Sembarang Pakai Kata ‘anjay’ Bisa Dipidana

Sembarang Pakai Kata ‘anjay’ Bisa Dipidana

KALIANDA - Masyarakat harus berhati-hati ketika menggunakan istilah atau kata \'anjay\'. Pasalnya, istilah tersebut dianggap mengandung unsur kekerasan dan merendahkan martabat seseorang karena salah satu bentuk bullying yang dapat dipidana. Jika istilah \'anjay\' digunakan kepada seseorang yang tidak dikenal, atau kepada yang lebih dewasa, maka penggunaan kata itu bisa menjadi masalah dan tindak pidana kekerasan. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dalam pers rilisnya tengah menyoroti istilah \'anjay\' yang viral di media sosial. Banyak pihak yang khawatir dengan penggunaan istilah tersebut, terutamanya orang tua. Di sisi lain, banyak juga pihak yang menganggap penggunaan istilah \'anjay\' merupakan hal biasa. Tetapi tidak dengan Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Lampung. Wakil Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Lampung, Amelia Nanda Sari, S.H. mendukung penuh upaya Komnas PA mengenai larangan istilah \'anjay\'. Menurut Amel, sapaan akrabnya, kata atau istilah tersebut lebih baik dihilangkan. Karena, kata Amel, kata \'anjay\' bukanlah bahasa baku yang tercantum dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). \"Hasil survei dari kita, media harus memfilter. Istilah itu bukan sarkasme, lebih ke ungkapan daily (sehari-hari’red),\" katanya saat dihubungi Radar Lamsel, Selasa (1/9/2020). Lebih lanjut, Amel mengatakan bahwa menjaga tata bahasa sama halnya menjaga perkembangan. Di zaman seperti sekarang ini, orang tua harus lebih ketat dalam menjaga tumbuh kembang anak. Apalagi di tengah media daring seperti sekarang, kaya Amel, lebih agak sulit memantau aktivitas anak. Karena alasan itu, anggota DPRD Lamsel dari fraksi Gerindra ini menyarankan sebaiknya orang tua memantau kegiatan anak-anaknya. \"Dalam survei internal kami, anak umur 8-17 tahun itu sedang aktif dan senang main gadget. Sedangkan menurut pakar tumbuh kembang, usia 12-18 tahun itu anak sedang mencari jati diri. Jadi anak-anak enggak kena bad influence dari media sosial,\" katanya. Amel mengatakan lembaganya sempat membuat rekom ke pusat. Bukan hanya kata anjay saja, tetapi kata-kata lain juga. Misalnya anjir yang memiliki arti sama dengan anjay. Sebagai perwakilan rakyat, Amel meminta supaya kementerian atau lembaga ketika menggelar sosialisasi harus menyampaikan imbauan. Harus ada pembahasan yang bisa memberikan edukasi diri kepada masing-masing individu. Misalnya melaksanakan kegiatan mendongeng yang masuk dalam ekstrakurikuler sekolah. Contohnya seperti cerita legenda, dan cerita rakyat, yang merupakan salah satu warisan budaya yang harus disampaikan para pendidik. Baik guru di sekolah atau orang tua di rumah. Amel melanjutkan, anak sebagai generasi penerus harus tumbuh di lingkungan yang positif, santun, dan memiliki nilai moral yang baik demi terciptanya tunas bangsa berkualitas, dan berakhlak mulia \"Negara kita, kan, banyak cerita legenda. Itu kekayaan bangsa yang wajib diketahui generasi penerus bangsa. Menurut saya, hal-hal semacam itu lebih baik ketimbang anak-anak menonton sinetron atau acara-acara yang kurang mendidik,\" katanya. (rnd)

Sumber: