Distamben Harus Bertanggungjawab

Jumat 07-10-2016,09:10 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

KALIANDA – Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Lampung Selatan diminta untuk tidak mengkambing hitamkan pengalihan kewenangan urusan pertambangan dari kabupaten/kota ke pemerintah provinsi sesuai amanat UU Pemda baru. Sebab, kerusakan lingkungan dan ketidaktaatan sejumlah perusahaan pertambangan di Kecamatan Katibung sudah berlangsung lama sebelum UU Pemda yang baru diterbitkan pada tahun 2014. Distamben Lamsel yang notabennya merupakan satuan kerja yang membidangi urusan pertambangan harus bertanggungjawab atas bebasnya perusahaan mengangkangi UU Minerba dengan tidak melakukan reklamasi pasca kegiatan tambang yang dilakukan. “Lucu juga ya, kalau Distamben mengkambing hitamkan urusan peralihan kewenangan mengenai banyaknya bekas tambang yang tidak direklamasi. Yang menjadi pertanyaan, apakah lubang-lubang tambang itu ada setahun terakhir ini?,” sindir Direktur LBH Kalianda Muhammad Husni kepada Radar Lamsel di kantornya di Kalianda, kemarin. Husni menilai Distamben Lamsel hanya mencari-cari alibi yang disampaikan kepada publik mengenai fakta akan banyaknya perusahaan tambang yang tidak menjalankan UU No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu-bara (Minerba). Yaitu tidak melakukan reklamasi atau penimbunan bekas tambang. “Publik sekarang ini tidak bodoh. Mereka bisa menilai. Saya mau tanya, operasional perusahaan itu sudah berapa lama di Lamsel? Nah, selama itu mereka (Distamben) kemana? Memangnya lubang besar bekas tambang itu terjadi dalam satu malam?,” ujar dia. Selama ini, lanjut Husni, pembiaran atas lubang bekas tambang itu diduga sudah berlangsung lama. Bahkan, jika tidak terjadi peristiwa tenggelamnya warga Desa Sukajaya, Kecamatan Katibung dilubang bekas tambang, pelanggaran ini bisa jadi tetap dingin. “Kasus kematian warga Sukajaya itu menguak bobrok para penambang,” ungkap dia. Dia meminta Pemkab Lamsel mengambil langkah konkret atas persoalan pelanggaran UU Minerba yang terjadi di Kabupaten Lampung Selatan. Terlebih, kata dia, persoalan ketidaktaatan terhadap aturan ini bisa jadi tidak hanya berlangsung di Kecamatan Katibung. “Kalau longgar seperti ini, semua perusahaan tambang boleh jadi melakukan pelanggaran. Perlu langkah-langkah konkret yang komprehensif menyikapi persoalan ini. Bukan hanya disidak dan didesak untuk menutup lubang. Sebab, dalam hal ini sudah terjadi pelanggaran, masak diam saja,” sindir dia lagi. Sebelumnya kasus kematian Abu Sofyan (10), bocah sekolah dasar yang tewas setelah tenggelam dilubang bekas pertambangan batu di Dusun Siring Babaran, Desa Sukajaya, Kecamatan Katibung, menguak fakta yang cukup menarik. Lubang bekas tambang yang menjadi penyebab kematian siswa kelas IV SDN 1 Sukajaya itu ternyata tak hanya terdapat diareal wilayah kerja pertambangan (WKP) PT. Sumber Batu Jaya (SBJ), melainkan sejumlah perusahaan tambang batu diwilayah setempat juga masih meninggalkan lubang-lubang besar yang saat ini sudah digenangi air. Padahal sesuai UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu-bara (Minerba) bekas tambang yang dilakukan para pemegang IUP maupun IUPK harus direklamasi. Informasi yang dihimpun Radar Lamsel, setidaknya ada empat perusahaan tambang selain PT. SBJ yang tidak menjalankan amanah UU Minerba tersebut. Antara lain PT. Sumber Batu Berkah (SBB), CV. Waylunik Jaya, dan Bumi Rahayu. Banyaknya lubang bekas tambang itu diakui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Lampung Selatan Ir. Sujak Prawiranegara karena minim pengawasan. Bahkan mantan Sekretaris Distamben ini blak-blakan selama satu tahun terakhir satuan kerjanya tak sama sekali melakukan pengawasan. Itu lantaran adanya pengalihan urusan pertambangan dari kabupaten/kota ke Pemprov Lampung sesuai amanah UU Pemerintahan Daerah yang baru. “Bukan minim, kami akui malah tidak pernah. Ini karena amanah UU pemerintah daerah yang baru,” ungkap Sujak kepada Radar Lamsel saat dimintai keterangan mengenai pengawasan Distamben. (edw)  

Tags :
Kategori :

Terkait