DTPHP Luruskan Polemik Kartu

DTPHP Luruskan Polemik Kartu

KALIANDA – Kegaduhan di kalangan pertanian terkait proggram pemerintah berupa kartu petani baru-baru ini, turut mematik perhatian Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Lampung Selatan. Pasalnya, mereka menilai polemik tersebut sudah jauh melenceng dari substansi program tersebut. Terlebih, dari awal mula terjadinya pro dan kontra mengenai kartu petani dianggap salah pemahaman. Sebab menurutnya, statment anggota DPR RI Sudin dalam kunjungan kerja di wilayah Lamsel yang mengutarakan penundaan kartu petani itu merupakan salah satu opsi karena berbagai sarana dan prasarana yang harus dilengkapi. Disamping itu, para petani juga harus mengetahui secara mendetail mengenai program kartu petani. Pasalnya, saat ini terdapat dua program yang hampir serupa dan produknya dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan Pemprov Lampung. “Kami disini hanya akan meluruskan supaya tidak salah penafsiran. Pada dasarnya program ini keduanya sangat membantu petani. Stetment pak Sudin pada saat kunker di Lamsel itu tidak dicermati secara utuh alias setengah-setengah. Yang timbulnya sekarang ini kian melebar dari substansi aslinya,” ungkap Kepala DPTHP Lamsel, Bibit Purwanto dikantornya, Senin (9/11) kemarin. Dia menerangkan, dalam hal ini terdapat dua produk pertanian yang tengah menjadi topik hangat dalam masa Pilkada. Yakni, program Kartu Tani oleh pemerintah pusat dan Kartu Petani Berjaya (KPB) oleh Pemprov Lampung. “Maksudnya yang ditunda itu adalah Kartu Tani yang milik pemerintah pusat karena dinilai belum optimal untuk beberapa wilayah termasuk Lampung. Apalagi di Lampung juga memiliki program KPB yang saat ini tengah dipersiapkan dan di uji coba. Justru pak Sudin mengarahkan agar program milik Pemprov yang dioptimalkan,” terangnya. Disamping itu, kedua produk tersebut nyaris memiliki kemiripan dengan tujuan mensejahterakan para petani. Namun, dalam hal ini Kartu Tani hanya berfungsi untuk penebusan pupuk bersubsidi berbasis online sementara KPB lebih spesifik hingga mengakomodir sarana dan prasarana pertanian hingga bentuk pinjaman lunak berikut AUTP. “Kenapa ada opsi penundaan, karena saat ini beberapa daerah masih belum 100 persen bisa mengajukan kebutuhan pupuk secara elektronik (E-RDKK’red). Karena kekhawatiran itu maka ada opsi melakukan penundaan supaya para petani kita tetap mendapatkan pupuk bersubsidi dengan metode billing sistem atau yang lama. Meskipun program Kartu Tani ini sudah digulirkan sejak 2018 tetapi sampai sekarang baru beberapa daerah saja yang sudah berjalan,” paparnya. Masih kata Bibit, DPTHP Lamsel sejauh itu terus berupaya mengakomodir kedua program tersebut kepada para petani. Bahkan, sejauh ini ada lima desa di Kecamatan Palas yang tengah melakukan ujicoba KPB. “Memang di tahap awal ini ada lima desa yang diuji coba menerapkan KPB. Itupun belum secara keseluruhan fasilitas dalam program itu dipergunakan. Baru sebatas re-covery AUTP saja. Mudah-mudahan kedepannya bisa semakin optimal dan seluruh fasilitasnya bisa dinikmati para petani,” lanjutnya. Dia berharap, para petani tidak gusar dan khawatir mengenai program tersebut. Sebab, pada dasarnya pemkab Lamsel tetap mengakomodir kedua program pemerintah baik dari pusat maupun provinsi. “Jadi jangan sampai kesalah-pahaman ini terus terjadi. Sebab, kita terus melakukan upaya untuk menjalankan kedua produk atau program ini demi kesejahteraan para petani. Buktinya, saat ini pelaporan E-RDKK kita sudah mencapai 90,43 persen,” pungkasnya. Sejumlah Kelompok tani mengungkapkan kegelisahannya akan Kartu Petani tersebut. Beberapa bahkan khawatir program tersebut serupa dengan Billing System yang pernah digadu petani dua tahun silam. Sistem itu dianggap gagal oleh sebagian petani lantaran petani harus mondar-mandir ke Bank untuk menebus pupuk. Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Karya Makmur, Desa Kuala Sekampung, Suwanto mengungkapkan, sampai dengan saat ini belum ada yang mengatahui kartu petani. Sebab, sampai dengan saat ini belum ada satu wilayah di Lampung Selatan yang menjadi percontohan penerapan kartu petani tersebut. “Belum ada yang tahu bagai mana kartu petani itu. Kita juga belum milihat langsung fungsinya seperti apa, karena di Lampung Selatan ini belum ada,” ujar Suwanto memberikan keterangan kepada Radar Lamsel, Senin (9/10) kemarin. Belum lagi, melalui kartu petani tersebut segala pendistribusian batuan petani hanya bisa diakses melalui sistem elektronik atau internet. Padahal pada kenyataannya, kata Suwanto, hanya 3 banding 100 petani yang sudah memahami. Itu justru bakal menjadi kendala bagi petani, belum lagi keterbatasan jaringan internet. Salah satu contoh yang mulai dialami petani saat ini yaitu penyusunan Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (E-RDKK) yang sulit berjalan. “Yang sekarang ini lagi nyusun RDKK saja sudah macet. Petani kita disini maunya praktis saja. Kebutuhan pupuk diajukan ke kios, kios mengajukan ke distributor. Dan pupuk sudah diantar ke kelompok tani, parktis langsung bayar,” ucapnya. Meski begitu, sambung Wanto, program pemerintah pusat ini tentunya memiliki manfaat yang sangat baik untuk petani. Namun, ebelum diluncurkan harus ada sosialsasi yang matang agar kartu petani ini bisa berfungsi dengan baik dan bisa digunakan petani. “Menurut saya, program pemerintah ini sangat baik. Karena untu mengatur pola pendistribusian bantuan. Tapi itu semua harus disosilisaikan secara matang, sebelum diluncurkan. Agar petani bisa memahami dan menggunakannya. Enggak cukup hanya sosilasisasi dari penyuluh kecamatan saja,” ujarnya. Ketua Gabungan Kelompok Tani Sinar Bakti Purwanto juga mengungkapkan hal yang serupa. Ia khawatir penerapan kartu petani ini akan sama dengan sistem biling sistem pupuk subsidi dua tahun lalu yang tidak berjalan. “Takutnya akan seperti billing sistem, kenapa enggak berjalan karena kelompok tani mau bayar pupuk saja harus ke bank. Sedangkan petani enggak bisa sekaligus bayar, kelompok direpotkan harus mondar-mandir,” ucapnya. Menururnya sebelum kartu tersebut diluncurkan di seluruh wilayah Lapung Selatan. Harus ada satu wilayah yang menjadi pilot projek penerapan kartu petani tersebut. “Harus ada yang jadi contoh dulu, paling dua musim.  Agar petani tahu apa fungsi dan manfaat kartu petani tersebut,” pungkasnya. Terpisah, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Cinta Mulya Muntofik mengatakan, dirinya belum dapat berkomentar banyak ketika ditanya tentang program Kartu Petani. Sebab, selama ini keterbatasan informasi atau sosialisasi yang dilakukan oleh permintah terkait program tersebut. “ Di Kecamatan Candipuro sendiri, ummmnya para petani belum mengetahui apa yang dimaksud dengan program kartu tani. Karena, sampai hari ini belum ada sosialisasi terkait hal itu kepada petani di sini,” ujarnya kepada Radar Lamsel, Senin (9/11). Namun pihaknya tidak menampik tahu sekilas terkait program pertanian tersebut. Menurut Muntofik, bila program kartu tani itu berbasis Informasi Teknologi akan sangat menyulitkan bagi petani. Mengingat lanjutnya, program penebusan pupuk berbasis online seperti billing system yang telah berjalan pun, masih terus dievaluasi untuk dilakukan penyempurnaan, agar berjalan optimalnya pendistribusian pupuk kepada petani, saat memulai aktivitas usaha tani. “ Menurut saya bila program kartu tani ini berbasis online, akan sangat menyulitkan bagi petani ketika melakukan penebusan pupuk. Berkaca dari pengalaman menggunakan aplikasi billing system yang sudah lama berjalan saja, petani masih menemui kendala saat melakukan penebusan di bank yang telah direkomendasi pemerintah,” terangnya. Ia mengatakan, ketika petani memasuki aktivitas usaha tani, umumnya pemakaian pupuk serentak. Dimana pada saat penebusan pupuk di bank melalui aplikasi billing system kerap terjadi lonjakan antrian. Sehingga, tak jarang petani mengurungkan niatnya dan memilih untuk kembali keesokan harinya guna melakukan penebusan pupuk di bank. “ Ketika, dalam satu waktu petani yang berasal dari beberapa kecamatan  melakukan penebusan pupuk secara bersamaan, sering terjadi antrian panjang di bank. Sehingga, banyak petani tidak terlayani secara maksimal. Bahkan, tak jarang, petani memilih untuk menunda penebusan, dan kembali ke bank keesokan harinya. Artinya, ini sebuah kendala yang perlu dibenahi agar program penebusan pupuk berbasis online ini bisa optimal,” ujarnya. Muntofik menambahkan, belum adanya fasilitas di bank yang memadai menjadi sebuah kendala yang harus segera dicari solusinya. Sebab menurutnya, terjadinya penumpukan antrian saat penebusan pupuk dipicu selain proses administrasi yang rumit, kondisi diperparah oleh jaringan internet yang belum stabil serta belum tersedianya fasilitas khusus bagi petani ketika melakuka penebusan pupuk berbasis online. “ Ketika kita berbicara program, harapan kami harus juga diikuti dengan fasilitas yang memadai, sehingga program pertanian ini berjalan optimal. Jangan malah keberadaanya menambah beban bagi petani,” kata Muntofik. Bila pun dimungkinkan diluncurkan segara program kartu tani oleh pemerintah, ia berharap program tersebut harus melalui kajian secara mendalam. Agar, keberadaanya menjadi manfaat. “ Jika memang program kartu tani ini akan di lounching oleh pemerintah, kami berharap adanya kajian ulang. Agar, keberadaannya dapat bermanfaat,” harapnya. Terpisah, Koordinator Kelompok Fungsional (KKF) PPL Kecamatan Candipuro Aan Suwarni mengamini hal tersebut. Dimana ia menjelaskan, kendala lain yang di hadapai oleh petani diantaranya ialah,perlu adanya reorganisasi Kelompok Tani (Poktan). Sebab, menurutnya, para pengurus kelompok saat ini, selain sudah gaek juga belum menguasai IT. “ Mayoritas ketua poktan di Candipuro sudah sepuh. Selain itu, banyak juga yang tidak menguasai IT. Kedepan mungkin harus adanya pembenahan di tubuh kepengurusan poktan. Agar, program pemeritah dapat berjalan optimal,” pungkasnya.(red)

Sumber: