’Tensi’ RAPBD Belum Reda

Kamis 21-11-2019,09:38 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

KALIANDA – Saling klaim, terjadi dilingkaran eksekutif dan legislatif kabupaten ini, ihwal Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang tengah dibahas ditingkat komisi DPRD Lamsel. Satu sisi eksekutif meyakinkan bahwa RAPBD Lamsel tahun anggaran 2020 tetap pro rakyat, disisi lain kalangan legislatif di ranah komisi mengklaim terkesan tidak inovatif dan tidak produktif dengan adanya ketimpangan anggaran barang dan jasa mengalahkan anggaran infrastruktur yang bersifat menyentuh masyarakat luas. Selisih anggaran belanja langsung dan tidak langsung yang disoroti oleh berbagai element masyarakat serta jajaran anggota DPRD dalam postur RAPBD Lampung Selatan Tahun 2020 akhirnya ditanggapi Plt. Bupati Lamsel H. Nanang Ermanto.  Menurutnya, selain dialokasikan untuk kepentingan Pilkada serentak 2020 serta perubahan sistem administrasi anggaran banyak hal yang mendasari persoalan tersebut. Namun, dia memastikan anggaran yang direncanakan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat diberbagai bidang. “Ya, memang belanja langsung lebih kecil. Tetapi, jangan salah menilai dulu. Kita tetap kedepankan pembangunan infrastruktur. Memang banyak anggaran untuk pembangunan kita alihkan di tahun depan karena ada agenda Pilkada. KPU dan Bawaslu itu anggarannya kan memang dari APBD,” ungkap Nanang kepada Radar Lamsel di Stadion Jati Kalianda, Rabu (20/11) kemarin. Selain itu, imbuhnya, berbagai program yang direncanakan untuk kegiatan 2020 diprioritaskan sebesar-besarnya untuk masyarakat. “Kita juga sudah menganggarkan insentif untuk RT, Kadus dan aparatur desa lainnya. Selain itu, tambahan penghasilan para guru honor dan kepulauan wilayah terpencil juga dianggarkan masuk ke dalam belanja tidak langsung. Itu juga demi kesejahteraan masyarakat Lamsel,” tambahnya. Lebih lanjut dia mengatakan, program pembangunan infrastruktur masih menjadi prioritas Pemkab Lamsel di tahun 2020. Dia memastikan, banyak kegiatan pembangunan yang sifatnya prioritas dan wajib telah dianggarkan pada tahun depan. “Apalagi berbagai kegiatan yang gagal lelang tahun ini juga kita prioritaskan kembali di tahun depan. Kami sangat berterimakasih dengan saran dan masukan dari berbagai elemen masyarakat mengenai persoalan ini. Ini menjadi motifasi kami sebagai unsur pemerintahan untuk lebih baik kedepannya,” pungkasnya. Sementara pembahasan di tingkat komisi DPRD Lamsel terus berlanjut. Di Komisi III misalnya, dari beberapa OPD yang telah dibahas, sejumlah anggota Komisi yang membidangi infrastruktur itu menyayangkan bahwa percepatan dan lompatan tidak terwujud dan sia-sia. “ Tidak inovatif dan tidak produktif, percepatan dan lompatan tidak terlihat dan kesannya sia-sia. Mulai dari Dok, RKA, RKAP, Renja, Renca hanya sia-sia dan terkesan menghamburkan uang rakyat kami di komisi III merasakan itu dan prihatin dengan apa yang terjadi.  Hampir semua OPD perbandingannya 40 – 60 persen belanja langsung tidak langsungnya,” ujar Waris Basuki dari Fraksi Gerindra, usai pembahasan RAPBD Dinas Lingkungan Hidup Lamsel di Komisi III DPRD Lamsel. Sementara Jenggis Khan Haikal mendorong agar anggaran infrastruktur jangan sampai ditidadakan sama sekali. Sebab seperti di Disdik Lamsel nyaris tak ada pekerjaan infrastruktur sama sekali. Disisi lain LSPS DPUPR juga didesak agar 2020 mendatang tidak lagi telat lelang. “ Kami masih berupaya agar pembangunan infrastruktur seperti di Disdik dianggarkan. Begitu juga LPSE jangan sampai telat mengadakan lelang karena imbasnya bisa berdampak terhadap penyerapan APBD kelak, ini yang kita wanti-wanti,” ujar politisi Fraksi Demokrat. Jika Pilkada 2020 salah satu faktor yang dijadikan dalih oleh TPAD sebagian elemen menganggap hal itu tidaklah pas. Sebab informasi yang dihimpun, dari penyelenggara pemilu tidak semua anggaran yang diajukan di setujui. Bahkan hanya dibawah 50 persen yang terwujud dari anggaran pengajuan awal. Sementara ketimpangan anggaran belanja langsung dan tidak langsung RAPBD Lampung Selatan Tahun 2020, menjadi pertanyaan kalangan akademisi. Dalih perubahan sistem administrasi anggaran serta alokasi untuk Pilkada oleh jajaran pemerintah dirasa tak signifikan dari selisih angka yang dinilai cukup besar. Menurut Dosen STIE Muhammadiyah Kalianda Zulfahmi Sengaji, semestinya pemerintah bisa lebih berpihak kepada rakyat dengan memprioritaskan belanja langsung yang lebih besar. Bahkan, jika memungkinkan perbandingannya di angka 3 : 1. “Kalau selisihnya sampai ratusan Miliar tentu saja patut di pertanyakan. Apalagi untuk keperluan Pilkada kan sudah ada pos anggarannya. Semestinya, bisa direncanakan sejak jauh-jauh hari agar tidak terjadi selisih anggaran yang cukup besar,” ungkap Zulfahmi kepada Radar Lamsel, Selasa (19/11) kemarin. Diketahui, ketimpangan dapat dilihat dari besarnya belanja tidak langsung Rp 1.424.495.976.185,40 dari pada belanja langsung Rp 1.040.944.111.664,60. Belum lagi, komponen belanja modal di dalam belanja langsung Rp 416.425.713.742, lebih kecil dibanding belanja barang dan jasa sebesar Rp. 487.329.673.795. (idh/ver)

Tags :
Kategori :

Terkait