KALIANDA – Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia menetapkan Kabupaten Lampung Selatan sebagai blok penghasil tinggi dan pohon induk terpilih tanaman cengkeh. Penetapan itu dibuktikan dengan diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 118/KPTS/KB. 020/12/2017, tentang penetapan blok penghasil tinggi dan pohon induk terpilih cengkeh dikabupaten Lampung Selatan. Kepala Bidang (Kabid) Perkebunan Zulvina Ratnasari mewakili Plt. Kepala Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan (DTPHP) Lamsel Fuadi, SP mengatakan, dengan telah keluarkannya SK dari Kementan RI tersebut, maka Lampung Selatan saat ini resmi menjadi daerah pemilik sumber bibit cengkeh untuk di Provinsi Lampung yang sudah bisa diperjualbelikan. Menurutnya, sebelum dikeluarkannya SK Kementan, selama ini banyak petani Lamsel yang mengandalkan benih bibit cengkeh dari daerah pulau jawa seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah. “Tapi ada juga petani yang membibitkan tanaman cengkeh sendiri dari pohon cengkeh yang memang sudah ditanama dilahan perkebunannya sejak tahun 1975 lalu yang selamat dari serangan hama penyakit. Namun hasil pembibitan petani tersebut tidak dibolehkan untuk dijual, hanya boleh ditanam oleh petaninya sendiri,” ujar Zulvina kepada Radar Lamsel di Kalianda, Minggu (11/2) kemarin. Diungkapkannya, Kabupaten Lampung Selatan memiliki potensi dan produksi tanaman cengkeh yang jumlahnya mencapai 799.566 benih pertahun. Untuk itu lanjut Zulvina, DTPHP Lamsel akan terus berupaya untuk menjamin mutu bibit cengkeh yang ditanam para petani dilahan pekebunannya. “Bagi petani yang sekarang berminat memproduksi tanaman cengkah, tentunya tidak perlu ragu lagi untuk menanam cengkeh yang bibitnya berasal dari blok penghasil tinggi dan pohon induk terpilih, karena bibit-bibit cengkeh yang ada diwilayah Lamsel sudah terjamin mutunya, baik dari sisi produksi maupun ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit,” ungkapnya. Dijelaskannya, untuk blok penghasil tinggi dan pohon induk tanaman cengkeh yang telah ditetapkan oleh SK Kementan RI itu berlokasi didua desa diwilayah Kecamatan Rajabasa yakni Desa Tanjung Gading dan Desa Betung. “Agar tanaman cengkeh di Lamsel bisa kembali jaya dan terhindar oleh serangan hama dan penyakit, maka tahun ini DTPHP Lamsel akan melaksankan pelatihan budidaya tanaman cengkeh dan kembali mengaktifkan regu proteksi tanaman,” jelasnya. Dia menuturkan, saat ini Kabupaten Lamsel memiliki lahan tanaman cengkeh seluas 1.361 hektare, dan lahan baru tanam (belum menghasilkan produksi, red) seluas 672 hektare, khususnya diwilayah kecamatan yang ada diseputaran Gunung Rajabasa. “Berbagai upaya pengembangan tanaman cengkeh yang dilakukan DTPHP selama ini dimaksudkan untuk kembali memberdayakan petani dari pelaku utama hingga menjadi pelaku usaha. Pada intinya untuk kembali mewujdukan kejayaan komoditi cengkeh dikabupaten Lampung Selatan,” pungkasnya. Untuk diketahui, sekitar tahun 1970-1980 komoditas cengkeh di Lampung Selatan memang pernah mengalami masa kejayaan. Namun tahun 1990, produksi cengkeh di kabupaten gerbang krakatau ini mengalami over produksi, sehingga mengakibatkan menurunnya harga jual komoditas cengkeh. Hal itu dikarenakan tidak adanya tata niaga cengkeh yang pada saat itu dikelola oleh Badan Penyangga Pembelian Cengkeh (BPPC) untuk menyerap seluruh hasil produksi. Dan akhirnya banyak dari para petani yang tidak mau lagi merawat tanaman cengkehnya, bahkan banyak petani yang beralih ke komoditi lain yang lebih menguntungkan. Mudah-mudahan, dengan telah diterbitkannya SK Kementan RI tentang penetapan blok penghasil tinggi dan pohon induk terpilih cengkeh di Lampung Selatan, serta tingginya harga jual-beli cengkeh yang mencapai Rp93 ribu perkilogram saat ini, para petani di Lampung Selatan akan kembali bergairah untuk kembali menanam tanaman cengkeh di lahan perkebunannya.
Dengan begitu, harapan Pemkab Lamsel untuk mengembalikan masa-masa kejayaan tanaman cengkeh di Lampung Selatan akan lekas terwujud. (iwn)