Dilema Kapal Pera Diatas Kepentingan Rakyat

Selasa 08-10-2019,06:19 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

Kapal pelayanan rakyat (Pera) hibah dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI untuk Kabupaten Lampung Selatan menuai sedikit polemik. Anak buah kapal (ABK) di dermaga Canti memastikan keberadaan kapal itu bakal mengurangi pendapatan mereka. Tapi di sisi lain, masyarakat juga membutuhkan kapal itu sebagai alat transportasi gratis. Bagaimana tanggapan mereka? Laporan Randi Pratama, Rajabasa.   Pada Kamis (3/10/2019) pekan lalu, Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan bersama Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung meluncurkan transportasi laut gratis untuk masyarakat di kapal pelayanan rakyat (Pera) Banawa Nusantara 73. Hibah dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI. Tetapi Keberadaan kapal Pera menuai polemik di kalangan masyarakat. Ada yang menyoroti kalau kapal itu bakal mengurangi pendapatan awak kapal. Tetapi ada juga yang mendukung keberadaan kapal itu karena pelayanan gratisnya. Sudah barang tentu jika keberadaan kapal Pera itu mengurangi pendapatan awak kapal. Tapi khalayak perlu tahu, seberapa banyak jumlah pendapatan yang berkurang itu. Dan seberapa besar dampak keberadaan kapal itu bagi awak dan masyarakat. Sebab, kapal ini hanya melayani 1 kali dengan rute pulang pergi. Sama seperti kapal lain yang bersandar di dermaga Canti. Radar Lamsel mewawancarai awak kapal di dermaga Canti, penggiat wisata, serta pihak Dinas Perhubungan Lampung Selatan mengenai keberadaan kapal Pera itu. Sejatinya, mereka mendukung langkah pemerintah yang berhasil mendapat kapal hibah dari pemerintah pusat. Mereka juga senang ada kapal yang memberi pelayanan untuk masyarakat. Tetapi bukan memberikan pelayanan gratis. ABK lebih setuju jika kapal itu dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih penting dan belum pernah ada. Misalnya kapal ambulans. ABK melihat potensi kapal Pera lebih baik dimanfaatkan untuk kegiatan sosial ketimbang mengangkut penumpang. Sebab, kebutuhan kapal ambulans lebih mendesak daripada memberikan pelayanan gratis. Kalau Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan tetap bersikeras dengan keadaan yang sekarang. Maka dampaknya akan sangat terasa bagi ABK. “Pasti, pasti sangat terasa. Walaupun cuma seminggu sekali,” kata Ari, ABK KM Tutur Jaman, saat ditemui Radar Lamsel di dermaga Canti, Senin (7/10/2019). Informasi yang dihimpun Radar Lamsel, total kapal yang ada di dermaga Canti berjumlah 14 unit. Dalam sehari, dermaga Canti diisi sebanyak 4 unit kapal dengan rute pulang pergi. Kapal-kapal ini akan mendapat jatah giliran dock setiap 4 hari sekali, dan akan digantikan oleh 4 kapal lain yang terdaftar dalam antream. Artinya, dalam sebulan 1 kapal mendapat jatah dock kurang lebih 4 kali. Dalam sehari perjalanan pulang pergi, rata-rata 1 kapal bisa menghasilkan pendapatan sekitar Rp400 ribu-Rp500 ribu. Total pendapatan ini dari penumpang dan kendaraan yang masing-masing ditarif Rp20 ribu. Namun uang dalam jumlah besar ini merupakan pendapatan kotor. ABK harus berbagi dengan pemilik kapal. Pengakuan ABK, mereka hanya mendapatkan upah sebesar Rp80ribu - Rp100 ribu dari total pendapatan tersebut. “1 kapal itu bisa muat 30 sampai 35 orang. Tapi kan lihat kondisinya, kalau rame bisa lebih dari Rp500 ribu. Kalau sepi, kayak sekarang ini lagi sepi. Di sana (dermaga BOM) ada kapal gratis, pasti langganan kami berkurang,” katanya. Candra, ABK KM Batang Hari, mengatakan kapal Pera jelas mengurangi pendapatannya. Candra memaparkan penjelasan kalau penumpang bisa saja membatalkan perjanjian dengan pihaknya karena lebih memilih pelayanan gratis. “Yang tadinya penumpang udah janjian sama kita, tapi kalau ada kapal itu batal. Udahlah, ada itu kan. Tiap hari Kamis ada pemerintah, nih. Yuk, naik itu aja. Mereka ngintai kapal itu terus, ujungnya kami yang tekor,” katanya. Menurut dia, pemerintah harus mengkaji pelayanan gratis transportasi laut agar tak mengurangi pendapatan ABK. Candra mengatakan akan lebih bagus jika kapal itu digunakan sebagai transportasi kesehatan bagi masyarakat antar pulau. “Memang bagusnya untuk ambulans, takut sakit malem-malem. Kalau ada kapal dari pemerintah lebih baik untuk kegiatan sosial. Menurut saya begitu,” katanya. Lita (22), warga Kalianda, menilai langkah pemerintah memberikan pelayanan gratis untuk transpotasi laut sudah tepat. Apalagi, kata dia, perlengkapan kapal Pera itu jauh lebih bagus jika dibandingkan dengan kapal-kapal lain yang memberikan pelayanan penyeberangan rute dermaga Canti-Sebesi. “Ya bagus dong. Itu gratis kan, seminggu sekali. Menurut saya enggak masalah, ABK juga harus bersikap adil. Jangan mau cari untungnya saja, kan ini bentuk kepedulian kepada masyarakat golongan bawah,” katanya.           Tira (33), warga Kecamatan Rajabasa, mengatakan bukan musibah besar bila pemerintah memberikan pelayanan gratis kepada masyarakat dalam kurun waktu seminggu sekali. Dia mengamini jika pendapatan ABK bakal berkurang dengan adanya kapal gatis itu, tetapi di sisi lain ABK juga harus memperhatikan posisinya sebagai pelayanan. “Kecuali pelayanan gratis itu diberikan setiap hari. Mereka demo juga enggak masalah. Tapi kan ini seminggu sekali, mengertilah. Jangan keterlaluan juga, kami (masyarakat) juga butuh yang gratis,” katanya. Penggiat wisata asal Lampung Selatan, Yodistara Nugraha, turut mengamini jika pelayanan gratis yang diberikan oleh pemerintah bakal mengurangi pendapatan ABK. Tetapi, kata Yodis, ada beberapa hal yang masih perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan mengenai keberadaan kapal itu. Mengenai permintaan ABK yang meminta kapal Pera dialihfungsikan menjadi kapal ambulans, Yodis mengaku setuju. “Saya sering mendengar keluhan warga tentang hal ini, disaat ada yag sakit atau mengangkut jenazah pasti akan kesulitan. Kenapa, karena tidak semua kapal bersedia melakukan hal itu. Untuk saat ini ambulans laut yang lebih urgent ketimbang kapal gratis,”katanya. Tapi di sisi lain, Yodis melihat melihat manfaat kapal Pera sangat bagus karena memberi akses gratis kepada masyarakat. Menurut Yodis, ada skala prioritas yang dipikirkan oleh pemerintah ihwal pelayanan gratis. Sebagai penggiat wisata, Yodis tentu memahami jika kapal itu bisa menjadi sarana penunjang untuk mempromosikan wisata di pulau Sebesi yang saat ini masih sepi pasca tsunami lalu. “Karna kapal itu lengkap fasilitas keamanan dan keselamatan, maka sangat menunjang untuk pariwisata. Tapi khusus untuk wisata ya jangan gratis dong. Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Lampung Selatan, Ir. Mulyadi Saleh, mengatakan kebijakan pemerintah yang memberikan pelayanan gratis tak hanya terjadi di Lampung Selatan aja, tetapi di kabupaten/kota lainnya juga. Kapal Pera, kata Mulyadi, diberikan secara menyeluruh di kabupaten/kota di Provinsi Lampung dengan pelaksanaan program khusus untuk membantu keberangkatan menuju ke pulau-pulau di wilayah kabupaten. “Namanya angkutan pelayanan gratis, selain itu, memberikan keamanan dan keselamatan yang memenuhi persyaratan. Pelayanan yang diberikan seminggu sekali. Lihat juga masyarakat dong, ada yang golongan harus dibantu, seperti pedagang kecil,” katanya. Andai kata pelayanan gratis itu mengganggu, kata Mulyadi, bagaimana dengan subsidi yang diberikan pemerintah untuk masyarakat. Mulyadi meminta polemik pelayanan gratis rute dermaga BOM Kalianda-pulau Sebesi tak perlu ditanggapi berlebihan. “Kan untuk masyarakat, masa jadi masalah. Kapasitas muatan 24 orang, paling banyak 26 orang. Pastinya, pemerintah pusat sudah melakukan pengkajian yang mendalam lah ya mengenai pelayanan gratis. Harga kapal itu Rp2,5 milliar, berarti kapal ini memang untuk masyarakat,” katanya. (rnd)

Tags :
Kategori :

Terkait