Pertambangan Bikin Gelap Mata //Exploitasi Alam Dekat Exit Tol Sarat Pelanggaran// TANJUNGBINTANG - Bumi potensial Lampung Selatan bagai lumbung rezeki bagi pengusaha pertambangan. Sejumlah perusahaan tambang kelas berat hingga kelas pemula banyak membidik lahan di kabupaten ini lantaran kualitas hasil tambangnya bernilai tinggi. Exploitasi ugal-ugalan, utamanya pengerukan dan pengikisan bukit oleh pengusaha tamak kerap mengesampingkan upaya pemulihan alam pasca exploitasi tersebut. Baru-baru ini, investigasi Radar Lamsel menyorot keberadaan pertambangan pasir di dekat exit Tol Lematang, Kecamatan Tanjungbintang. Tak jauh dari Km-71 Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Keberadaan pertambangan pasir yang dikuasai oleh sejumlah pengusaha asal Bandarlampung itu diduga menumbur Rencana Tata Ruang Wilayah (RTWR) yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. Sebab RTWR yang termaktub untuk lokasi tersebut ialah wilayah pertanian lahan keringdan perindustrian, bukan pertambangan. Kami mencoba mengumpulkan data dengan melihat lokasi dan bertanya kepada warga sekitar. Secara kasat mata, bukit tersebut jelas terlihat setiap harinya ada kegiatan penambangan atau pengerukan. Dari wawancara kami dengan warga sekitar setiap harinya selalu ada truk yang keluar masuk mengangkut material baik batu mupun pasir. “ Itu tambang pasir mas, bahkan puluhan truk biasa keluar masuk dan pengerukan menggunakan eskavator,” ujarnya warga sekitar yang meminta namanya tak dicatut dalam berita ini, Jum’at (29/1/2021) pekan lalu. Dari wawancara beberapa sumber, kami mengetahui kalau Gunung Besi yang berada di Desa Lematang dikuasai oleh beberapa orang di antaranya sisi luar dikuasai oleh Tiensu seorang pengusaha dan kontraktor yang berada di Bandarlampung berkantor di jalan KH Ahmad Dahlan. Masuk area sisi dalam, dikuasai oleh PT Pasir Panca Sentosa, menurut sumber kami lahan dikuasai oleh Anita pengusaha juga dari Bandarlampung tinggal di perumahan Sukarame dirinya menguasai lahan sekitar 29 Hekare. Dan beberapa nama Namun belakangan berdasarkan informasi yang kami dapat lahan dengan kepemilikan Anita tengah bersengketa dengan Sarimewati terkait kepemilikan lahan. Lahan telah berkonflik sejak tahun 2011 dan telah dilaporkan ke Polda Lampung. Namun pada berita edisi ini kami tidak akan menceritakan lebih panjang soal konflik tanah tersebut. Berbekal informasi itu,kami mencoba menanyakan soal legalitas perizinan penambangan di daerah tersebut di Kantor Pelayanan Perizinan Kabupaten Lampung Selatan. Pada system OSS( system pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik kami tidak menemukan PT yang dimaksud . Kami mencoba mengambil gambar disekitar Gunung besi akan tetapi tidak efektif karena lokasi tersebut tampak dijaga ketat. Tak habis akal, esok harinya kami berangkat ke lokasi mencoba mengambil gambar dengan drone, alhasil jelas terlihat aktifitas didalamnya eksavator tengah mengeruk material pasir dan batu yang tengah dimasukan kedalam truk. Pantauan tim, terlihat jelas area sisi luar dan dalam telah mengalami ekslploitasi ugal-ugalan, pengerukan yang dilakukan perusahaan meninggalkan lubang mengganga dengan lebar puluhan hektare dengan kedalaman sekitar 30 meter lebih. Dari penambang pasir terlihat kerusakan eksplotitatif tanpa memperhatikan kemampuan daya dukung lingkungan dan umpan balik dari alam. Kepala Bidang (Kabid) Perizinan Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Lamsel, Pramudya Wardana mengaku, belum bisa memastikan mengenai legalitas perusahaan tambang tersebut. Sebab, dia harus melihat dan mengecek langsung melalui sistem perizinan online pada waktu jam kerja dikantornya. “Besok (hari ini’red) saya lihat dulu di OSS nya. Karena harus melalui sistem dari kantor,” kata Wawan sapaan akrab Pramudya saat dikonfirmasi Radar Lamsel, Minggu (31/1) kemarin. Disamping itu, imbuhnya, dalam hal ini dia mengisyaratkan jika masalah izin pertambangan bukan menjadi kewenangan penuh daerah tingkat II kabupaten. Sebab, daerah hanya memiliki kewenangan mengurusi komitmen perizinannya saja. “Seperti izin IMB, UKL-UPL dan Tata Ruang di Dinas PUPR,” imbuhnya. Saat disinggung soal pemetaan RTRW Lamsel, Wawan mengaku tidak hafal secara terperinci untuk wilayah Kecamatan Tanjungbintang. Sebab, dalam hal itu harus melihat secara detail titik koordinat lokasi yang ada di dalam peta tata ruang pada Dinas PUPR. “Tanjungbintang itu wilayahnya sebagian industri, sebagian pemukiman, sebagian pertanian lahan kering, sebagian perkebunan. Tergantung titik koordinat lokasinya. Makanya saya nggak berani pastikan harus dicek dulu via OSS. Dia NIB nya termasuk bidang usaha apa. Kalau di perda RTRW ada pasal kegiatan pertambangan bisa diseluruh wilayah Lamsel sesuai potensi,” paparnya. Sebelum Kabid perizinan itu berstatement tim radarlamsel dengan koresponden Saburai Tv sudah mengecek terlebih dahulu ke sistem OSS. Tak ada nama perusahaan PT. Pasir Sentosa. Fakta ini menguak dugaan bahwa pertambangan diwilayah itu tak hanya digerakkan oleh satu perusahaan melainkan beberapa perusahaan, di lahan yang sama. Sayangnya, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Lamsel, Adolf Chepi Bahuga belum bisa dimintai keterangan terkait hal tersebut. Nomor telepon yang bersangkutan belum bisa dihubungi oleh Radar Lamsel hingga, kemarin. Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Feri Bastian saat ditemui belum lama ini mengatakan bakal mengecek terlebih dahulu ihwal pertambangan di wilayah itu apakah sudah berkoordinasi dengan pihaknya atau belum. “ Hari senin (hari ini) akan kami pastikan apakah aktifitas itu sudah berkoordinasi sebelumnya atau seperti apa yang jelas kami berterimakasih dengan informasi ini,” terang Feri. (red)
Pertambangan Bikin Gelap Mata
Senin 01-02-2021,00:09 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :