IDI Lampung Desak Permenkes no 46 Direvisi

IDI Lampung Desak Permenkes no 46 Direvisi

Gandeng BSM Soal Biaya Operasional Klinik

KALIANDA – Ikatan Dokter seluruh Indonesia (IDI) Provinsi Lampung mengkritisi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 46 yang dianggap membebani para dokter klinik maupun swasta. Permenkes nomor 46 tahun 2015 itu sendiri mewajibkan akreditasi bagi puskesmas, klinik pratama, praktik dokter mandiri serta praktik mandiiri dokter gigi. Khusus puskesmas biaya dibebankan kepada pemerintah, sedangkan untuk klinik dan parktik dokter biaya ditanggung pemilik klinik atau dokter yang membuka praktik. Ketua IDI Lampung DR. dr Asep Sukohar M.Kes mengatakan sustainibilias program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menuju efektivitas pembiayaan yang lebih mandiri jadi tema yang dikupas anggotanya. Sebab pada dasarnya, IDI menilai kewajiban akreditasi yang tertuang dalam Permenkes no 46 tahun 2015 itu adalah demi kebaikan bersama. Yakni meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. “ Tujuannya baik, tapi untuk klinik pratama, praktuk dokter mandiri itu justru memberatkan. Karena biayanya cukup besar tentu membebani pemilik klinik maupun dokter yang membuka praktik,” ujarnya kepada Radar Lamsel, usai sosialisasi di RSUD dr. Bob Bazar Kalianda, Kamis (15/8). Tak hanya itu, masa waktu akreditasi yang berlaku selama tiga tahun juga menjadi perhatian IDI Lampung. Durasi tersebut dipandang terlalu singkat, terlebih praktik dokter bukan syarat utama yang harus dipenuhi. “Masa berlaku akreditasi itu tiga tahun, dan itu terlalu cepat. Kami berharap ini dapat direvisi, paling tidak diperpanjang sampai 5 tahun durasinya,” ujar dr. Asep sapaannya. Ditanya persentase yang sudah mengikuti aturan tersebut? dr Asep belum mengatahui detail rinciannya. Namun diperkirakan di Lampung sendiri angkanya sekitar 10 persen yang sudah ikut aturan tersebut. “ Untuk praktik dokter swasta saya belum tahu apakah sudah ada yang ikut akreditasi itu. Kalaupun sudah ada yang ikut perkiraannya tak sampai 10 persen,” ujar pentolan IDI Lampung ini. Menyiasati itu IDI Lampung Selatan tak tinggal diam, organisasi para dokter ini mulai menggandeng pihak ketiga untuk MoU perihal pembiayaan bagi klinik pratama agar operasionalnya tak terganggu ketika pencairan program BPJS Kesehatan terkendala. “Kami bersama Dirut RSUD dr.Bob Bazar dr.Media bekerjasama dengan Bank Mandiri Syariah untuk pembiayaan dana talangan bagi operasional klinik. Dimana ketika terdapat kendala dengan klaim BPJS Kesehatan maka operasional klinik tak terganggu,” ucap Ketua IDI Lamsel dr. Wahyu Wibisana. Masih kata dr. Wahyu bentuk kerjasama IDI Lamsel dengan BSM sebagai pihak ketiga ditandai dengan diterbitkannya kartu anggota IDI yang juga dapat digunakan sebagai e-money. Bentuk MoU semacam ini diyakini baru yang pertama diseluruh Lampung, bahkan se-Indonesia. “Untuk Kartu IDI dapat digunakan sebagai e-money kita lounching di Lamsel. Satu satunya di Indonesia karena belum ada yang serupa ini,” jelasnya. Selain pengcoveran dana klaim BPJS Kesehatan, lanjut dr. Wahyu pihaknya juga mengupas update daftar penyakit yang dapat dilayani dengan menggunakan BPJS Kesehatan. Hal itu tak lepas dari beberapa temuan klinik pratama mandiri, seperti hemodialisa yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. (ver)

Sumber: