Gizi Masyarakat Dipantau, Antisipatif Stunting

Gizi Masyarakat Dipantau, Antisipatif Stunting

PENENGAHAN – Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Rawat Inap (UPT PRI) Penengahan tengah serius menangani kasus kurang gizi di wilayahnya. Langkah penanganan ini diambil setelah pihak puskesmas menerima laporan dari sejumlah bidan desa. Urusan selanjutnya langsung ditangani oleh pihak puskesmas dengan melakukan surveilans. Dari awal tahun sampai akhir Juli ini, UPT PRI Penengahan mencatat sedikitnya ada 13 kasus kurang gizi yang terjadi di 10 desa. Diantaranya Desa Kekiling, Rawi, Kelau, Ruangtengah, Pasuruan, Gedungharta, Kampungbaru, Gayam, Banjarmasin, dan Pisang. Sejauh ini kondisi anak-anak yang mengalami kurang gizi sudah membaik. Meski sudah melakukan surveilans terhadap anak-anak yang diduga mengalami kurang gizi, pihak piskesmas tetap memantau. Jika tak memiliki perubahan, maka anak yang mengalami kurang gizi akan dirujuk ke Puskesmas. Dari puskesmas, kemudian diantar ke rumah sakit untuk melihat seberapa parah penyakitnya. “Untuk usia di atas 6 bulan, kita pemberian makanan tambahan (PMT), berupa biskuit. Kalau di bawah 6 bulan, kita hanya berikan konseling,” kata Petugas Gizi UPT PRI Penengahan, Ani, kepada Radar Lamsel saat ditemui di ruangannya, Rabu (31/7) kemarin. Penanganan kasus kurang gizi memang patut menjadi perhatian khusus. Sebab, masalah ini bisa berlanjut ke gizi buruk. Sejauh ini, UPT PRI Penengahan baru menemukan 1 kasus gizi buruk. Beruntung, kasus itu bisa cepat ditangani dengan cepat. Pihak UPT PRI Penengahan telah memberikan konsultasi, dan memberikan bantuan susu kepada orang tua anak. “Sebetulnya anak itu sudah ada kelainan, cacat bawaan dari lahir. Dalam istilah kesehatan, kita menyebutnya dengan mikrosefalus,” katanya. Namun baru-baru ini, UPT PRI Penengahan kembali menemukan gejala kasus gizi buruk. Namun belum bisa dipastikan apakah itu gizi buruk atau bukan. Ani mengatakan, sejauh ini pihaknya baru melihat status gizi BGM (bawah garis merah). Artinya, si anak belum tentu mengidap gizi buruk, tetapi hal tersebut bisa menjadi indikator awal. “Kita lihat berat sama tinggi badannya, kemudian status gizinya. Kondisinya sehat, timbangan masih stabil. Umur 10 bulan. Tapi ada faktor riwayat prematur, usia kehamilan hanya 31 minggu, hitungan 8 bulan, berat lahir 1,5,” katanya. Lebih jauh, Ani menjelaskan jika faktor utama gizi buruk berawal sang ibu dari semasa hamil. Jika gizi sang ibu mengalami kekurangan, kondisi itu bisa menyebabkan BBLR (berat bayi lahir rendah). Faktor lain bisa juga datang dari lahir karena gizinya. Misal sang ibu tidak memberi asupan dari ASI eksklusif. “Terus, pemberian MP ASI. Pola asuh juga bisa. Dari cara pengolahan makanan juga. Tentunya pengolahan yang menyebabkan gizi makanan hilang, perawatan, PHBS juga bisa pengaruh. Paling rentan itu Balita,” katanya. Kepala UPT PRI Penengahan, Syaiful Anwar, S.Km, mengatakan dari berbagai kegiatan yang dilakukan, pihaknya telah menemukan 1 kasus yang mendekati gizi buruk. Syaiful melanjutkan, pihaknya sudah menindaklanjuti pemeriksaan lebih lanjut dengan merujuk anak tersebut ke rumah sakit Bob Bazar Kalianda. “Kita juga tindak lanjut dengan intervensi penyuluhan, konseling, dan pemberian makanan tambahan untuk mencegah terjadinya stunting,” katanya. Syaiful menjelaskan, inti kegiatan itu merupakan pantauan untuk melihat jangan sampai ada anak atau balita yang mengalami penurunan berat badan. Atau hal-hal yang mendekati gizi buruk yang tidak terpantau. (rnd)

Sumber: