Pengungsi Tsunami : Zhafira, Sabar ya Sayang!
radarlamsel.com, KALIANDA – Bencana tsunami yang melanda wilayah Pesisir Kalianda dan Rajabasa meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat di Lampung Selatan. Tidak sedikit warga berjuang menyelamatkan diri ke daerah yang lebih tinggi dari terjangan ombak besar saat bencana terjadi sekira pukul 21.10 WIB, Sabtu (22/12/2018) malam. Salah satunya yang dialami Ratna Nengsih (28). Warga Desa Rajabasa ini berjuang keras berlari dari sapuan air bah laut yang naik ke daratan. Malam itu, ia bersama buah hatinya, Zhafira yang belum genap berusia satu bulan. Tak ada yang dia bawa selain buah hatinya dengan sehelai kain yang digunakan untuk menggendong. Perjuangan seorang ibu itu ia ungkapkan di media sosial facebook tepat pada satu bulan usia Zhafira. “(25/12/2018) tepat usiamu 1 bulan dengan pengalaman yang pahit. Sabar ya sayang,” tulis Ratna mengawali curhatannya. Ratna berpandangan bahwa kejadian tsunami itu akan menjadi cerita bagi Zhafira saat dewasa kelak. “Lari dari rumah hanya dengan sehelai gendongan dan selimut saja. Berlari di tengah sawah tanpa penerangan tanpa alas kaki. Dan tak memikirkan bahaya ada binatang buas,” ungkapnya. Ratna mengaku sempat berhenti ditengah sawah. Sebab, bukan hal yang mudah baginya untuk mendaki gunung ditengah luka cesar pasca melahirkan yang masih terasa sakit. “Berhenti di tengah – tengah sawah dan kau merasakan dinginnya angin malam. Tepat tengah malam kita lanjut lagi berjalan menuju gunung. Mendaki gunung bukan hal yang mudah dengan luka cesar yang masih terasa sakit,” Perjuangan seorang ibu itu sangat disadari Ratna. Ia terus berjuang menyelamatkan jiwanya dan buah hatinya. “Tetapi Bunda harus berjuang menyelamatkan mu anakku,” ungkap dia. Proses penyelamatan diri itu dilakukan ditengah perasaan Ratna yang kacau. Sebab, selain Zhafira, ia juga memikirkan buah hatinya yang lain yaitu Rara. Kepada radarlamsel.com, Ratna mengaku jika kakak Zhafira juga berada ditepi pantai di rumah mantan mertuanya. Namun ia mengaku telah mendapat kabar bahwa buah hatinya yang lain juga dalam keadaan selamat dan sehat. “Dengan pemikiran yang kacaw bunda berjalan sambil menangis memikirkan kakakmu yang tak berada bersama kita. Semoga hanya ini saja musibah yang menimpa kita, jangan ada lagi susulan (tsunami’red). Amin,” Saat ini, Ratna mengaku sudah turun dari lokasi pengungsian diatas gunung. Ia turun ke daratan yang lebih rendah di Desa Rajabasa karena kondisi dan situasi diatas gunung yang tidak memungkinkan bagi seorang bayi. “Di gunung dingin. Meski masih khawatir, saya memberanikan diri,” ungkap Ratna. Di atas gunung, kata Ratna, para pengungsi membutuhkan makanan yang siap. Menurut dia, meski ada kucuran bantuan makanan, terkadang tidak cukup. “Kalau susu anak saya ASI, mas. Pempers sangat perlu buat anak saya. Yang dibutuhkan pengungsi itu makanan yang siap dimakan. Termasuk pembalut wanita dan pakaian,” ungkap Ratna. Saat ini, Ratna mengaku harta yang dimiliki satu-satunya adalah buah hatinya. “Yang saya miliki saat ini hanya pakaian dibadan dan anak saya,” pungkasnya. (edw)
Sumber: