KALIANDA – Rendahnya partisipasi pemilih pada pilkada serentak Tahun 2020 memang telah diprediksi karena wabah virus Covid-19. Namun, suksesnya pesta demokrasi menjadi tanggungjawab penuh KPU sebagai penyelenggara yang telah dibekali amunisi melimpah oleh pemerintah. Pernyataan ini ditegaskan Pengamat Politik Provinsi Lampung, Dr. Dedi Hermawan saat dimintai tanggapannya ihwal rendahnya partisipasi pemilih pada gelaran Pilkada Lamsel Tahun 2020, yang barus saja rampung. Menurutnya, salah satu indikator yang menandakan gelaran pemilu sukses adalah meningkatnya jumlah partisipasi pemilih yang hadir ke TPS. Hal itu harus diwijudkan oleh KPU Lamsel sebagai bentuk tanggugjawab atas tugas yang diberikan. Terlebih, berbagai urusan yang menjadi kebutuhan dasar telah dibiayai oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. “Penyelenggara mestinya mampu menjawab berbagai tantangan itu sendiri. Dengan anggaran yang dialokasikan cukup besar di masa pandemi covid-19, tentu KPU dituntut untuk mempertahankan kinerja minimal mempertahankan jumlah partisipasi pemilih,” ungkap Dedi dalam wawancara via sambungan telepon, Kamis (10/12) kemarin. Dosen Fisipol Unila ini menambahkan, jika pada prakteknya terbukti tidak maksimal dalam urusan tersebut (partisipasi pemilih’red), penyelenggara harus siap dicecar pertanyaan oleh banyak pihak. “Jadi, apa yang sudah diperbuat dengan anggaran yang sebesar itu tapi malah menurun tingkat partisipasi pemilihnya. Apakah sudah dilakukan oleh KPU tahapan demi tahapan dari hulu sampai ke hilir,” imbuhnya. Semestinya, lanjut Dedi, KPU melakukan inovasi dan strategi khusus dalam menggaet partisipasi pemilih dalam pilkada. Terlebih, dalam hal ini dilaksanakan pada masa pandemi covid-19. “Perlu juga melakukan terobosan. Jadi, jangan hanya terpaku pada acuan atau garisan yang dianjurkan oleh pemerintah. Namun, tetap pada koridor-koridor yang tidak melanggar ketentuan. Tunjukan inovasi KPU sebagai penyelenggara pesta demokrasi dengan peningkatan jumlah masyarakat yang datang ke TPS,” cetusnya. Meski demikian, dia tidak memungkiri jika banyak variabel lain yang menjadi tantangan dalam pilkada tahun ini. Selain faktor pandemi covid-19, Ketua Tim Seleksi Lelang Jabatan Sekkab Lamsel Tahun 2019 ini menilai adanya kekecewaan masyarakat terhadap hasil dari sebuah pesta demokrasi. Hal tersebut dinilai menjadi salah satu faktor yang cukup tinggi dalam urusan partisipasi pemilih. Sebab, sebagian besar masyarakat tidak merasakan dampak yang cukup signifikan perihal kesejahteraan di dalam kehidupannya. “Sebetulnya hal ini adalah bentuk protes dari masyarakat. Timbulnya, mereka tidak memberikan hak pilihnya. Daripada mereka buang waktu ke TPS, lebih baik menjalankan aktifitas atau pekerjaan pokok yang bisa menghasilkan materi untuk keluarganya. Ini yang menjadi tantangan bagi KPU bagaimana caranya mensosialisasikan kepada masyarakat,” lanjutnya. Masih kata Dedi, KPU semestinya bisa mengambil peran penting dengan memanfaatkan anggaran yang telah dialokasikan tersebut. “Maka, masyarakat harus diberikan edukasi, sosialisasi dan pemahaman yang baik supaya mau datang ke TPS,” timpalnya. Dari pengamatannya, dia menilai tingkat partisipasi pemilih pada pilkada tahun 2020 sedikit mengalami penurunan. Bahkan, jauh sebelumnya dia memprediksi partisipasi pemilu berada di angka 70 persen. “Prediksi itu masih angka kuantitatif. Belum kita lihat dari segi kualitas partisipasinya maksimal atau tidak. Kalau di bawah angka itu berarti sosialisasinya tidak berhasil,” pungkasnya. Sebelumnya di beritakan, kegiatan sosialisasi pilkada Lampung Selatan yang digelar KPU Lampung Selatan perlu dipertanyakan. Pasalnya, angka partisipasi pemilih pilkada tahun 2020 amblas hingga 62,95 persen jika merujuk data Desk Pilkada Lamsel. Kondisi ini kian menasbihkan bahwa pembiayaan Pilkada yang meludeskan uang negara mencapai Rp 40,3 Miliar tak dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan partisipasi pemilih sebagai implementasi dari kedewasaan dan pendidikan berpolitik masyarakat demokratis. Berdasarkan data Desk Pilkada Lamsel yang dihimpun Kesbangpolinmas Lamsel, dari jumlah pemilih sebanyak 704.367 mata pilih, hanya sebanyak 443.428 suara atau sebesar 62,95 persen yang menggunakan hak pilihnya. Dari jumlah itu sebanyak 7.097 suara dinyatakan tidak sah. Artinya ada sekitar 260.939 pemilih yang masuk dalam kategori golongan putih (golput) pada Pilkada 2020 ini. Kondisi ini sangat memprihatinkan. Sebab, masyarakat golput lebih unggul ketimbang para pemilih yang memilih pasangan nomor urut 1 Nanang Ermanto-Pandu Kesuma Dewangsa sebanyak 157.630 suara atau 36,13 persen, nomor urut 02 TEC-Antoni Imam 144.386 suara atau 33,09 persen, dan paslon nomor urut 03 Hipni-Melin memperoleh 134.315 suara atau 30,78 persen. Berkaca pada bank data Radar Lamsel, pemilih yang menggunakan hak pilihnya pada pilpres 2019 lalu mencapai 589.895 dari jumlah DPT sebanyak 722.348 pemilih dengan anggaran penyelenggaraan sebesar Rp 33 Miliar. Pantauan Radar Lamsel, karut marut kartu undangan menjadi salah satu pemicu tingginya angka golput pada Pilkada tahun 2020 ini. Selain itu, sejumlah persoalan lain juga membumbui rendahnya angka partisipasi tersebut. Salah satu contonya adalah adanya anggota KPPS yang tidak terdaftar di TPS tempat dia bertugas. Alhasil, lantaran tidak ingin meninggalkan tugas sebagai penyelenggara ditingkat bawah, ia terpaksa tidak memilih. “Ya, mau bagaimana lagi. Masak iya meninggalkan tugas. Saya terdaftar di TPS yang bukan tempat saya bertugas,” kata salah seorang anggota KPPS yang mewanti agar namanya tidak ditulis dalam koran. (idh)
Pengamat Sentil Kinerja KPU Lamsel
Jumat 11-12-2020,09:02 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :