Tolak Komersial Pasir Hitam Krakatau
Selasa 26-11-2019,08:46 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi
Pakar: Bernilai untuk Bahan Baku Sement dan Baja
KALIANDA – Pamor pasir hitam krakatau menjadi magnet bagi perusahaan kelas besar. Sangking bernilainya, PT. Lautan Indonesia Persada (LIP) sampai kucing-kucingan dengan warga yang menolak pasir tersebut untuk dikeruk.
- LIP tak sembarang mengeruk. Mereka berdalih sudah mengantongi izin kendati izin tersebut sudah usang dimata sebagian kalangan. PT LIP yang sempat menghentikan pengerukan pasir medio Agustus 2019 lalu, kembali melancarkan aktivitasnya. Sial, aktivitas itu tepergok warga dan aktivis lingkungan.
Informasi yang diperoleh Radar Lamsel dari pakar pertambangan, pasir hitam punya nilai niaga yang tinggi. Pasir hitam juga sangat familiar didunia produksi sement dan baja. Sebab, beberapa wilayah di Indonesia juga banyak ditemukan keberadaan pasir hitam.
“ Pasir hitam punya nilai jual tinggi. Perusahaan-perusahaan besar biasanya membidik pasir tersebut untuk bahan baku sement atau bahan produksi baja,” ujar Agus, Pakar Pertambangan jebolan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, dihubungi via telepon, Senin (25/11) malam.
Pria yang juga mengupas tentang pasir hitam pada skripsinya dimasa silam itu menjelaskan jika 100 persen bahan sement, maka pasir hitam didalamnya berkisar 1,5 sampai 2 persen. Pasir hitam kata dia bakal dipadu dengan bahan pokok lainnya.
Selain komersial untuk produksi sement, Pria asal Yogyakarta ini menjelaskan prodkusi baja juga membutuhkan pasir hitam dalam setiap batang baja yang dihasilkan. Persentase pasir hitam dalam batang baja sekitar 8 persen.
“ Biasanya pasir hitam dipadu dengan gypsum dan material pendukung lainnya. Tentu tidak sembarang pasir hitam bisa dipakai, tergantung kadar dan kualitas pasir hitamnya juga. Untuk mengetahui kualitas pasir hitam krakatau itu menjanjikan atau tidak, bisa diuji lab biar ketahuan kadarnya,” ungkapnya.
Penelusuran Radar Lamsel PT. LIP ditengarai mengerahkan 3 kapal ke lokasi penyedotan pasir. Kapal KM. Mehad I membawa kapal tongkang Batang Jaya dan kapal TB. Pacipik. Dua nama kapal terakhir telah meninggalkan lokasi lebih dulu setelah diduga membawa pasir hasil penyedotan. “Sisa di lokasi kapal KM. Mehad I itu,” kata sumber Radar Lamsel.
- Mehad I diketahui sudah meninggalkan lokasi perairan GAK. Warga yang sebelumnya memantau pergerakan kapal itu pun telah kembali ke desa masing-masing. “Kondusif, kapal sudah pergi,” kata Ketua LSM Pelita Lamsel, Yodistara Nugraha, yang tengah berada di Pulau Sebesi.
Walhi Lampung telah selesai menulis surat audiensi yang ditujukan kepada DPRD Lampung. Rencananya surat itu akan dikirimkan ke gedung perwakilan rakyat pada Selasa (26/11/2019). “Besok pagi (hari ini) suratnya dikirim,” kata Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri.
Dampak dari kabar pengerukan pasir hitam sekitar GAK itu dominan kontra ditengah masyarakat. Masyarakat pesisir Kecamatan Rajabasa resah. Kersehan mereka dilatarbelakangi momok bencana tsunami yang pernah melumpuhkan kabupaten ini.
Pengerukan pasir hitam di sekitar GAK, dalam waktu dekat akan disampaikan ke Pemprov Lampung. Hal ini merujuk hasil pertemuan yang diinisiasi APDESI Kecamatan Rajabasa dengan jajaran anggota DPRD Lamsel, Senin (25/11) kemarin.
Para kepala desa (kades) di wilayah Kecamatan Rajabasa itu diterima Ketua DPRD Lamsel H. Hendry Rosyadi, S.H.,M.H. di rumah dinas Ketua DPRD Lamsel.
Hendry Rosyadi menegaskan, masyarakat harus bertindak sesuai dengan mekanisme serta aturan yang berlaku. Terlebih, perusahaan yang melakukan penyedotan pasir hitam telah mengantongi izin atau legalitas resmi dari pihak berwenang. Pria yang akrab disapa Bang Hendry ini meminta masyarakat jangan mau menjadi kambing hitam, apalagi jika diadu domba.
Politikus PDIP Lamsel ini menyebut semua hal yang berkaitan dengan kapal itu memiliki mekanisme. Kalau memang perusahaan itu tidak punya legalitas, kata Hendry, pasti aparat penegak hukum akan bertindak dan menghentikan aktivitasnya.
“Maka, dasar dari laporan masyarakat ini bisa menjadi acuan kita untuk minta ke Provinsi yang mengeluarkan izin segera mengevaluasinya,” ungkap Hendry dihadapan para kades saat pertemuan tersebut.
Dia meminta, masyarakat pesisir di Kecamatan Rajabasa agar tidak bertindak anarkis dalam menyikapi persoalan tersebut. Sebab, hal itu akan merugikan masyarakat.
“Silahkan saudara-saudara untuk mengajukan penolakan ke dinas pertambangan provinsi. Nanti kami yang di DPRD juga akan mendorong aspirasi masyarakat ini dengan menyurati dinas pertambangan provinsi Lampung. Mudah-mudahan, apa yang kita risaukan ini bisa didengar oleh mereka,” tutupnya.
Sementara itu, Ketua APDESI Kecamatan Rajabasa Khoirudin Karya mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan mendatangi Pemprov Lampung terkait persoalan ini. Sebab, sampai saat ini masyarakat di pesisir Rajabasa sangat mengeluhkan aktifitas pengerukan pasir hitam tersebut.
“Yang pasti akan kita sampaikan ke Pemprov Lampung dalam waktu dekat. Nanti, kami akan mengajak juga perwakilan tokoh masyarakat untuk menyampaikan aspirasi penolakan kami terhadap aktifitas pertambangan pasir hitam di seputaran GAK ini,” pungkasnya.
Diketahui, PT. LIP tak mengindahkan kehendak warga yang menolak pengerukan pasir di sekitar Gunung Anak Krakatau (GAK). Padahal masyarakat sudah mengutuk aktivitas pengerukan pasir di lokasi itu. Tetapi hal tersebut tak menyulutkan niat PT. LIP yang bersikeras mengeruk pasir demi keuntungannya sendiri.
- LIP kedapatan memakai kapal tongkang KM. Mehad I untuk mengelabui masyarakat supaya aktivitasnya tak diketahui. Tapi itu tak berhasil. Informasi mengenai aktivitas pengerukan pasir oleh kapal ini terendus warga. Sekitar pukul 22.00 WIB, Sabtu (23/11/2019), warga, aparat desa, dan Walhi Lampung menemukan kapal itu tengah melaut di sekitar perairan GAK
Ya (PT. LIP). Tadi ada Stephen (Direktur PT. LIP) di kapal itu,” kata sumber Radar Lamsel yang ikut dengan masyarakat. (idh/rnd/ver)
Tags :
Kategori :