Penerbit Surat Rapid Hanya RS dan Klinik

Penerbit Surat Rapid Hanya RS dan Klinik

IDI Meluruskan, Oknum Bidan Minta Maaf

SIDOMULYO –Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Lampung Selatan tidak membenarkan tindakan bidan yang mengeluarkan surat keterangan hasil rapid tes, yang terjadi di Desa Sidimulyo pada Minggu (11/7) lalu. Tindakan bidan yang mengeluarkan surat rapid tes ini tidak dibenarkan sebab yang berhak mengeluarkan surat rapid tes ini adalah RS dan klinik yang telah ditunjuk oleh Dinas Kesehatan Lampung Selatan. “Memang sudah ada rumah sakit atau klinik yang ditunjuk untuk mengeluarkan surat rapid tes. Tapi otoritas sebenarnya itu adalah hak mutlak yuridiknya dokter mengeluarkan surat keterangan baik sehat atau pun sakit. Paling sulit sekalipun hasil rapid tes, itu sebenarnya hak mutlak dari dokter, tanda tanganya dokter. Bidan tidak boleh, tidak ada yuridiksinya disitu,” kata Ketua IDI Lampung Selatan dr. Wahyu Wibisana, Minggu (12/7) kemarin. Wahyu mengatakan, penujukan rumah sakit atau klinik yang memiliki hak melakukan rapid tes ini agar hasil rapid tes bisa terdata atau dicatat. Selain itu validitasnya juga terpercaya dan terjag. “Tentunya di rumah sakit atau klinik ini validitasnya terjaga. Hasilnya rapid tes baik reaktif atau nonreaktif juga dilaporkan dicatat,” terangnya. Dokter Wahyu juga memberi acungan jempol kepada dokter atau bidan yang mau melayani rapid tes untuk pasien Covid-19. Sebab pekerjaan ini sangat beresiko sekali terjadi penularan Covid-19. “Seharusnya yang tanda tangan bukan bidan, tapi dokter yang punya nomor SIP disitu sesuai alamatnya disitu, itu legal. Rapid tes ini sebenarnya otoritas dokter spesialis patalogi klinik, diagnosanya pun reaktif dan non reaktif. Sebagai turunannya dia mendelegasikan ke dokter yang ada dibawahnya. Kalau di suatu daerah tidak ada spesialis patalogi klinik, dokter juga boleh mengeluarkan rapid tes. Tapi di Lampung Selatan sudah menunjuk RS dan klinik,” ungkapnya. Wahyu meneruskan, aturan ini juga sangat penting disosialisasikan ke tenaga kesehatan dan masyarakat. Sehingga tak ada lagi klinik yang mengeluarkan rapid tes tanpa ada penunjukan dari Dinas Kesehatan. “Perlu sekali ini agar tidak ada klinik yang semena mena mengeluarkan hasil rapid tes ini,” sambungnya. Sementara itu Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Rawat Inap Kecamatan Sidomulyo dr. Rocky Sihombing mengaku, sudah memberikan sosialisasi terkait aturan penerbitan surat hasil rapid tes itu. “Sudah kita sosialisasikan ke semua tenaga kesehatan, bahwa bidan tidak bisa mengeluarkan surat rapi tes. Bidannya pun sudah kita panggil, dan sudah meminta maaf atas kesalahan ini,”ujarnya. Rini sendiri mengakui, ia menerbitkan surat keterangan hasil rapid tes untuk warga Desa Soleretno itu lantaran ketidaktahuannya mengenai aturan penerbitan surat keterangan rapid test tersebut. “Saya benar-benar memang tidak mengetahui aturannya seperti apa aturannya, siapa saja yang boleh mengeluarkan surat rapid ini,” kata Rini kepada Radar Lamsel, saat ditemui di kediamannya, Desa Sidomulyo. Rini menjelaskan, ia mengeluarkan surat rapid tes untuk dua warga Soleretno dengan niat untuk menolong. Sebab, pasien tersebut kerap mendapat perlakuan kurang baik dari masyarakat di lingkungannya. Rini juga hanya meminta tarif sebesar Rp 100 ribu untuk satu rapid, jauh dibawah dari ketetapan harga pasaran yang mencapai Rp 250 ribu. “Niat saya untuk menolong warga. Karena pasien mengaku selama ini kerap mendapat perlakukan kurang baik oleh masyarakat di lingkungan rumahnya, sebelumnya ibu dari pasien juga meninggal akibat Covid-19. Dia rapid tes untuk membuktikan kepada warga bahany ia negatif,” terangnya. Rini mengaku, masalah ini juga sudah dibahas di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Rawat Inap Kecamatan Sidomulyo. Aturan penerbitan surat rapid tes ini akan diedarkan ke seluruh tenaga kesehatan dan masyarakat. “Tadi juga sudah dibahas di Puskesmas. Kedepannya akan surat edaran tentang aturan penerbitan surat rapid tes ini. Saya juga meminta maaf , harapan kita kedepannya tidak ada lagi,” ungkapnya. Sementara itu Nova (26) penyintas covid-19 juga mengetahui bahwa selama ini tidak tahu klinik tau rumah sakit rujukan yang bisa mengeluarkan surat rapid tes. Penyitas Covid-19 ini tak menampik selama menjalani isolasi mandiri kelurganya kerap mendapat perlakuan kurang baik dari masyarakat di lingkungan rumahnya. “Sebagai masyarakat awam, setahu saya semua tenaga kesehatan bisa mengeluarkan surat rapid tes. Saya sendiri merasa terbantu, sebab mau tes ke dokter mahal biayanya mahal, Rp 250 ribu, sementara ke Bidan Rini hanya Rp 100 ribu,” pungkasnya. (vid)

Sumber: