ASDP Bungkam, Kapolres; Tindaklanjut Jika Ada Laporan

Kamis 22-08-2019,09:28 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

BAKAUHENI – LSM GMBI Lampung dan Banten mengancam akan menggelar demo lagi. Aksi ini akan dilakukan jika PT. ASDP Cabang Bakauheni tak menindaklanjuti sejumlah tuntutan dalam kurun waktu 2 pekan ke depan. Tuntutan LSM GMBI kepada PT. ASDP mengenai masalah lashing, gross tonnage, pungli, dan dugaan pengelolaan sampah yang tak berizin.           Bukan hanya isapan jempol dan koar-koar belaka, LSM GMBI telah membuktikan dugaan itu melalui investigasi yang telah dilakukan. Mereka menyimpan bukti dokumentasi berupa video dan foto yang memperlihatkan praktik pungli ‘kotor’ di lingkungan terminal pelabuhan paling sibuk se-Sumatera itu. Dalam dokumentasi yang diambil oleh LSM GMBI itu, lashing kapal terlihat menyatu dengan lantai besi. Inilah yang disoroti oleh GMBI. Menurut mereka, kondisi ini berbahaya. Karena fungsi lashing amat diperlukan sebagai langkah antisipasi terjadinya tabrakan antar kendaraan di dalam kapal roll on roll atau ro-ro. “Gimana mau diikat kailnya pengikatnya nempel. Tali enggak bisa masuk, lubangnya ketutup,” kata Ketua LSM GMBI Lampung Selatan, Heri Prasojo, kepada Radar Lamsel, Rabu (21/8) kemarin. Banyak persoalan lain yang menjadi sorotan. Salah satunya tentang pungli. Heri menganggap masalah pungli di pelabuhan Bakauheni sebagai lelucon. Bagaimana tidak, kendaraan yang hendak keluar dari terminal pelabuhan Bakauheni berkewajiban memberi duit kepada Organda. Nominalnya berkisar antara Rp10 ribu, dan Rp20 ribu. “Jadi dari terminal Bakauheni yang mau keluar bayar dulu, tanpa ada tiket. Setelah itu bayar lagi parkir. Pengakuan Gapasdap sudah ada izin, sudah ada kesepakatan. Pungli kok kesepakatan, ini kan lucu,” katanya.           Meski demikian, Radar Lamsel tetap mengonfirmasi masing-masing dinas dan instansi yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut. Pertama, dugaan pajak parkir yang disetor hanya sebesar Rp5 juta untuk pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Lampung Selatan.           Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribus Daerah (BP2RD), Badruzzaman, mengatakan bahwa pajak yang disetor oleh pelabuhan Bakauheni tak menentu. Bisa Rp5 juta, bisa kurang, dan bisa saja lebih. Itu tergantung dari jumlah kendaraan yang parkir di pelabuhan tersebut.           “Yang (terminal) Eksekutif bisa Rp10 juta lebih. Kalau yang terminal biasa ya segitu, tapi kadang kurang, kadang juga lebih, dilihat dari jumlah yang parkir,” katanya. Meski demikian, Badruzzaman mengaku tak bisa memastikan berapa jumlah pendapatan dari parkir pelabuhan Bakauheni. Sebab, pihaknya tak menerima uang itu secara langsung. Melainkan setoran melalui bank dan masuk ke kas daerah. “Kita enggak terima uang cash. Setor langsung ke bank, berdasarkan data produksi,” katanya. Di sisi lain, Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Lampung Selatan menegaskan bahwa pengelolaan limbah domestik seperti sampah bukan wewenang instansinya. Plt. Kepala DLHD Lamsel, Feri Bastian, mengatakan urusan itu wewenang Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim) Lampung Selatan. “Limbah domestik bukan kita, itu urusan Disperkim. Kalau limbah B3 iya, seperti oli, batu bara, dan aki, ini urusan kami. Setahu saya, di Bakauheni tidak ada (pengelolaan sampah/limbah), kita tak pernah mengeluarkan (izinnya),” katanya. Soal pungli di pelabuhan Bakauheni, Radar Lamsel mencoba menanyakan masalah itu dengan Polres Lamsel. Namun sayang, Kapolres Lamsel, AKPB. M. Syarhan, S.IK menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti masalah dugaan itu jika ada laporannya. “Jika ada laporan, akan kita tindaklanjuti,” ucapnya. Namun sayang, General Manager PT. ASDP Cabang Bakauheni, Hasan Lessy, menjawab konfirmasi wartawan koran ini. (rnd)

Tags :
Kategori :

Terkait