PENENGAHAN – Ketua KTNA Kecamatan Penengahan, Ahmad Widodo, belum bisa memberi kepastian konkret ihwal keberadaan alat yang dipertanyakan oleh kelompok tani (poktan). Pria yang akrab disapa Widodo ini mengaku masih ada kesibukan sehingga belum bisa menunjukkan alat jonder dan perontok jagung tersebut. “Kalau besok belum bisa. Mau ke Metro dulu, ada sateran,” kata Widodo saat dihubungi Radar Lamsel, Rabu (2/10/2019). Ketika ditanya di mana lokasi dua alat itu, Widodo juga irit memberi jawaban. Dia hanya mengatakan bahwa alatnya ada di Dusun Gunung Botol, Desa Penengahan, Kecamatan Penengahan. “Ada di Gunung Botol, saya kabari kalau sudah sempat,” katanya. Sebelumnya, poktan di Kecamatan Penengahan menduga jika dua alat itu telah dijual oleh Widodo. Dugaan ini cukup beralasan karena poktan tak pernah melihat lagi fisik dua alat tersebut. Sumber Radar Lamsel menyebut jika pengelolaan kas dan aset di KTNA Kecamatan Penengahan tidak transparan. Banyak pengurus yang tak tahu menahu mengenai keberadaan aset berupa jonder dan alat perontok jagung milik KTNA itu. “Ada uang kas, tapi saya enggak tahu gimana itu. Pokoknya enggak transparan. Kami juga enggak dikasih tahu di mana aset-asetnya itu,” katanya. Selain aset, Widodo diduga menjual bantuan bibit padi, dan jagung dari pemerintah. Dengan catatan jika bantuan benih ini memiliki kualitas yang bagus. Jika kualitasnya buruk, maka Widodo akan menolak bantuan bibit itu. “Kalau setahu saya bibitnya dititip di tempat orang dulu, kemudian dilepas (jual),” katanya. Terpisah, Widodo tak diam saja atas tudingan itu. Ia menampik jika KTNA pernah mendapat bantuan bibit dari pemerintah. Menurut dia, KTNA tidak bisa mengajukan bantuan apapun. Widodo menjelaskan KTNA adalah organisasi petani yang pengurusnya diisi oleh ketua poktan dan pengurus poktan. “Kalau bibit yang dibantu tidak disukai petani lebih baik ditolak saja,” katanya. Disinggung mengenai pengajuan proposal, Widodo mengakuinya. Proposal itu dibuat untuk pengajuan program bang pesona kepada Kementerian Lingkungan Hidup. “Dananya Rp100 ribu untuk ongkos antar proposal ke Jakarta, dan dikirim ke Medan karena tembusan dikirim ke Medan untuk program bang pesonanya,” katanya. Soal ketidak jelasan proposal tersebut, Widodo mengatakan hal itu jelas dengan pembuktian tanda terima dari BLU Kementerian LHK. Tetapi, kata dia, pengajuan proposal tidak bisa disegerakan. Harus menunggu. Sampai saat ini Widodo masih berusaha agar poktan yang mengajukan proposal mendapat bantuan. “Namanya pengajuan, yang enggak dapat sekarang tunggu giliran,” katanya. Sementara proposal yang diajukan pada tahun 2017-2018 hasilnya nihil. Belum ada satu pun yang direalisasikan. Widodo mengaku tak tahu pasti hal apa yang membuat proposal itu tak direalisasikan. “Entah ada apa kok kelompok yang mengajukan belum direalisasi. Padahal kelompoknya ada, bukan kelompok fiktif,” katanya. (rnd)
Klaim Ada Alat, Tapi Belum Bisa Menunjukkan
Kamis 03-10-2019,09:25 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :