Oleh : Edwin Apriandi PEKAN lalu saya dirawat di RSUD Bob Bazar. Saya didiagnosa gejala tifus dan demam. Selama tiga hari saya dirawat di ruang VIP Tulip rumah sakit pelat merah ‘kebanggaan’ masyarakat Lampung Selatan ini. Selama tiga hari itu saya bisa merasakan atmosfer perubahan pelayanan mendasar di RSUD. Padahal sejak bertahun-tahun lalu, RSUD ini kerap dikeluhkan. Khususnya dalam hal pelayanan mendasar kesehatan. Sejak itu pula pemberitaan media khususnya di Harian Radar Lamsel selalu mengkritisi pelayanan yang tak maksimal dari RSUD. Tujuannya agar ada peningkatan pelayanan yang dilakukan managemen secara keseluruhan. Alhamdulillah, kini pelayanan itu mulai bisa dirasakan. Setidaknya saya sendiri yang bisa merasakannya saat dirawat di RSUD ‘kebanggaan’ masyarakat Lampung Selatan itu. Kini saya pun tak sungkan untuk menulis kata ‘kebanggaan’ terhadap RSUD yang kini dipimpin dr. Diah Anjarini itu. Selain karena merupakan satu-satunya rumah sakit yang ada dimiliki Pemkab Lamsel, RSUD Bob Bazar juga terus berusaha untuk meningkatkan pelayanan kepada publik. Usaha untuk terus meningkatkan pelayanan bukan hanya sekedar retorika yang berhenti diwacana. Sebab, RSUD telah membuktikan diri bahwa kerja keras dalam upaya peningkatan pelayanan itu diganjar oleh pemberian akreditasi paripurna. Menariknya akreditasi paripurna yang diberikan oleh tim independen dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Indonesia itu diraih berbarengan dengan saya dirawat. Jadi, saya juga bisa merasakan atmosfer kebahagiaan seluruh perawat dan tenaga medis serta para staff di RSUD ini atas kerja keras mereka. Ibarat kata, akreditasi ini merupakan penyematan tanda bintang pelayanan rumah sakit. Jika dianalogikan dalam bentuk aplikasi android adalah pemberian bintang lima yang diberikan user terhadap aplikasi yang didownload. Bintang lima ini memang diburu oleh RSUD Bob Bazar. Jangankan managemen RSUD, para pegiat ojek online saja memburu para pelanggannya untuk memberikan penilaian bintang lima terhadap para pengojek online. Konsekuensi atas diraihnya akreditasi paripurna itu RSUD Bob Bazar bisa sejajar dengan rumah sakit yang ada di Provinsi Lampung. Disisi lain jajaran RSUD harus bekerja keras untuk mempertahankan predikat tersebut. Upaya untuk mempertahankan prestasi itu memang sudah saya rasakan. Kini tidak ada lagi ruang tidur bagi para perawat yang menjaga pasien pada malam hari. Mereka harus standby selama bertugas. Terlepas dari semua itu pelayanan di RSUD Bob Bazar memang sudah bertransformasi kearah yang positif. Sejak saya masuk ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) pencermatan saya tak lengah meski kondisi badan sedang lemas. Kebersihan nampak terjaga. Pelayanan cepat langsung dilakukan para dokter di ruang itu. Saya ingat, dr. Yanni Widyawati dan sejumlah tenaga medis yang menangani saya. Bahkan, saya dilarang untuk berjalan meski saya masih kuat berjalan saat menuju ruang rawat inap. “Nggak boleh jalan. Harus pakai kursi,” begitu kata dr. Yanni saat itu. Setiba diruang rawat, saya juga tak luput mencermati lingkungan diruangan VIP Tulip. Sebab, dahulu ada sebuah ukuran yang menjadi keniscayaan publik terhadap fasilitas di RSUD. Yaitu fasilitas perawatan di ruang VIP saja berantakan, apalagi di kelas III, II dan I. Tetapi kini kondisi itu terbantah. Kebersihan terjaga, kamar mandi bersih, dan air yang cukup bersih. Tentu air conditioner (AC) menyala yang cukup menyejukkan seisi ruangan. Beberapa sahabat saya yang menjenguk dari kalangan media bahkan mempertanyakan mengenai apakah ada keluhan atas fasilitas perawatan. “Tidak ada,” jawab saya. Intuisi seorang jurnalis memang selalu peka terhadap lingkungan. Dimana saja tempatnya, mereka akan selalu melihat, mendengar dan menyampaikan. Tak terkecuali sedang dalam keadaan sakit. Bahkan, Wakil Bupati Lamsel Nanang Ermanto dan Ketua DPD PAN Lamsel Ahmat Fitoni yang menyempatkan diri untuk menjenguk saya, juga meminta agar saya bisa merasakan secara langsung pelayanan yang dilakukan jajaran RSUD. “Ya, itung-itung jadi pengawas eksternal-lah. Supaya pelayanan bisa terus ditingkatkan,” kata Ketua DPD PAN Ahmat Fitoni sambil tersenyum lebar. Saya juga menilai konsistensi dalam upaya pembenahan pelayanan di RSUD juga patut diapresiasi. Setidaknya para pegawai di RSUD Bob Bazar tak bergeming tatkala ada pihak-pihak yang mencoba untuk melanggar aturan-aturan baku yang sudah diberlakukan pihak managemen. Semisal ruang gerak para perokok. Jika ada yang merokok, peringatan keras langsung dilontarkan melalui alat pengeras suara. Setidaknya hal ini kerap saya dengar dari dalam ruang rawat. Begitu juga mengenai aturan jam besuk pasien. Para penjenguk pasien tidak diperbolehkan menjenguk pasien diluar jam besuk yang telah ditetapkan. Keluarga saya mengalami hal ini meski pada akhirnya mereka bisa memakluminya dan menunggu hingga jam besuk dibuka. Situasi ini membuat RSUD lebih teratur dan tertib. Tidak ada lagi penumpukan orang dilorong-lorong rumah sakit seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Termasuk bebasnya para pedagang yang berjualan disekitar ruang-ruang perawatan. Kalaupun masih ada kekurangan, saya berharap bisa secepatnya dibenahi. Agar keluhan yang datang dari pasien merupakan keluhan atas penyakit yang merka derita, bukan keluhan atas pelayanan buruk pihak RSUD. Saya juga harus mengakui, dahulu saya sangat tidak bisa membuat laporan pemberitaan yang positif terhadap RSUD Bob Bazar. Tetapi kini saya tergugah untuk memberikan apresiasi atas apa yang telah dilakukan RSUD Bob Bazar dalam upaya meningkatkan pelayanan. Tiga hari di RSUD memang membuat saya nyaman. Meski senyaman-nyamannya dirawat di RSUD, tentu lebih nyaman tinggal dirumah. Namun begitu, setidaknya istilah rumah sakit adalah rumah yang membuat orang sakit menjadi sembuh, bukan menambah orang menjadi sakit boleh jadi lenyap atas komitmen seluruh jajaran RSUD Bob Bazar untuk terus memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tentunya dengan sepenuh hati dan keikhlasan. Saya meyakini komitmen dalam pembenahan pelayanan ini datang dari pemimpin Kabupaten yaitu Bupati H. Zainudin Hasan dan Wakil Bupati Nanang Ermanto. Kendati begitu, misi ini harus didukung dan mampu dijabarkan dengan cepat, tepat dan efektif oleh seorang pemimpin di RSUD. Sosok Direktur RSUD dr. Bob Bazar dr. Diah Anjarini-lah yang mentransformasi perubahan pelayanan secara cepat di RSUD selama satu tahun terakhir. Dia adalah seorang dokter yang saya kenal sejak 2008/2009. Kala itu ia menjabat sebagai Kepala Puskesmas Pembantu di Kecamatan Waypanji. Sosok yang manusia yang humble dan penuh dedikasi. Yang saya tahu dimana saja perempuan berjilbab ini bertugas, selalu membawa perubahan yang positif terhadap institusinya. Terakhir menjabat Kepala PRI Penengahan. Mudah-mudahan dia selalu siap mewakafkan dirinya untuk masyarakat Lampung Selatan. (*)
Bintang 5 ala RSUD dr. Bob Bazar
Senin 08-01-2018,11:02 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :