KALIANDA - Pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan penyertaan modal diulur. Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Lampung Selatan memberi space hingga Maret mendatang agar Pemkab Lampung Selatan benar-benar matang dengan ide dan konsep sebelum BUMD baru berdiri di kabupaten ini. Sebagian anggota Bapemperda merasa penjelasan yang diusung untuk BUMD baru itu kurang memuaskan. Itu lantas menimbulkan kesan bagi Bapemperda bahwa ada keragu-raguan dalam rancangan tersebut. Anggota Bapemperda DPRD Lamsel Hamdani salah satunya. Sekretaris Fraksi PKB ini menilai konsep dasar BUMD dirasa perlu namun dirasa perlu dikaji lebih dalam agar bermanfaat bagi masyarakat. “Sebenarnya konsep dasar BUMD kita perlu, akan tetapi kami (Bapemperda.red) meminta untuk dikaji lagi. BUMD itu kan harapannya bermanfaat bagi masyarakat kemudian ada PAD yang didapat, kembali lagi untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Hamdani kepada Radar Lamsel, sebelum dirinya meninggalkan Aula Rumdin Ketua DPRD Lamsel, Senin (22/2/2021). Hamdani mengingatkan berdasar pengalaman bahwa BUMD PDAM yang telah ada dianggap kurang maksimal. Ia juga menegaskan jangan sampai keberadaan BUMD baru justru membebani dikemudian hari. “Jangan asal BUMD, kita ada pengalaman. Ada BUMD PDAM itu hari ini kurang maksimal, jangan sampai BUMD yang harusnya memberi PAD menyumbang PAD malah membebani. Apalagi di era seperti ini (pandemi.red),” ketus Hamdani. Legislator asal Tanjungsari itu enggan tertipu. Dengan kata lain pendirian BUMD baru itu harus benar-benar serius dan matang. Kalaupun misalnya anggaran Rp 12 Miliar lebih itu digelontorkan maka apa garansi yang dapat ditawarkan oleh BUMD baru tersebut. “ Jangan sampai BUMD justru memperberat ABPD Lamsel. Kami juga sempat bahas soal banyak kepentingan disitu. Maka kalaupun terealisasi maka harus benar-benar profesional jangan pengurusnya hanya orang dekat saja. Namun benar-benar diolah secara profesional,” tegasnya. Rencana pendirian BUMD baru itu memang kontradiktif dengan jeritan para Kades yang tunjangannya melorot. Diulurnya pembahasan dua ranperda itu boleh jadi menimbang adanya gejolak yang tengah menghangat di Lampung Selatan. Sementara Ketua Bapemperda DPRD Lamsel Andi Apriyanto mengamini bahwa Bapemperda belum mendapatkan satu jawaban yang memuaskan dari pembahasan tingkat pertama itu. Bapemperda menilai dalam study kelayakan tentang pengelolaan ATK di ruang lingkup Pemkab dengan nominal Rp 11-13 miliar terlampau kecil jika hanya mengandalkan persentase keuntungan. “Kalau ATK itu keuntungannya misal diambil 5 persen kecil itu. Artinya dengan apa yang kita lakukan untuk BUMD itu nggak nyucuk. Menjadi kelola koperasi saja kalau seperti itu,” ujar Andi. Politisi PKS ini juga menyindir bahwa prestasi BUMD belum ada namun sudah ingin mendirikan BUMD baru lagi. Maka Bapemperda ingin Pemkab memberi penjelasan konkrit, sebab pada prinsipnya keberadaan BUMD yang dapat bermanfaat bagi kerakyatan tidak ada masalah. “Tapi kalau masih menyiratkan keraguan ya untuk apa. Kalau hanya untuk menempatkan pos pos direksi untuk apa disaat pandemi seperti sekarang ini,” terangnya. Belum lagi jeritan para kades yang tunjangannya merosot. Bapemperda menganggap persoalan ini kontradiktif. Satu sisi pendirian BUMD baru menelan anggaran yang cukup banyak, sisi lainnya tunjangan kades terpangkas. “Kondisi keuangan yang sedang tak baik mengakibatkan tunjangan kades dipangkas. Kalau keuangan tak baik ngapain dikeluarkan untuk penyertaan modal, kami minta penjelasannya,” katanya lagi. Masih kata Andi pendirian BUMD itu dianggap merupakan cara lain untuk menghasilkan PAD namun sayangnya dari eksekutif belum memunculkan yang wow. Andi juga heran dengan eksekutif yang kebanyakan tak banyak bicara dalam pembahasan itu, sikap itu menyiratkan sejumlah pertanyaan besar. “Saya tangkap mungkin agak malas mikir karena masa transisi juga. Mereka mungkin khawatir kalau keras-keras nanti apa iya mereka yang melaksanakannya (BUMD.red) makanya tak banyak bicara mungkin,” terangnya. Pemkab Lamsel dalam pembahasan itu diwakili oleh Staf Ahli Bupati Bidang Ekobang dan Kemasyarakatan, Drs. Burhanuddin, M.M. dan beberapa kepala SKPD di lingkup Pemkab Lamsel. Hadir pula praktisi dan akademisi dari Perguruan Tinggi di Lampung Selatan yang juga mengulas study kelayakan BUMD tersebut. Perlu diketahui pembahasan dua ranperda itu bertepatan dengan menghangatnya kabar penurunan tunjangan kepala desa se-Kabupaten Lampung Selatan menimbulkan gejolak dan berbagai respon miring dari para Kades di kabupaten ini. Bahkan aroma demonstrasi mulai terendus usai polemik ini muncul. Penolakan pemangkasan tunjangan kepala desa yang mencapai 75 persen dari Rp 2,2 juta per bulan menjadi Rp 500 ribu perbulan akan disampaikan langsung kepada Komisi I DPRD Lampung Selatan. Ketua APDESI Kecamatan Sragi Samsul Anwar misalnya. Ia mengatakan, pemangkasan tunjangan kepala desa ini masih belum diterima oleh sepuluh kepala desa yang ada di Kecamatan Sragi. \"Sampai saat ini anggota APDESI masih menyuarakan penolakan atas perbup soal pemangakasa tunjangan kepala desa ini,\" ujar Samsul memberikan keterangan kepada Radar Lamsel, Minggu (21/2). Samsul menuturkan, APDESI menolak lantaran perbup tersebut dikeluarkan tanpa melalui sosialisasi terlebih dahulu. Selain itu pemangkasan tunjangan perangkat desa tersebut terlampau tinggi, mencapai 75 persen. \"Menurut kami perbup ini dibuat secara sepihak. Sebab tak sosialisasi sebelumnya, APDESI tak pernah di libatkan dalam pembuatan perbup ini, tau-tau sudak keluar saja perbup yang memangkas tunjangan kases sebesar 75 persen,\" terangnya. Samsul juga mengaku, dalam waktu enam hari kedepan ABDESI Lampung Selatan akan menghadap Komisi I DPRD Lampung Selatan guna membahas pemangkasan tunjangan yang mendapat penolakan dari sejumlah kades tersebut. \"Jumat kemarin penolakan ini juga sudah disampaikan ke pemkab Lamsel olah APDESI. Dalam enam hari kedepan perbub ini akan dibahas bersama Komisi I,\" ungkapnya. (ver)
Pendirian BUMD di Tengah Jeritan Kades
Selasa 23-02-2021,09:37 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :