Belum Semua Buruh di Lamsel Nikmati UMK

Rabu 02-05-2018,07:12 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

KALIANDA – Hari Buruh Internasional (Mayday) 2018 lewat begitu saja di Kabupaten Lampung Selatan, Selasa (1/5/2018) kemarin. Padahal nasib buruh di bumi Khagom Mufakat ini cukup memprihatinkan. Bahkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) sebesar Rp 2.168.702,48 yang semestinya dinikmati para buruh, belum juga terwujud. Sebab, sebagian buruh masih menerima upah dibawah UMK. Belum lagi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Lampung Selatan tak tahu berapa jumlah riil buruh yang ada di Lamsel. Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang dipimpin Kepala Disnakertrans Syahlani SH. MH beralasan belum validnya data jumlah buruh di Kabupaten Lamsel dikarenakan para perusahaan di Lamsel tidak melaporkan jumlah tenaga kerjanya ke Pemkab. Yang tercatat saat ini, kata Syahlani, adalah peminat kerja pada tahun 2017 lalu. Jumlahnya menembus diangka 4 ribu orang membutuhkan pekerjaan. “Data yang kami terima saat ini hanya data peminat kerja pada 2017 yang angkanya menembus 4 ribuan orang. Sedangkan data valid jumlah buruh di Lamsel belum terhimpun karena memang perusahaan tak melapor ketika membuka lapangan pekerjaan,” ujarnya saat dimintai tanggapan terkait momentum Hari Buruh Internasional, Selasa (1/5) kemarin. Kedepan, Syahlani mendesak para perusahaan di Lamsel untuk membuka akses informasi baik saat membuka lapangan pekerjaan maupun yang tengah berjalan. Sebab, kata dia, seyogyanya semua informasi tersebut dilaporkan ke Disnakertrans. “Untuk mensiasati ini kami juga tengah menyiapkan aplikasi khusus agar para perusahaan melapor. Ini yang tengah kami godok. Sehingga nantinya perusahaan wajib lapor berapa jumlah buruh yang dipekerjakan,” urainya. Ia juga mengakui bahwa peringatan Hari Buruh Internasional yang jatuh pada 1 Mei di Lamsel belum terkonsep secara matang. Menyiasati hal tersebut Disnakertrans Lamsel berupaya mengajak buruh untuk duduk bersama dengan para elite perusahaan guna mengevaluasi kinerja selama setahun. “Kami sudah menyusun wacana, agar peringatan 1 Mei tak lagi monoton. Dengan mengundang seluruh buruh di Lamsel dan mendatangkan pimprus agar aspirasi buruh benar-benar sampai ditelinga direksi perusahaan. Jadi ketimbang turun ke jalan alangkah baiknya bila kita dudukkan buruh dan pimprus membahas masa depan buruh,” sebut dia. Disinggung soal Upah Minimum Kabupaten (UMK) Syahlani menjelaskan saat ini UMK Lamsel bertengger diangka Rp 2.168.702,48.-. Dari situ pengawasan soal UMK juga diakui masih belum maksimal terutama pada perusahaan berskala kecil. “Kalau perusahaan besar rata-rata sudah mengacu pada UMK, yang belum terawasi adalah perusahaan menengah kebawah. Karena model perusahaan ini masih kucing-kucingan dengan Disnakertrans,” tandasnya. Disisi lain, Ketua Forum Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) Lamsel Aleksander berkomentar. Menurutnya UMK di Lamsel belum merata secara menyeluruh. “ Masih banyak buruh yang mendapat upah dibawah UMK, artinya penegakan UMK belum ketat,” sebut dia. Alek menambahkan, mewakili buruh di Lamsel pihaknya mendesak agar Peraturan Presiden (Perpres) nomor 20 tahun 2018 tentang tenaga kerja asing dihapuskan. “Sebagai buruh ditanah air, kami berharap Perpres nomor 20 tahun 2018 dikaji lagi. Seharusnya aturan TKA diperketat dan sebaliknya, melindungi tenaga kerja lokal,” imbuhnya. (ver)

Tags :
Kategori :

Terkait