Pemecatan Karyawan PT. CPP dan CPB Masih Berpolemik

Selasa 17-04-2018,07:10 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

KALIANDA – Pemecatan ratusan karyawan PT. Central Proteina Prima (CPP) dan PT. Central Pertiwi Bahari (CPB) pada tahun 2016 – 2017 ternyata masih berpolemik. Hingga saat ini ratusan karyawan yang diberhentikan oleh perusahaan yang bergerak dibidang pembibitan udang tersebut belum sepenuhnya menerima dengan lapang dada. Sebab, para karyawan menilai pemecatan tersebut dianggap mengesampingkan UU Ketenagakerjaan. “Terus terang, hingga saat ini kami masih diselimuti rasa tidak jelas dan tanda tanya yang besar. Menurut kami ada banyak hal yang janggal dan sarat pelanggaran UU Ketenagakerjaan. Disatu sisi perusahaan memecat sedikitnya 700an karyawan. Tapi disisi lain, mereka (perusahaan’red) justru melakukan rekrutmen tahun ini? Ini ada apa?,” kata Koordinator Korban PHK PT. CPP/CPB Waris Afandi kepada Radar Lamsel di Graha Pena Lamsel –markas Harian Radar Lamsel, Senin (16/4) kemarin. Dia mengakui kasus pemecatan massal yang dilakukan PT. CPP dan CPB terhadap karyawannya bak menjadi bara dalam sekam. Sebab, pemecatan tersebut tak diimbangi dengan konsekuensi dan tanggungjawab perusahaan yang jelas sesuai aturan perundang-undangan tenaga kerja. “Iya, seperti itu. Sebab, banyak kejanggalan-kejanggalan dan sarat pelanggaran,” papar Waris. Hal yang mencolok, kata dia, adalah pemberian uang jaminan kerja yang diberikan kepada karyawan. Hampir semua karyawan, ungkap dia, dilakukan pembayaran hanya satu kali. Padahal, diwajibkan untuk memberikan dua kali. “Uang (jaminan’red) itupun dibayar tidak seluruhnya. Melainkan dicicil per tiap bulan. Ini menjadi keluhan tersendiri dari para karyawan,” ungkap dia. Selain itu, kata Waris, pihak PT. CPP dan CPB tidak pernah mempublikasikan alasan konkret mengenai keuangan perusahaan yang menjadi dasar pemecatan ratusan karyawan perusahaan. Tetapi selama ini, kata dia, pihak perusahaan menjadikan kerugian sebagai kedok untuk melakukan pemecatan. Padahal, jika merujuk UU, audit keuangan yang dilakukan akuntan publik merupakan syarat yang harus dijalankan sesuai aturan. Apapun hasil audit tersebut, baik yang menyebutkan perusahaan sehat atau bangkrut dapat menjadi dasar dalam pengambilan keputusan. “Selama ini kami tidak pernah diberikan bukti kepailitan oleh perusahaan. Ini menjadi tanda tanya besar karyawan yang menjadi korban,” ujar dia lagi. Kepada Radar Lamsel, Waris mewakili ratusan mantan karyawan PT. CPP dan CPB untuk kembali menyuarakan tuntutan-tuntutan yang dianggap menjadi hak karyawan. Ia juga berharap pemerintah khususnya Pemkab Lampung Selatan bisa memfasilitasi harapan para ratusan mantan karyawan untuk mendapatkan dua kali uang jaminan. “Harapan kami uang jaminan itu bisa dua kali sesuai aturan. Sebab, selama ini perusahaan tak pernah menunjukan bukti kerugian dan/atau kepailitan yang selama ini menjadi alasan perusahaan untuk memecat karyawan yang jumlahnya mencapai 700an orang,” pungkas dia. (edw)

Tags :
Kategori :

Terkait