KALIANDA, RADARLAMSEL.DISWAY.ID - Kejaksaan Negeri Lampung Selatan (Kejari Lamsel) masih berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Lampung, untuk menghitung kerugian negara atas dugaan kasus korupsi dana KUR BNI Cabang Sidomulyo.
Kasus tersebut menjadi fokus Kejari Lamsel karena penyaluran KUR di bank yang tergabung dengan BUMN itu tidak sesuai data yang ada. Korps Adhyaksa akan terus menyelidiki kasus tersebut. Bahkan sampai kemungkinan pada pengembangan untuk mencari korban lain.
"Tentu kami akan cari, mungkin masih ada laporan dari pihak atau dari desa lain yang turut dirugikan," ujar Kajari Lamsel, Dwi Astuti Beniyati, S.H.,M.H. kepada Radar Lamsel, Minggu (23/7/2023).
Diberitakan sebelumnya, Kejari Lamsel berhasil mengendus dugaan tindak pidana korupsi penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR) di Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Sidomulyo. Itu terkuak atas dasar surat perintah penyelidikan Kajari Lamsel Nomor: PRINT - 02/L.8.11/Fd.1/06/2023 tanggal 23 Mei 2023.
BACA JUGA:Tindak Tegas, Juru Parkir Nunggak Setoran Terancam Dicabut SK
Posisi kasus tersebut terjadi pada tahun lalu, tepatnya di periode bulan Juli - Desember 2022. Waktu itu beberapa anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Bandardalam, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan, mendapatkan bantuan dana KUR Tani dari KCP BNI Cabang Pembantu Sidomulyo.
Bantuan tersebut terbilang lumayan dengan platform pinjaman maksimal Rp50 juta dengan suku bunga 6 % (tanpa anggunan). Dalam hal pengurusan administrasi, sebanyak 47 petani mengajukan pinjaman terhadap dana KUR tersebut dikelola, dan difasilitasi oleh salah satu pengurus Gapoktan Desa Bandardalam.
Total penyaluran bantuan dana untuk 47 petani itu mencapai nilai sebesar Rp 2.171.282.106, dan terdapat kredit macet sebanyak 36 petani dengan jumlah total sebesar Rp1 miliar lebih. Pihak Kejari Lamsel menyebut bahwa 36 petani itu sudah memberikan keterangan.
Modus operandi yang ditemukan oleh Pengacara Negara adalah, bahwa pengajuan pinjaman KUR Tani tidak dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. Contohnya dengan menggunakan data anggota Gapoktan yang disalahgunakan. Ada beberapa petani yang tidak mengajukan pinjaman dana KUR, namun pinjaman tersebut dicairkan.
Selain hal itu, kejaksaan juga mencium modus lain. Beberapa petani memang ada yang mengajukan pinjaman dana KUR, tetapi para petani tidak mengelola uang tersebut secara langsung. Astuti mengungkap bahwa uang yang didapat petani malah dikelola dan dikuasai oleh oknum pengurus Gapoktan.
"Potensi kerugian negara di atas Rp1 miliar. Kami sudah menindaklanjuti kasus ini dengan memeriksa saksi-saksi," ujar Astuti. (rnd)