RADARLAMSEL.COM – Ekspansi PT Wilmar Padi Indonesia kini semakin tak terbendung. Persaingan harga yang tak sepadan membuat para pemilik pabrik kecil kesulitan mendapat gabah petani. Ekspansi yang terus meluas juga membuat harga gabah di Lampung Selatan terus meroket. Saat ini saja, harga gabah sudah diangka Rp 5.600 per kilogram.
Riyan Suryanto (45) salah satu pengusaha pabrik kecil di Sidomulyo mengatakan, ekspansi perusahan raksasa ini sudah berlangsung selama dua musim panen belakangan. Dampaknya pemilik pabrik kecil sulit mendapat pasokan gabah dari petani.
“Yang kita rasakan sebagai pabrik kecil sangat kesulitan mendapatkan pasokan gabah. Selama dua musim panen ini saja, kawan-kawan pabrik kecil sulit dapat gabah karena harga terlalu tinggi,” kata Riyan kepada Radar Lamsel, Rabu (10/5) kemarin.
Riyan mengungkapkan, pada musim panen rendeng ini harga gabah tingkat petani juga terus melambung, saat ini harga gabah diangka Rp 5.600 per kilogram. Sementara Wilmar berani memberikan harga lebih tinggi kepada petani.BACA JUGA:Alfi Husni, Caleg Dari Partai Nasdem Siap Hadapi Pertarungan Panas
Perang harga yang telah berlangsung selama dua musim panen ini membuat pabrik kecil lesu, bahkan terancam gulung tikar.
“Sekarang kita kalau beli gabah 5.600 sudah tidak dapat untung, karena harga beras medium itu cuma 9.950. Sementara Wilmar saat ini berani beli gabah dari petani dengan harga Rp 5.900,” ungkap Riyan.
Padahal pabrik kecil ini telah lama menjadi sumbu perekonomian masyarakat lantaran menyerap tenaga kerja. Riyan sendiri mengaku, tak kurang dari 10 orang yang bekerja di pabriknya.
“Kita pabrik kecil ini memberi lapangan kerja juga untuk warga. Tapi kalau kondisinya seperti ini, saya mau kasih makan apa untuk kariawan pabrik,” sambungnya.
Bersama pemilik barik lain, Riyan juga berharap pemerintah juga dapat menerapkan Perda Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Distribusi Gabah. Aspirasi ini juga akan disuarakan melalui paguyuban pengusaha pabrik padi di Lampung Selatan.
“Hingga saat ini perda distribusi gabah masih beku, tidak berjalan. Gabah masih keluar dari Lampung. Seharusnya pemerintah bisa mendorong wilmar supaya bisa menjalin kerjasama dengan pabrik kecil,” ungkapnya.
Di tempat terpisah, Ali Hidayat (35) salah satu pemilik pabrik di wilayah Palas juga tak menipis dampak ekspansi Wilmar selama dua musim panen belakangan ini. Pada musim panen rendeng saat ini Ali masih kesulitan mendapatkan gabah dari petani.
“Sekarang sangat susah dapat gabah. Kita pabrik bertahan diangka Rp 5.600 sementara Wilmar berani kasih harga lebih tinggi, jelas saja petani memilih menjual petani ke wilmar,” pungkasnya. (vid)