Tahan Nafas saat Pasang Subtract Transplantasi Karang, Temukan Taman Nemo yang Indah
Karena kecintaannya terhadap alam, Tantra Muda Dwipa Bawika (Tamudika) tergugah untuk melakukan konservasi ekosistem laut dengan cara yang anti mainstream di perairan Dermaga Bom Kalianda. Siapa sangka ditengah hiruk-pikuk aktivitas masyarakat nelayan dilokasi itu masih ditemukan taman Nemo yang indah. Seperti apa? Laporan Edwin Apriandi, KALIANDA DERMAGA Bom Kalianda telah menjelma menjadi tempat yang kian sering dikunjungi masyarakat Kota Kalianda setiap harinya. Selain sebagai pusat pelelangan ikan (PPI) terbesar di Kota Kalianda, lokasi itu juga sebagai tempat untuk menghabiskan waktu dikala senja. Sejumlah fasilitas yang terus ditambah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamsel juga menambah daya tarik tersendiri Dermaga Bom saat ini. Ditengah hiruk-pikuk aktivitas masyarakat dan para nelayan dilokasi itu, sekelompok pemuda menyibukkan diri dengan aktivitasnya. Ya, puluhan pemuda itu menamakan dirinya Tantra Muda Dwipa Bawika (Tamudika) Kalianda. Mereka melakukan konservasi terumbu karang yang lokasinya sekitar 50 meter dari water break (penghalang ombak) di dermaga. Konservasi dilakukan untuk merehabilitasi terumbu karang diperairan itu. Mereka menilai terumbu karang di Dermaga Bom Kalianda masih dapat diselamatkan. Terlebih ditengah-tengah derasnya aktivitas nelayan ditempat itu ada taman Nemo yang indah yang bisa dijadikan sebagai objek wisata bawah laut bagi masyarakat. “Jika tidak diperbaiki, taman Nimo yang sebenarnya tidak banyak di Lamsel akan rusak oleh aktivitas manusia. Ini merupakan potensi yang kita miliki. Kami ingin menjaganya,” ungkap Ketua Tamudika Kalianda Pandu Sedya Mada Putra kepada Radar Lamsel, di Objek Wisata Kuliner Dermaga Bom, Sabtu (23/1). Menurut Pandu, sapaan akrabnya, konservasi itu dilakukan dengan cara memasangan subtract terumbu karang dipermukaan bawah laut secara manual. Proses penyelaman dikedalaman 3 sampai 7 meter permukaan laut juga dilakukan secara sederhana yang hanya menggunakan masker snorkel dan fins (kaki katak). “Kami tidak pakai tabung. Karena tidak punya. Ya, menggunakan fasilitas yang kami punya, tabung set mahal harganya. Saat menanam subtract kami tahan nafas didalam laut,” kata Pandu. Tak hanya fasilitas menyelam yang ala kadarnya. Untuk sampai ke lokasi konservasi, para penyelam itu juga hanya menggunakan ban bekas yang dirakit dan dikaitkan antara satu dengan yang lainnya. Setelah terakit, ditengah-tengahnya diberi bak berukuran besar. Mereka menumpangi ban-ban itu ketengah laut yang berjarak sekitar 50 meter dari ujung penghalang ombak. “Ini yang murah. Bukannya tidak ingin menggunakan fasilitas yang layak,” ungkap Pandu lagi. Pandu mengakui aktivitasnya dengan rekan-rekannya dalam mengkonservasi terumbu karang memang terbilang ekstrem dan cukup berbahaya. Namun apa boleh buat, dirinya tidak ingin keterbatasan menjadi hal yang menghalangi kegiatannya dalam menjaga dan melestarikan alam bawah laut di Kabupaten Lampung Selatan yang terancam rusak. Bagi warga Kalianda yang bekerja di Dinas Kesehatan Lampung Selatan ini, aktivitas menyelam adalah hobinya. Karena itu, selain untuk menyalurkan hobi, ia bersama rekan-rekan pemuda lainnya ingin mendedikasikan diri untuk menjaga kelestarian lingkungan khususnya ekosistem laut. Sebab, ia meyakini Kalianda dan Lampung Selatan memiliki potensi wisata bahari yang jauh lebih unggul dari Kabupaten/kota lainnya yang ada di Provinsi Lampung. “Hanya saja kurang diperhatikan. Kami ingin keberadaan alam laut kita menjadi salah satu destinasi wisata yang kita miliki. Toh, jaraknya tidak jauh dari lokasi Dermaga Bom yang saat ini sudah menjadi tujuan wisata masyarakat,” papar Pandu. Penangkaran subtract terumbu karang itu, tak hanya sekedar ditanam. Pandu dan rekan-rekannya kerap melakukan pengecekan setiap satu minggu sekali. Artinya, setiap akhir pekan tim penyelam Tamudika melakukan pengecekan dan progress pertumbuhan subtract terumbu karang yang ditanam. “Kami cek setiap akhir pekan. Untuk memastikan apakah terumbu karang itu hidup atau tidak,” ungkap Pandu. Disinggung mengenai biaya konservasi yang dilakukan? Pandu tersenyum. Menurut dia, biaya yang digunakan merupakan hasil sumbangan anggota Tamudika yang merelakan sedikit uangnya untuk aktivitas konservasi itu. “Nggak ada biaya. Kami patungan aja. Seru-seruan sama teman-teman sambil menjaga lingkungan kita,” kata Pandu. Yang membuatnya bersyukur setiap akhir pekan selalu ada tambahan anggota Tamudika yang masuk. Dua pekan terakhir misalnya. Dari 20 orang sudah menjadi 25 orang yang ikut bergabung untuk sama-sama menjaga lingkungan. Aktivitasnya juga tak hanya menjaga ekosistem bawah laut. Melainkan kegiatan-kegiatan lainnya seperti membersihkan sampah yang menyangkut di karang. “Anggota bertambah, berarti patungan semakin ringan,” ujarnya sambil bercanda. Pandu berharap masyarakat Lamsel khususnya Kota Kalianda dapat merubah mindset dalam menyikapi potensi-potensi wisata yang dimiliki daerah ini. Sebab, dengan pola pikir yang menjaga, keindahan alam yang dimiliki bakal membawa keuntungan dan keberkahan bagi masyarakat. “Kita punya alam yang sangat luar biasa. Kalau tidak dijaga, tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa. Tetapi kalau dijaga akan mendatangkan keuntungan bagi rakyat,” kata Pandu. Salah satunya adalah Taman Nemo yang ditemukan di Pantai Dermaga Bom Kalianda. Taman itu, kata Pandu, menjadi aset cukup berharga bagi daerah. Sebab, dengan keberadaan taman itu, Dermaga Bom Kalianda akan menjadi destinasi wisata bahari yang terintegrasi dengan wisata kuliner yang ada saat ini. “Saya tidak mau membanggakan. Tetapi inilah kekayaan alam kita. Yang harus kita jaga dan lestarikan. Dan bisa membuat wisata daerah kita maju,” pungkas dia. (*)
Sumber: