Sejarah Hari Keluarga Nasional
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ternyata tidak serta merta menjadikan Indonesia bisa membangun sesuai cita-cita para Pendiri Bangsa.
Bangsa Indonesia tetap harus berjuang. Negara meminta warga untuk turut ambil bagian dalam perjuangan bersenjata.
Perjuangan itu tidaklah mudah dan murah. Bahkan para pejuang kemerdekaan saat itu harus rela mengorbankan nyawa, harta, dan berpisah dengan keluarga demi mencapai cita-cita kemerdekaan.
Baru pada 22 Juni 1949, Belanda menyerahkan secara utuh kedaulatan Bangsa Indonesia.
Para pejuang yang gugur kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan dimakamkan dengan atau tanpa dikenali.
Para pejuang yang selamat kembali berkumpul kepada keluarganya, setelah sekian lama terpisah selama masa perjuangan.
Momen kembali berkumpulnya para pejuang dengan keluarga pada 29 Juni 1949 ini yang dijadikan peringatan sebagai Hari Keluarga Nasional.
Perjuangan membangun bangsa Indonesia dan membangun keluarga adalah satu nafas kehidupan. Membangun keluarga berarti juga membangun bangsa.
Peringatan Hari Keluarga merupakan upaya mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia, betapa pentingnya suatu keluarga.
Keluarga mempunyai peranan dalam upaya memantapkan ketahanan nasional dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dari keluargalah kekuatan dalam pembangunan suatu bangsa akan muncul.
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 39 Tahun 2014 tentang Hari Keluarga Nasional ditetapkan tanggal 29 Juni sebagai Hari Keluarga Nasional dan bukan merupakan hari libur.
Prof. Dr. Haryono Suyono merupakan penggagas Hari Keluarga Nasional.
Saat itu Prof. Haryono Suyono merupakan Ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di era Presiden Soeharto.
(Kini lembaga pemerintah itu berubah menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dengan akronim tetap BKKBN dan dipimpin dr. Hasto Wardoyo).