Korban Tsunami Tagih Bantuan

Korban Tsunami Tagih Bantuan

KALIANDA – Puluhan keluarga korban tsunami tiga tahun lalu belum benar-benar terbebas dari belenggu kesengsaraan. 21 perwakilan keluarga asal Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa dipaksa gigit jari berkali-kali. Pemicunya, lantaran carut-marut soal ganti rugi untuk para korban tsunami yang diketegorikan rusak sedang, hingga kini tak kunjung selesai. Mereka yang masuk dalam kategori korban rusak sedang tak kunjung menerima ganti-rugi seperti yang dijanjikan oleh pemerintah. Alhasil, perwakilan dari 21 orang korban meminta pertanggungjawaban dari pemerintah. Mereka, mendatangai Kantor BPBD Lamsel untuk mencari tahu penyebab ketidakjelasan masalah tersebut, Kamis (19/8) kemarin. Awal mulanya, 21 kepala keluarga (KK) ini masuk dalam data korban tsunami di Desa Kunjir dengan total penerima bantuan 183 KK. Namun ironisnya, mereka yang masuk dalam kategori penerima bantuan rusak sedang itu hanya diakomodir 3 KK. “183 KK ini semuanya sudah dikategorikan dalam kelompok korban rusak berat, sedang dan ringan. Yang rusak berat 138 KK sudah mendapatkan hunian tetap (huntap), 24 KK kategori rusak ringan sudah mendapatkan ganti rugi sebesar Rp10 juta, dan kami 21 KK yang kategori rusak sedang ini belum menerima hak kami sebagai korban. Yang katanya dijanjikan oleh pemerintah bakal memperoleh bantuan sebesar Rp17 juta,” ungkap Yusroni Arlan, salah seorang warga Kunjir di BPBD Lamsel, kemarin. Seiring berjalannya waktu, imbuhnya, mereka mendapat informasi jika yang terakomodir dalam kategori rusak sedang itu hanya 3 KK. Sehingga, membuat warga lain yang termasuk korban tsunami rusak sedang itu meradang. “Kami bicara berdasarkan data dan fakta di lapangan. Kenapa, kok di kemudian hari ini muncul data baru. Kapan mereka melakukan verifikasi di lapangan. Kenapa tidak sepengetahuan kami yang benar-benar menjadi korban tsunami. Kami ini sudah berkali-kali dimintai tandatangan sebagai korban dan telah di SK-kan mendapat bantuan. Yang kami lakukan sekarang adalah menuntut hak kami berdasarkan fakta dan data di lapangan,” tegasnya. Mereka berharap, BPBD Lamsel bisa mencarikan solusi atas masalah tersebut. Sehingga, terdapat kejelasan atas carut-marut pendataan korban tsunami yang terjadi tiga tahun silam itu. “Kalau kami ingin meributkan masalah ini banyak sekali. Tapi, kami masih tetap bersabar. Padahal, notabene nya kami benar-benar korban dalam bencana itu. Tapi, tolong hak kami sebagai warga negara ini diperjuangkan. Jangan kami dibodohi. Memang kami ini masyarakat kecil. Bukan masalah nilai bantuannya yang kami perdebatkan. Tetapi, kami disini hanya menuntut hak dan perhatian pemerintah karena kami sebagai warga negara,” pungkasnya. Terpisah, Kepala BPBD Lamsel, Drs. H. M. Darmawan, MM menegaskan, dalam hal tersebut pemberian bantuan sudah diatur dalam aturan perundang-undangan. Untuk kategori korban rusak berat, diakomodir oleh pemerintah pusat berupa huntap. Lalu, rusak ringan telah direalisasikan oleh pemerintah daerah sekitar tiga bulan lalu. “Nah, untuk kategori rusak sedang ini menjadi tugas dan kewenangan Pemprov Lampung. Sudah dibagi-bagi kewenangannya oleh pemerintah pusat. Mengingat ini adalah bencana nasional. Persoalan ini kami tampung dan akan kami teruskan ke provinsi,” janji Darmawan. Selain itu, pihaknya juga langsung mengkoordinasikan dengan sejumlah jajaran terkait. Guna melakukan mediasi dan mencari solusi atas persoalan yang terjadi di Desa Kunjir tersebut. “Semoga dalam waktu dekat, paling tidak minggu depan kita akan fasilitasi untuk mediasi dengan provinsi. Karena, kewenangan dalam hal ini sepenuhnya menjadi urusan provinsi. Kami harap nanti bisa ada jalan keluar dan titik temunya,” pungkasnya. (idh)  

Sumber: