Harga Cabai Merosot, Sayur Mayur Anjlok
SIDOMULYO - Harga komoditi pertanian seperti cabai merah dan sayuran ditingkat petani dan pengepul di wilayah Sidomulyo anjlok, petani dan pengepul merugi. Pemicunya, selain dampak Covid-19, sejumlah pusat penampungan cabai merah dan sayuran yang selama ini menjadi tujuan utama pengiriman, mulai kebanjiran pasokan distribusi cabai merah dan sayuran dari pulau Jawa dengan harga murah. Seorang pengusaha pengepul cabai dan sayuran di Dusun Damar Agung, Desa Sidodadi, Kecamatan Sidomulyo, Supiah (40) menuturkan, sudah tiga bulan terakhir dirinya terpaksa merumahkan tiga orang karyawannya. Lantaran, mengalami penurunan omset sebesar 60 persen, akibat sepinya transaksi jual beli semenjak mewabahnya Corona Virus Disease (Covid-19) di Indonesia. \" Semenjak mewabahnya Covid-19 ini, saya mengalami penurunan omset dan terpaksa merumahkan tiga orang karyawan, karena tidak mampu lagi membayar upah mereka,\" kata Supiah saat memberi keterangan kepada Radar Lamsel di lokasi usahanya, Sabtu (2/5). Ia menjelaskan, anjloknya harga cabai merah saat ini, selain dampak dari pandemi covid 19, juga dipengaruhi beberapa faktor diantaranya, banyaknya komoditas cabai merah dan sayuran dari luar daerah yang masuk ke wilayah Lampung. \" Seperti misalnya, dipasar Kota Gisting, Kabupaten Tanggamus dan Kota Metro, Kabupaten Lambar, Provinsi Bengkulu serta Palembang, Sumsel, harga kemodotitas cabai merah kualitas bagus dalam kemasan kardus yang berasal dari pulau jawa hanya dibandrol dengan harga dikisaran Rp. 5000-7000 perkilogramnya,\" terangnya. Kemudian lanjutnya, untuk harga sayuran hijau seperti kangkung dan sawi masih tergolong normal perikatnya yakni Rp. 2500. \" Sedangkan untuk harga sayur- mayur seperti kacang panjang, Pare terong mengalami penurunan yang cukup parah, harganya hanya Rp. 1000 yang sebelumnya dikisaran Rp. 2500-3000 perkilogramnya. Lalu harga mentimun anjlok dari Rp. 1500-2500 kini anjlok menjadi Rp. 500 perkilogramnya, \" tambahnya. Supiah membeberkan, sebelum pandemi Covid-19, umumnya dari transaksi jual beli dirinya mampu meraup pendapatan bersih mencapai Rp. I juta rupiah perharinya. Namun saat ini kata dia, dirinya hanya mampu mengantongi hasil Rp. 300 ribu rupiah perharinya. \" Dengan pendapatan sebesar itu, belum bisa menutupi biaya operasional bahkan terbilang nombok mas, \" beber dia. Guna menghindari kerugian, Supiah terpaksa membatasi sementara penyerapan hasil komoditas cabai merah dan sayuran dari petani sekitar untuk pengiriman ke luar daerah. Dimana saat ini dia mengaku hanya mampu menyerap hasil produksi cabai merah dan sayuran dari petani untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal saja, dibilangan pasar tradisional Kalianda, Waypanji, Candipuro dan sekitarnya. Bahkan, untuk kelangsungan usahanya, para pengepul cabai merah dan sayuran diwilayah tersebut, saat ini terpaksa harus menyesuaikan harga, ketika menyerap hasil komoditas tersebut ditingkat petani, agar dapat bersahing dan terus bertahan. \" Ketika membeli cabai merah dan sayuran dari petani ditengah kondisi saat ini, saya terpaksa harus menyesuaikan harga, bila tidak maka cabai merah dan sayuran yang saya pasok dari petani sekitar tidak laku di pasaran, kalo harganya tinggi. Itu pun hanya untuk memenuhi kebutuhan pelanggan di seputaran pasar lokal saja mas,\" terangnya. Sementara, Solikin (30) salah seorang petani cabe dan sayuran warga Desa Sidowaluyo mengatakan, harga cabe merah terus turun dalam dua pekan terakhir ditingkat petani, semenjak adanya Covid-19. Dimana sebelumnya kata dia, bila kondisi normal harga cabai bertengger dikisaran Rp 30 ribu perkilogramnya di tingkat petani. Memasuki bulan puasa, harga cabai merah mulai mengalami penurunan ditingkat petani menjadi Rp. 14 ribu rupiah perkilogramnya. \" Menyusul, dua pekan belakangan, harga cabai merah terus anjlok. Saat ini, harganya hanya Rp. 7000 perkilogramnya. tidak seperti minggu yang lalu masih dikisaran Rp. 14 ribu perkilogramnya mas, \" kata Solikin. Dikatakannya, umumnya hasil produkdi dari lahan seluas seperempat hektar mampu menghasilkan 2 ton cabai merah, dengan estimasi biaya operasional mulai pra-pasca panen mencapai Rp. 20 juta dan hasil penjualan mencapai Rp. 60 juta. \" Namun, bila harga Rp. 7000 perkilogramnya didapati hasil jual Rp. 14 juta, \" kata Solikin. Dengan harga tersebut lanjutnya, petani sudah merugi. Saat ini, harga jual hasil pertanian sangat rendah. Padahal biaya tanam dan perawatan cukup tinggi. \"Petani sangat merugi. Harga cabai merah saat ini jelas tdak cukup menutupi biaya tanam dan perawatan. Belum lagi harga obat-obatan mahal serta upah tenaga kerja,\" ucapnya. Selainnya, harga komoditi cabe hijau paling anjlok. Saat ini harganya di tingkat petani hanya Rp 5 ribu per kilogram dari sebelumnya Rp. 15000 perkilogramnya. \" Terlebih, harga sayuran seperti, terong, pare dan kacang hijau paling anjlok, hampir tidak ada harga mas, \" ucap Misdi (50) petani cabai dan sayuran tetangga solikin menimpali. Ia berharap, pandemi covid-19 segera berlalu. Sehingga dirinya dan petani lainya dapat melakukan aktivitas usaha tani dengan normal. \" Kami berharap, kondisi ini cepat berlalu, sehingga kami bisa melanjutkan usaha kembali. Guna mendulang rupiah untuk memenuhi kebutuhan keluarga,\" tutup Misdi.(CW2)
Sumber: