PALAS – Selisih nominal ketetapan pajak pada surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) dengan sistem aplikasi penyetoran pajak hingga saat ini masih jadi polemik. Akibat adanya kesalahan sistem aplikasi ini desa merasa dilema dan terhimpit. Bahkan secara tegas para penagih pajak di desa memilih tidak menagih warganya lagi atas kesalahan sistem tersebut. Desa Palas Jaya, Kecamatan Palas, satu diantaranya. Aparat desa disana bahkan memilih tidak melakukan penyetoran hasil penarikan pajak daripada diharuskan menagih ulang warganya. Kepala Desa Palas Jaya, Sugi Arto mengatakan, selisih nominal ketetapan pajak ini diketahui pada saat pihaknya melakukan penyetoran hasil penarikan pajak.
“Iya kita tahu kalau ada selisih saat melakukan penyetoran di bank. Yang tadinya di SPPT jumlah tagihan hanya Rp 30 ribu, tapi pada saat penyetoran di aplikasi nominalnya naik menjadi Rp 70 ribu,” kata Sugi Arto memberikan keterangan kepada Radar Lamsel, Selasa (6/9) kemarin.Ia mengungkapkan, sejauh ini sudah pihaknya telah melakukan penagihan pajak sebanyak 252 lembar SPPT dimana diketahui sebanyak 35 lembar SPPT terdapat selisih nominal ketetapan pajak pada aplikasi penyetoran.
“Kalau kita menyesuaikan SPPT 35 lembar SPPT ini hanya sekitar Rp 2 juta. Tapi saat setor jumlahnya malah menjadi Rp 2,7 juta. Ada selisih Rp 700 ribu,” sambungnya.Adanya selisih ketetapan nominal pajak ini membuat pihaknya enggan melakukan penyetoran hasil penarikan pajak. Selain itu pihaknya tak mau melakukan penagihan ulang kepada masyarakat.
“Siapa yang mau nombok kalau ada selisih lagi. Sementara kita mau melakukan penarikan ulang kepada masyarakat kan enggak mungkin. Nanti timbul pertanyaan dari masyarakat,” tuturnya.Suara sumbang pun bermunculan, kemunculan itu barang tentu dari si wajib pajak yang enggan jika diharuskan membayar lagi. Musababnya, mereka yang sudah membayar terlanjur yakin bahwa kewajiban mereka sebagai wajib pajak telah tuntas ketika si penagih datang dan menerima setoran pajak.
“ Kalau sudah dibayar dan nggak ada keterangan berarti bukan salah warga lagi, kecuali dijelaskan kalau ada kenaikan saat penagihan. Lah yang salah disana, kok melimpahkan lagi ke masyarakat yang tidak tahu-menahu urusan kenaikan segala macamnya itu,” celetuk wajib pajak yang mengaku ogah bayar jika ditagih lagi.Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Kecamatan Palas – Way Panji Rusli menuturkan, hal ini terjadi disebabkan adanya sistem eror pada aplikasi.
“Selesih nominal ketetapan pajak di SPPT dan Aplikasi ini akibat sistem eror. Namun kesalahan sepertu tidak banya terjadi di Palas, masih jauh di bawah 10 persen,” terangnya.Pihaknya juga mengimbau petugas penarikan pajak, tetap melakukan penarikan ulang kepada masyarakat.
“Desa harus melakukan perbaikan SPPT di BPPRD, supaya nominal di SPPT sesuai di dalam aplikasi agar bisa melakukan penarikan ulang kepada masyarakat,” pungkasnya.Hal semacam ini bukan yang pertama kali, sebelumnya penarikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) nampaknya tak hanya bermasalah pada objek pajak yang tak sesuai dengan nominal pajak, atau tak memiliki objek pajak saja. Banyak masalah pada proses penarikan pajak PBB tahun ini juga bermasalah pada penyetoran hasil penarikan pajak yang mengalami peningkatan nominal. Di Desa Baktirasa Kecamatan Palas misalnya, penarikan nominal pajak yang hanya sebesar Rp 30.000 meningkat dua kali lipat lebih pada saat penyetoran yang dilakukan di BANK Lampung. Sekretaris Desa Bakti Rasa Jajang Supriyatna mengaku, meningkatnya nominal pajak ini di ketahui pada saat penyetoran pajak dengan sistem biling yang dilakukan di Bank Lampung.
“Ya kita tahu ada kenaikan nominal pajak ini pada saat menyetorkan hasil penarikan dari warga. Yang tadinya kita menagih sesuai SPPT hanya sebesar Rp 30 ribu, tapi pas setornya yang harus dibayarkan menjadi Rp 70 ribu,” kata Jajang memberikan keterangan kepada Radar Lamsel.Jajang mengungkapkan, peningkatan nominal pajak ini tentu membuat petugas penarikan pajak desa dibuat bingung. Sebabnya petugas pajak tak mungkin melakukan penarikan ulang.
“Katanya sih ada bermasalah pada sistem. Tapi kalau seperti ini kita juga bingung, karena kita enggak mungkin melakukan penagihan lagi kepada warga, sementara desa juga enggak sanggup kalau mau menutupi kekurangan nominal pajaknya,” ungkapnya.Tak hanya itu saja, pada tahun ini nominal penarikan pajak juga tidak sesuai dengan objek pajak yang ada di lapangan.
“Ada dua dusun yang tertukar, dusun yang letaknya berada dipedalaman jadi wilayah perkotaan, sementara yang diperkotaan jadi pedesaan. Otomatis nominal pajaknya berubah, tidak sesuai yang di wilayah perdesaan nominalnya tinggi, sementara di perkotaan nominalnya turun,” sambungnya.Sementara itu Kepala UPT Pelayanan Pajak Kecamatan Ketapang – Sragi, Sri Eliati mengungkapkan, peningkatan nominal pajak ini terjadi lantaran adanya perubahan zona nilai tanah serta penyetaraan dan penyesuaian.
“Hal ini karena ada perbuhan zona nilai tanah untuk penyetaraan dan penyesuaian. Tapi karena sistem ini baru jadi pada SPPT masih tertera nominal yang lama,” ungkapnya.Ia juga mengaku kasus peningkatan nominal pajak PBB pada saat penyetoran hasil penarikan ini masih dibawah 10 persen. Ia juga mengimbau kesalahan sistem ini tak perlu dirisaukan oleh petugas penarikan pajak yang ada di desa.
“Sedikit itu, masih dibawah 10 persen. Tak perlu dirisaukan, sebab nominal pajak yang diberlakukan sesuai dengan yang ada di SPPT,” pungkasnya. (vid)