Uang Kiriman Habis untuk Bayar Hutang, PHDI Desak Pemerintah Campur Tangan

Jumat 10-06-2016,12:05 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

Asa agar hidup lebih baik dibawa Ni Komang Ratna Anintia (32) untuk merantau jauh ke negeri orang. Namun mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Pihak keluarga hanya bisa pasrah dan berharap jasadnya segera tiba di kampung halaman. Laporan Veridial Ariyatama, SIDOMULYO MATAHARI tepat berada diatas kepala saat Radar Lamsel sengaja berkunjung ke kediaman Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Sidowaluyo Ni Komang Ratna Anintia kemarin. Sengatannya siap membakar siapa saja yang berada dikolong langit Kecamatan Sidomulyo. Situasi ini diperparah dengan infrastruktur jalan yang berlubang dan bergelombang tak berujung diwilayah itu. Namun kondisi itu tak menyurutkan Radar Lamsel datang ke kediaman pahlawan devisa yang tewas di negeri Taiwan ini. Setiba di Desa Sidowaluyo, Radar Lamsel tidak langsung menuju kerumah Ni Komang. Radar Lamsel sejenak singgah di Balai Desa Sidowaluyo untuk menunggu Kepala Desa Sidowaluyo Suhaidi. Orang nomor satu di desa itu menjadi penghubung Radar Lamsel untuk bertemu dengan keluarga Ni Komang. Omsuastiastu. Salam Radar Lamsel saat tiba dirumah berwarna cokelat muda itu. Ya, salam ini diucapkan karena Ni Komang merupakan umat sudarme. Suara lirih menjawab salam terdengar dari dalam. “Iya,” jawab Made Putri Ari (70) yang merupakan ibu korban. Made lantas mempersilahkan Radar Lamsel dan Kades Suhaidi untuk masuk. Suasana duka masih menyelimuti keluarga ini. Made Putri nampak terpukul atas kematian anaknya yang bekerja di Taiwan. Terlebih kematiannya diduga karena tindakan pembunuhan. “Kami hanya bisa pasrah dan berharap jasadnya cepat pulang,” lirih dia dengan bahasa Indonesia yang tak begitu lancar. Menurut Made Putri, anaknya pergi menjadi TKW untuk mendorong perekonomian keluarga yang sedang sulit. Karena harapan itu Ni Komang rela meninggalkan tiga orang anaknya dan suaminya. “Hampir setahun dia pergi meninggalkan tiga orang anaknya ini,” ujarnya. Menurut Made Putri, selama setahun bekerja Ni Komang pernah mengirimkan hasil dari jerih payahnya di negeri orang. Namun Made tak menapik bahwa apa yang dikirimkannya ke kampung halaman habis untuk bayar hutang. “Selama bekerja sempat mengirim Rp 25 Juta. Tapi semuanya habis untuk bayar hutang,” ungkap dia. Dimata Made Putri, Ni Komang merupakan sosok pahlawan keluarga. Sebab dia menjadi tulang punggung kehidupan keluarganya didesa. “Sifatnya pendiam saya benar-benar kehilangan,” ungkap dia. Made Sudastra (33) suami korban juga nampak terpukul. Kendati demikian ia sempat berfirasat mengenai kepergian isterinya, Ni Komang. “Sebelum kematiannya, saya sering mimpi bertemu dia,” ungkapnya. Tak hanya itu, Sudastra juga mengaku tanda-tanda lainnya yang terjadi dikehidupannya adalah sikap dua anaknya yang rewel menanyakan ibunya. “Anak-anak juga rewel nanyain ibunya,” ungkap buruh tani ini. Sudastra sendiri mengaku masih penasaran apa yang menjadi penyebab isterinya tewas di negeri orang. Apakah benar penyebabnya kematiannya karena pembunuhan atau kecelakaan masih menjadi pertanyaan. “Kami disini sekeluarga belum tenang jika jasadnya belum tiba ditanah air, dan tentuya sangat mengharapkan apa saja yang bisa membantu untuk memulangkan jenazah Ni Komang,” imbuihnya. Sementara itu Ketua Parisade Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kecamatan Sidomulyo I Wayan Gunawan mendesak agar pemerintah turun tangan mengenai kejadian tersebut. “Kami harap, pemerintah melalui Dinas terkait dapat membantu proses pemulangan jenazah. Jangan dibiarkan berlama-lama,” harapnya. Dia juga mendorong pihak Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang memberangkatkannya agar membantu proses tersebut. Termasuk menyelesaikan apa yang sudah menjadi hak-hak korban untuk membantu keluarga yang ditinggalkan. “Kami sangat berharap kepada pemerintah maupun perusahaan terkait agar dapat membantu proses pemulangan jenazah. Karena hingga saat ini belum jelas mengenai pemulangannya ke tanah air,” pungkasnya. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait