WAYSULAN – Gorong – gorong langganan ambruk yang berada di Desa Pamulihan, Kecamatan Way Sulan kembali rusak parah. Usai dihantam hujan deras pada malam pergantian tahun (31/12), kondisi jalur penghubung Kecamatan Way Sulan – Candipuro itu kini putus total.
Selama Desember tahun lalu, gorong-gorong itu terhitung sudah tiga kali mengalami kerusakan. Berbeda dengan sebelumnya, kerusakan kali ini menghanyutkan pondasi dan menggerus tanah, bahkan hotmix senilai Rp 1.785.610.000,- yang baru dirampungkan pengerjaannya oleh CV. Gunung Emas Rajabasa pada akhir 2017 silam ikut terkena imbasnya.
Kepala Desa Pamulihan Saparudin mengatakan, bahwa kondisi jembatan itu saat ini putus total. Hanya dua bilah papan penyangga yang dipasang untuk memudahkan penyeberangan kendaraan bermotor. “Itupun kendaraannya mesti digiring saja, kalau dinaiki dikhawatirkan pengendara terjatuh,” ujar Saparudin kepada Radar Lamsel, Senin (1/1) kemarin.
Saparudin melanjutkan, ada opsi perbaikan dengan cara gotong-royong. Opsi itu diyakini dapat meminimalisir melebarnya kerusakan jalan akibat banjir. “Kami sedang mengupayakan diadakan penggeseran agak kekiri dari arah Way Sulan. Itu menghindari penggerusan tanah yang sudah memakan badan jalan,” ucapnya.
Kerusakan yang berulang-ulang ini, lanjutnya, sangat menyulitkan warga. Terlebih akses itu merupakan akses penghubung kecamatan yang berdiri diatas jalan milik kabupaten.
“Jujur kami kesulitan, sekaligus menyayangkan. Sebab jalur ini baru dapat perbaikan APBD 2017 namun seperti sia-sia karena tak dapat digunakan,” sebut dia.
Lebih lanjut orang nomor satu di Pamulihan ini menginstruksikan agar kiranya pengendara dari dua arah dapat mengambil jalur lain. Sebab kata sangat tidak memungkinkan melintas dijalur tersebut.
“Saran kami sebelum warga bersama aparat melakukan gotong-royong pengendara lebih baik memilih jalur alternatif untuk menghindari bahaya saat melintas digorong-gorong itu,” ungkapnya.
Sementara Suhaimi (40) warga Desa Pamulihan menuturkan, prediksi akan putusnya akses dua kecamatan itu benar adanya. Itu dilihat dari kontur tanah dan bangunan yang kurang memadai sehingga memudahkan banjir menyeret bangunan gorong-gorong.
“Bukan hanya karena air, faktor puing bangunan juga memicu putusnya akses. Karena saat air hujan datang bangunan atau sampah yang hanyut menabrak gorong-gorong sampai memutus akses,” sebut Suhaimi.
Suhaimi mengaku belum mengetahui bila gorong-gorong yang berada di desanya itu akan mendapat perbaikan permanen ditahun ini. Ia menyarankan agar pemerintah punya inisiatif untuk membereskan persoalan ini. “Ya kalau belum diperbaiki saat ini berarti belum pasti, lalu mana yang namanya inisiatif itu tadi?,” ujarnya melempar pertanyaan. (ver)