LPSK Soroti Keputusan Hakim, Dukung JPU Ajukan Banding

Senin 09-05-2022,09:05 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

KALIANDA - Wakil Ketua LPSK RI, Dr. iur. Antonius Ps. Wibowo, S.H.,M.H turut menyoroti keputusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Kalianda terhadap perkara nomor 35 Pidsus 2022 Kla. Antonius menilai putusan hakim tersebut tidak sesuai dengan Pasal 82 Jo 76 E UU No. 35/2014. \"Karena hukuman yang dijatuhkan pada pelaku kurang dari 5 tahun,\" ujarnya saat dihubungi Radar Lamsel, Minggu (8/5/2022). Antonius juga mendukung keputusan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mengajukan banding. Menurut Antonius, alasan JPU sudah pas dan sesuai dengan penilaiannya. Oleh karena itu, putusan tersebut perlu dikritik oleh berbagai pihak, termasuk media massa supaya JPU tergerak untuk mengajukan banding. \"Mumpung masih ada kesempatan. Yang jelas, hukuman segitu (5 tahun) terlalu ringan karena di bawah ketentuan sanksi minimal yang diatur dalam Pasal 82 Jo 76E UU no 35/2014,\" katanya. Dia berharap JPU juga dapat berkoordinasi dengan LPSK untuk mengajukan restitusi bagi korban berdasarkan Perma No. 1/2022. Dengan koordinasi tersebut, lanjut Antonius, LPSK akan menghitung nilai restitusi/ganti kerugian untuk korban. Seperti yang telah dilakukan sebelum-sebelumnya. Sebelumnya, Direktur LPHPA (Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak) Provinsi Lampung, Toni Fisher, juga memiliki pandangan yang sama dengan LPSK. Toni mengatakan dari perspektif Undang-Undang, dan juga sebagai pemerhati hak anak, keputusan hakim tersebut sangat melukai hak-hak korban dan keluarganya. Selain itu keputusan hakim tersebut juga tidak sesuai dengan amanah Undang-Undang Perlindungan Anak. Toni pun sangat mendukung pihak kejaksaan untuk melakukan banding atas putusan hakim tersebut, dan berharap kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan untuk juga memantau kasus ini, agar menjadi perhatian. Mengenai alasan yang membuat majelis hakim memberikan hukuman 3 tahun penjara kepada para terdakwa, Toni tidak bisa menerimanya. Dia mengaku sangat prihatin dengan hal ini. Seharusnya, kata Toni, majelis hakim juga mempertimbangkan banyaknya jumlah pelakunya. \"Dan pelakunya bukan anak-anak. Sebagai pembanding pada kasus pidana umum pengeroyokan saja tuntutannya minimal 5 tahun. Ini kasus anak yang menjadi korban dengan undang-undang yang Lex specialis,\" katanya. (rnd)

Tags :
Kategori :

Terkait