Setiap orang mungkin pernah punya pengalaman yang kurang menyenangkan dengan polisi. Tak terkecuali Nahal Rizaq, penyandang gelar Adhi Makayasa 2016. Dia juga pernah terjaring razia yang membuatnya kesal. Seperti apa? Laporan Idho Mai Saputra, KALIANDA NAHAL RIZAQ ingat betul pengalaman itu. Motornya pernah digebrak oleh seorang polisi di Bandarlampung. Saat itu dia terjaring razia kelengkapan surat menyurat disalah satu ruas jalan protokol kota. Sadar tak bisa mengelak Nahal pun menghentikan sepeda motornya. “Saat itu saya sempat bingung. Padahal sudah pakai helm,” kenang Nahal kepada Radar Lamsel dikedimannya orangtuanya, di Gg. Pahlawan, Lingkungan Karang Agung, Kelurahan Way Urang, Kecamatan Kalianda. Saat itu dia menilai sosok polisi yang melakukan razia tidak mengedepankan sopan santun. Alhasil kebencian Nahal terhadap polisi dikala kecil kian bertambah saat remaja. “Kalau tidak salah waktu itu masih SMA kelas I. Saya pernah terazia. Lalu, motor saya di gebrak sama petugas. Kesal sekali rasanya. Saya berpikir kenapa kok ada petugas yang seperti itu? Padahal waktu itu saya hanya diam saja. Bukan berniat untuk kabur. Ini jadi pengalaman saya,” kata lulusan SMP Al-Kautsar Bandarlampung itu. Setelah diperiksa Nahal dipersilahkan untuk pergi. Itu lantaran surat-surat kendaraan yang dibawanya lengkap. Kendati demikian pengalaman itu terus membekas dipikiran Nahal. Bahkan sampai Nahal diterima di Akademi Kepolisian (Akpol). Setelah bersekolah di Akpol Nahal barulah sadar jika tindakan aparat kepolisian yang tidak sopan dan santun saat menjalankan tugas negara tidak pernah diajarkan di kepolisian. Menurut Nahal, aparat penegak hukum tidak pernah diajarkan untuk bertindak yang tidak sopan dan tidak santun terlebih arogan sebagai pelayan masyarakat. Kalaupun ada tindakan yang demikian terjadi dilapangan hal itu merupakan kegagalan mental yang ada pada diri aparat tertentu. “Jadi tidak bisa dipukul rata semua polisi bermental demikian. Sebab, selama pendidikan di Akpol tidak ada pendidikan yang seperti itu (tidak sopan santun). Polisi tidak diajarkan untuk menakuti masyarakat. Tetapi, polisi diajarkan untuk menegakkan aturan dengan mengayomi dan melindungi masyarakat,” imbuhnya. Karena hal itu Nahal bertekad untuk bersikap mengayomi dalam menegakkan aturan di negara ini. Pengalamannya saat remaja menjadi pelajaran berharga untuk tidak kembali terulang terhadap orang lain. “Pengalaman itu menjadi benteng diri. Memperlakukan orang sebagaimana kita ingin diperlakukan. Termasuk dalam menegakkan aturan,” ungkap Nahal. Saat lebaran Nahal memang menunjukan sikap mengayomi dikampung halaman. Meski menyandang predikat lulusan terbaik Nahal kini tetap rendah diri. Satu persatu rumah yang ada dilingkungan tempatnya besar tak luput dari kunjungan silaturahminya. Menurut dia aksi yang dilakukan tersebut bukan pecitraan polisi. Selain sebagai manusia biasa yang penuh khilaf dan salah, aksinya berkeliling lingkungan merupakan kebiasaannya sejak kecil. Apalagi saat ini dia mengaku membutuhkan do’a masyarakat dilingkungannya agar dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawab sebagai aparat penegak hukum dengan sebaik-baiknya. “Saya juga kan manusia biasa. Saya mau minta do’a masyarakat yang ada dilingkungan rumah untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik. Terimakasih untuk keluarga, teman, kerabat dan seluruh dosen pembimbing di Akpol yang telah menjadikan saya seperti sekarang,” pungkas Nahal. (bersambung)
Pernah Terjaring Razia Surat Kendaraan, Kesal Dengan Polisi yang Menggebrak Motor
Selasa 12-07-2016,00:00 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :