Klinik Choiriah Bantah Isu tak Sedap
Mega Titikan Air Mata Usai Jempol Kirinya Diamputasi
KATIBUNG – Pemilik dan penanggungjawab Klinik Choiriah menepis isu tak sedap yang tengah menerpa. Klinik yang melayani pasien 24 jam itu bereaksi usai kabar yang mencuat ke publik perihal dugaan malpraktik yang disematkan oleh keluarga mantan pasiennya, pada (24/6) lalu. Darmawan pemilik Klinik Choiriah mengatakan pihaknya sudah bekerja sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait penanganan Mega Puranama Citra (20) warga Dusun Ogan Jaya, Desa Neglasari, Kecamatan Katibung. “ Kami sudah bekerja sesuai SOP, makanya kami kaget ketika kabar ini muncul ke media massa. Karena itu kami ingin mengklarifikasi bahwa memang benar pasien pernah mendapat penanganan medis disini (Klinik Choiriah ‘red) tetapi kami tegas membantah kalau dugaan itu (malpraktik ‘red) ditujukan ke kami. Karena semuanya sudah sesuai SOP,” kata Darmawan kepada Radar Lamsel, di Klinik Choriah, Desa Neglasari, Selasa (25/6). Darmawan mengklaim pihak klinik bukannya tidak punya itikad baik. Saat pasien tengah dirawat di Bandar Lampung, kata dia, pihak klinik menjenguk kesana. “ Kami jenguk kesana kok, saya sendiri bahkan menyerahkan santunan sebesar Rp 1,6 juta untuk biaya pengobatan yang tidak ditanggung BPJS. Jadi saya kaget kalau ternyata kami dianggap tidak punya itikad baik. Perihal intensitas pertemuan dengan keluarga korban, tentu saja kesibukan membuat pertemuan antara pihak klinik dan keluarga pasien tidak seperti apa yang diinginkan keluarga pasien,” ungkapnya. Sementara Humas Klinik Choiriah, Angga turut bicara perihal isu tak sedap yang menerpa manajemen klinik. Angga mengklaim saat dirawat di klinik tersebut, ditubuh pasien tidak ditemukan bercak-bercak merah seperti keterangan pasien pada berita sebelumnya. “ Saat ditangani disini belum ada itu bercak-bercak merak dilengan kirinya. Bahkan perpindahan infus dari lengan kanan ke lengan kiri, murni keinginan pasien. Dimasa itu petugas medis tidak melihat tanda-tanda infeksi seperti yang dibeberkan pasien,” ucapnya. Senada dikatakan dr. Eko, dokter yang juga bertugas di klinik choiriah. Menurutnya dugaan malpraktik tersebut tidak tepat, sebab yang berhak menentukan itu malpraktik atau bukan adalah ahlinya, bukan dari keluarga pasien. “ Pasien itu sudah beberapa kali datang kemari untuk mendapat perawatan medis. Kalau tidak salah sudah tiga kali sebelum datang terakhir kalinya yang diindikasikan tyfus. Membeberkan rekam jejak hasil pemeriksaan medis adalah privasi antara dokter dan pasien. Namun karena ini sudah mencuat ke publik maka kami buka saja, bahwa pasien itu bisa saja terinfeksi ketika ia dipulangkan dari masa perawatannya padahal mengacu SOP seharusnya pasien masih butuh perawatan, tetapi keluarga pasien tetap ingin pulang,” kata Eko. Eko mengaku tak habis pikir dengan keluarga pasien. Sebab menurutnya keputusan merujuk yang bersangkutan ke tiga rumah sakit di Bandar Lampung adalah inisiatif klinik, bukan atas inisiatif keluarga pasien. Karena menurut SOP kata Eko, begitulah semestinya. “ Kalau keluarga pasien bilang yang memtuskan untuk dibawa ke rumah sakit di Bandar Lampung adalah mereka , itu keliru. Karena pihak klinik lah yang merujuk kesana menggunakan ambulance klinik,” katanya lagi. Keterangan pihak klinik dengan keluarga pasien, berbeda. Ayah korban saat dijumpai Radar Lamsel mengaku bingung mencari jalan tengah perkara ini lantaran Klinik Choiriah tak pernah mau menemui keluarga pasien usai operasi amputasi jari jempol lengan kiri, Mega. Ya, Mega Purnama Citra kini harus rela kehilangan jari jempolnya usai diamputasi di RS. Immanuel. Pihak keluarga tetap keukeuh bahwa yang memicu putrinya itu menderita berawal dari infeksi yang diduga keluarga disebabkan jarum suntik infus pada pergelangan tangan kiri. “ Intinya kami ini bingung, kami menduga penyebab jempol anak kami diamputasi ya, pada saat penanganan medis pertama kali itu. di Klinik Choiriah, sampai di Bandar Lampung tiga rumah sakit yang kami datangi, RS. Graha Husada, RS. Bumi Waras, dan RS. DKT katanya penuh, lalu beralih ke RSUD. Abdoel Moeloek. Tangan anak saya mulai melepuh, kulit telapak tangannya mengelupas. Merasa tak puas dengan pelayanan RSUD Abdoel Moeloek, keluarga sepakat memindahkan Mega ke RS. Immanuel tanpa BPJS, disana jempol kirinya di amputasi karena infeksi,” kata Amirujim, Ayah kandung Mega Purnama Citra. Komentar lain datang dari kerabat pasien, Saiful Bahri. Kakak dari Amirujim itu terang terangan kepada Radar bahwa pihak keluarga hanya menunggu itikad baik dari pihak klinik, meskipun itu hanya berupa pemaparan atau sekedar kunjungan ke kediaman pasien. “ Tadinya kami hanya ingin itu saja, soalnya sepulang dari rumah sakit pihak klinik tidak pernah menjenguk barang sekedar melihat. Malah nomor kami diblokir, tentu saja kecurigaan kami menguat terkait penanganan pertama pada dua bulan silam itu,” kata Saiful Bahri. Mengapa tidak lantas melapor ke pihak berwajib perihal perkara ini? Keluarga pasien mengaku masih berupaya untuk menyelesaikan secara kekeluargaan. Sebeb keluarga beranggapan jika melapor ke pihak berwajib, mereka tak punya biaya untuk sampai keranah sana. “ Kami ini kan awam soal hukum dan sebagainya, anggapan kami kalau kearah sana itu pakai biaya. Sedangkan semua biaya sudah digunakan untuk pengobatan Mega, sekitar Rp 30an juta sudah terpakai. Itupun hasil ngutang pula,” ungkapnya. Seementara, Mega Purnama Citra yang dalam situasi ini merupakan mantan pasien Klinik Choiriah tak banyak bicara ketika Radar menanyai keadaanya pasca kehilangan jari jempol tangan kirinya usai diamputasi. Matanya berkaca-kaca, tangis pun pecah. Beban mental tampak menghiasi raut mukanya, ia seperti belum siap untuk mengalami cacat fisik yang bersifat permanen. Berat badannya pun menyusut dari 65 kilogram kini hanya 40 kilogram, belum lagi anak kelima dari lima bersaudara ini juga memiliki kakak yang juga berkebutuhan khusus. “ Tadinya ya, dirawat di klinik. Pulang dari klinik kemudian kesana lagi karena lengan kiri terasa sakit, sampai disana (klinik) disuruh kompres dengan air dingin. Kalau ditanya kecewa ya mau bagaimana lagi, sudah begini,” ujarnya berlinang air mata. Ibu kandung Mega, Asmanah berharap pihak terkait dapat menengahi perkara ini. Karena keluarga pasien beranggapan sakit yang diderita anaknya itu dipicu oleh infeksi yang ditengarai dari hasil penanganan medis klinik. “ Kami sudah menunggu niat baik serta penjelasan dari pihak klinik, kami juga cuma orang kecil yang tidak punya niat buruk untuk menjatuhkan klinik, tetapi harapan kami agar pemilik klinik datang menjenguk kerumah saja tidak pernah terjadi. Jadi kami merasa dikecewakan, disisi lain anak kami jadi cacat permanen,” tandasnya. (ver)Sumber: