KALIANDA – Besaran nilai tunjangan kinerja (tukin) bisa dikontrol melalui penerapan aplikasi e-kinerja pada 2020, mendatang. Namun, sejauh ini belum ada pihak berani membeberkan berapa nilai tambahan penghasilan pegawai dari setiap golongan serta jabatan melalui beban kerjanya masing-masing. Kesenjangan tunjangan kinerja dari satu OPD ke OPD lain memicu disharmonisasi antar OPD di lingkup Pemkab Lamsel. Sebab beberapa OPD mencium gelagat tebang pilih dari kriteria penentuan naiknya Tukin. Plt Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Puji Sukanto membenarkan, jika jajaran legislatif berharap banyak dengan penerapan aplikasi e-kinerja. Salah satunya, sebagai fungsi kontrol dalam pemberian tukin pegawai. “Ya, tentu saja dengan diterapkannya aplinasi E-Kinerja tahun depan bisa menjadi dasar dalam memberikan tukin para pegawai. Akan kita koordinasikan dengan BPKAD sebagai leading sektor yang menangani urusan tukin ini,” ungkap Puji kepada Radar Lamsel melalui sambungan telepon, Minggu (24/11) kemarin. Dia tidak memungkiri, terdapat kesenjangan yang cukup signifikan dalam pemberian tambahan penghasilan para pegawai berdasarkan jenjang pangkat dan golongan. Namun, hal itu mengacu terhadap dasar-dasar lain mulai dari beban kerja dan resiko setiap jabatan. “Kita tidak paham betul mengenai mekanisme pemberian tukin kepada masing-masing pegawai. Perol nya ada di BPKAD. Yang jelas, setiap pegawai itu memiliki beban kerja yang berbeda serta resiko dalam jabatannya masing-masing. Yang paham mekanisnya di BPKAD,” imbuhnya. Terpisah, salah seorang pejabat di Lamsel tidak menampik adanya kesenjangan besaran tukin dari setiap OPD yang berbeda. Namun, pihaknya tidak mampu berbuat banyak dan pasrah dengan kondisi tersebut. “Dinas kami pernah mengajukan kenaikan tukin ke BPKAD. Namun ditolak dengan alasan tidak ada anggaran. Tapi, dari informasi yang beredar di BPKAD tukin mereka cukup besar. Kami juga siap kerja lembur sampai pagi kalau memang jelas tukin yang diberikan untuk para pegawai,” ungkap seorang Kepala OPD yang namanya minta dirahasiakan. Hingga berita ini diturunkan, Kepala BPKAD Lamsel Dra. Intji Indriati belum bisa memberikan keterangan resmi. Dikonfirmasi melalui sambungan telepon dalam kondisi tidak aktif, Minggu (24/11) kemarin. `Sebelumnya diberitakan, peningkatan besaran nilai tunjangan kinerja (tukin) bagi aparatur sipil negara (ASN) ditengarai melatarbelakangi ketimpangan nilai belanja langsung, dan tidak langsung pada RAPBD Lampung Selatan Tahun 2020. Kesenjangan yang cukup tinggi dalam pemberian tambahan penghasilan pegawai ini menjadi sorotan Fraksi Gerindra DPRD Lamsel. Hal ini diketahui setelah jajaran legislatif merampungkan pembahasan RAPBD Lamsel Tahun 2020 ditingkat komisi dan berlanjut di pembahasan tinggak Badan Anggaran. Meski tidak secara rinci membeberkan besaran tukin disetiap OPD dalam tingkatan jabatan, namun dinilai peningkatan tukin sangat berpengaruh dalam hal tersebut. Anggota Fraksi Gerindra DPRD Lamsel Dwi Riyanto menyatakan, dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah (BKD) menjadi satuan kerja (satker) yang harus memantau hal tersebut. Terlebih, OPD ini telah menganggarkan penerapan program pembangunan sistem informasi manajemen kinerja berbasis elektronik (e-kinerja) yang memakan biaya sekitar Rp358.690.500. “Tentu kami berharap, dengan adanya program e-kinerja ini bisa menjadi acuan dalam penentuan nilai tukin. Jangan sampai ada kesenjangan yang tinggi dalam pemberian tukin antar OPD dan eselon. Karena saya perhatikan peningkatan tukin setiap OPD berbeda-beda. Kami juga kurang tahu pasti apa dasar nya OPD dalam menentukan besaran tukin ini,” ungkap Dwi kepada Radar Lamsel, Kamis (21/11) kemarin. (idh)
Besaran Tukin Picu Disharmonisasi
Senin 25-11-2019,10:34 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :