiskusikan oleh komunitasnya. Tujuannya kata dia, untuk memupuk dan memelihara konten lokal yang edukatif. “ Saya sempat memikirkan rencana itu, maka kedepan target saya ingin punya karya non fiksi yang mengangkat tentang Lamsel atau seputar desa tempat tinggal saya,” ungkapnya. Dalam penutup wawancara, Irma sempat menyorot keberadaan perpustakaan yang dimiliki kabupaten ini. Dia menilai koleksi buku-buku di perpus haruslah menarik agar banyak pembaca yang berdatangan, serta dikelola secara teratur. “ Perpus kita sudah baik, tinggal pengelolaannya. Misal buku-buku formal ditempatkan dalam satu tempat agar tak tercampur dengan buku-buku kontemporer,” imbuhnya. (*)
Millenial Kalianda Berkarya Lewat Tulisan
Jumat 26-07-2019,08:56 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :