KALIANDA – Dinamika soal besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) Lampung yang telah ditetapkan memantik tanggapan akademisi kabupaten ini. Sebab, penetapan angka UMP sangat mempengaruhi besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang tengah diusulkan. Dosen STIE Muhammadiyah Kalianda Zulfahmi Sengaji menilai, dalam hal ini peran pemerintah sebagai fasilitator atau penengah antara pengusaha dan rakyat sangat dipertaruhkan. Dia menganggap, campur tangan kalangan pengusaha dalam menetapkan besaran upah pekerja belum terlepas. “Pemerintah ini sebagai jembatan antara para pekerja dan pengusaha. Tentunya, harus mempertimbangkan dan lebih berpihak kepada rakyat dalam hal penetapan upah minimum. Tapi tetap dengan mengedepankan rumus-rumus atau acuan yang berlaku agar tidak melanggar aturan hukum. Bukan rahasia umum lagi jika dalam menetapkan upah minimal masih ada campur tangan kalangan pengusaha,” ungkap Zulfahmi melalui sambungan telepon, Rabu (6/11) kemarin. Dia mengharapkan, adanya survey dengan data termutakhir dalam mengambil poin-poin untuk merumuskan besaran upah minimal para pekerja atau buruh. “Kalau diangka Rp2,4 juta per bulan itu sangat jauh dari kata cukup. Jadi berapa UMK yang nanti akan ditetapkan,” cetusnya. Lebih lanjut dia merincikan, kebutuhan pokok secara umum dalam satu keluarga dengan dua anak minimal mengeluarkan uang setiap harinya sebesar Rp100 ribu. Angka tersebut belum ditambah keperluan lain-lain atau tabungan untuk kebutuhan mendesak yang tidak bisa di hindarkan. “Secara umum kita menghitung kebutuhan suami isteri dengan dua anak. Yang paling besar misalnya sudah sekolah di tingkat SMA. Untuk uang jajan atau operasional anak dan bapaknya yang bekerja kita hitung minimalnya Rp50 ribu. Masa iya untuk memasak hanya Rp30 ribu untuk empat orang itu. Jadi, angka Rp2,4 juta dengan estimasi Rp80 ribu per hari masih jauh dari kata layak,” pungkasnya. Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8,51 persen serta usulan kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Lampung Selatan dinilai Federasi Serikat Buruh Karya Utama jauh dari kata laik. Serikat buruh itu menilai penetapan UMP masih menggunakan rumus lama Peraturan Pemerintah (PP) 78 yang mengikuti inflasi tanpa diiringi survey harga pasar tradisional terlebih dahulu. Atas dalih itulah baik UMP maupun UMK dianggap belum laik. Ketua FSBKU Lampung Selatan, Probo Pangestu mengatakan kondisi buruh kian terpuruk kala di tahun mendatang iuran BPJS Kesehatan juga naik signifikan. “ Ini sungguh tidak masuk akal. Jelas tidak sesuai dengan survei Kehidupan Hidup Laik (KHL). Berdasar itu kami menegaskan menolak penetapan UMP dan usulan UMK,” ujar Probo. Sebelumnya, Dinamika UMP dan UMK turut menuai komentar dari wakil rakyat Lampung Selatan yang kini duduk di Parlemen Provinsi Lampung, H. Antoni Imam. Menurut Politisi PKS ini dinamika yang timbul di tengah-tengah masyarakat menjadi keharusan untuk disikapi. Terlebih, persoalan UMP dan UMK sangat diharapkan oleh banyak masyarakat khususnya para pekerja buruh. “Aspirasi ini akan kita serap dan kita perjuangkan. Ini menjadi bahan kami dalam kegiatan reses ini. Akan kita kaji dan pertanyakan dengan pihak terkait di Pemprov Lampung. Seperti apa mekanisme dalam menetapkan UMP itu,” ungkap Antoni kepada Radar Lamsel. (idh)
’Rendahnya UMK Campur Tangan Pengusaha’
Kamis 07-11-2019,08:27 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :