Blokir JTTS, Warga Minta PUPR Bayar Ganti Rugi

Blokir JTTS, Warga Minta PUPR Bayar Ganti Rugi

KATIBUNG – Sebanyak 36 Kepala Keluarga (KK) pemilik 39 bidang tanah asal Desa Tanjung Ratu, Kecamatan Katibung sempat memblokir Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) KM 52. Pemblokiran itu lantaran warga belum mendapat kepastian terkait ganti rugi lahan diwilayah itu. Warga menagih janji Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk segera membayar ganti rugi serta mendesak PUPR mencabut banding di pengadilan dan segera membayarkan lahan yang sebelumnya dimenangkan oleh warga dipersidangan. Hendrik (38), perwakilan dari 36 pemilik lahan asal Desa Tanjung Ratu mengatakan, pemblokiran KM 52 dipicu karena ketidakpastian pembayaran oleh pihak PUPR. “ Warga kecewa karena sebelumnya di persidangan telah diputuskan dimenangkan warga. Tetapi tiba-tiba PUPR naik banding hingga menyebabkan pembayaran sampai detik ini belum terealisasi,” kata Hendrik kepada Radar Lamsel, Rabu (9/1). Padahal, lanjut Hendri, dulu PUPR menerangkan kalau warga menang di persidangan maka lahan akan segera dibebaskan. Tetapi terusnya, hingga JTTS sudah dapat digunakan warga tak kunjung dapat ganti rugi. “ Kalau begitu ya warga kecewa karena sudah menang dipersidangan tapi setelah 14 hari kemudian PUPR naik banding. Kami minta naik banding itu segera dicabut,” katanya lagi. Pasca pemblokiran JTTS KM 52 itu warga ditenangkan oleh aparat kepolisan dari Mapolres Lamsel. Pemblokiran yang berlangsung selama dua jam itupun terhenti setelah ada kepastian perwakilan warga bakal dipertemukan dengan Kementerian PUPR di Jakarta pada Jum’at (11/1) mendatang. “ Tadi sudah ada titik terang perwakilan warga untuk dipertemukan dengan menteri PUPR dan difasilitasi keberangkatannya oleh pihak PUPR. Kami berharap pertemuan Jum’at mendatang menghasilkan keputusan yang pro kepada warga,” kata Hendrik. Masih kata Hendrik, apabila pada pertemuan lusa mendatang menuai hasil minor maka hal itu kembali diserahkan kepada 36 warga untuk bersikap. Kendati begitu besar harapan warga pertemuan dengan Kementerian PUPR membuahkan hasil yang positif. “ Besar harapan permintaan warga untuk segera dibayarkan ganti rugi dikabulkan PUPR. Tetapi kalau risiko terbesarnya tidak dibayarkan kami serahkan lagi ke warga untuk bersikap menyuarakan keadilan,” imbuhnya. Kuasa Hukum dari pemilik lahan Syaifullah SH. M.Si angkat bicara perihal pemblokiran tersebut. Dikatakannya, warga tak kunjung mendapat kepastian dan menyayangkan sikap Kementerian PUPR yang seharusnya tidak naik banding. “ Yang dipersoalkan kan kepemilikan lahan bukan permasalahan harga. Jadi kalaupun mau naik banding mestinya Dinas Kehutanan Provinsi Lampung dong yang menjadi lawan dipersidangan karena benang merahnya Dinas Kehutanan mengklaim itu kawasan hutan register. Tapi kenapa yang naik banding justru PUPR yang sebetulnya menitipkan uang ganti rugi itu ke pengadilan,” ujar Syaifullah. Lebih lanjut Syaifullah menjelaskan, konsinasi yang dimenangkan warga di PN Kalianda itu ditetapkan sekitar satu bulan lalu. Hasil keputusan pun memenangkan warga, tetapi semua jadi rancu karena 14 hari pasca persidangan itu justru PUPR naik banding. “ Maka dari kacamata hukumnya, legalitas sudah jelas warga yang memegang kearsipan lahan sudah menang dan meminta hak dibayarkan. Terkait upaya-upaya pertemuan antara perwakilan warga dan PUPR mendatang itu namanya upaya mereka meminta keadilan,” terangnya. Disinggung soal nominal harga dari 39 bidang tanah itu? Syaifullah mengatakan, nominalnya sekitar Rp 7 miliyar. Uang tersebut dititipkan di PN Kalianda . “Besarannya sekitar Rp 7 M untuk 39 bidang tanah,” terangnya. Diungkapkan Syaifullah, sejatinya pemilik lahan berencana bertemu Presiden Joko Widodo di Kalianda pada saat kunjungan pasca tsunami beberapa waktu lalu. Namun rencana itu gagal dan menunggu informasi Pemkab Lamsel terkait persoalan itu, namun hingga kini belum ada statement apapun dari Pemkab. “ Puncaknya warga yang menunggu info lanjutan dan tak kunjung dapat kepastian melakukan pemblokiran di Km 52, blokir dibuka setelah aparat kepolisian menenangkan warga. begitu,” imbuhnya. Sementara Kepala Desa Tanjung Ratu Bertha mengamini 39 bidang tanah itu masuk wilayah Desa Tanjung Ratu, Kecamatan Katibung. “ Iya memang warga Desa Tanjung Ratu saat ini proses penyelesaian masih diupayakan jalan keluarnya,” singkatnya. (ver)

Sumber: