Muktamar IDI dan Pesan Moral dari Aceh
Oleh: Ketua IDI Cabang Lamsel dr. Wahyu Wibisana Jet lag setelah menempuh perjalanan panjang dari Lampung menuju Provinsi Aceh mendadak lenyap. Lenyap ketika rombongan IDI Lamsel behimpun bersama dokter-dokter dari seluruh tanah air dalam Muktamar XXXI IDI di Banda Aceh, 23 Maret 2022. Keramahan inong dan agam serta laku pejabat di Aceh terasa hangat menyambut IDI dari seluruh Indonesia. Dengan friendly kami dijemput oleh Bapak Asnawi menggunakan mobil dinas pejabat Disperkim Provinsi Aceh. Sepanjang jalan dalam kota Banda Aceh, kita akan melihat hal yang cukup aneh, yaitu tidak ada trotoar untuk pejalan kaki di atas gorong-gorong pembuangan air hujan. Mungkin karena medan tanahnya yang sangat datar dari ujung ke ujung dan tidak ada pejalan kaki yang melintas sesuai dengan survei, bahwa warga Indonesia adalah yang paling malas berjalan kaki. Para peneliti di Universitas Stanford AS pada Agustus 2018 menggunakan data menit per menit dari 700.000 orang yang menggunakan Argus, sebuah aplikasi pemantau aktivitas pada telepon seluler mereka. Hasilnya, orang di Hong Kong menempati urutan teratas dalam daftar penduduk paling rajin berjalan kaki, sebanyak 6.880 langkah setiap hari. Adapun penduduk paling malas sedunia adalah orang Indonesia yang berada pada posisi terbuncit dengan mencatat 3.513 langkah per hari. Kami berempat dengan Dr.Johansyah, Dr.Agus Benni Kelana dan Dr.Riandes Roberta adalah utusan IDI Cabang Lampung Selatan yang sempat sholat di Mesjid Raya Baitul Rahman, berfoto di Museum Aceh, dan Mengirimkan do\'a bagi ahli kubur korban tsunami di Kuburan Massal kampung Siron, dan berakhir di peraduan check in Grand Arabia Hotel, kami pun bisa terlelap menutup cerita hari itu. Pagi setelah sarapan kami bergegas ke vanue, tampak bendera putih lambang IDI berkibar berulang ditiup angin dan bunga papan besar berderet berdiri gagah, mengucapkan selamat dan sukses atas terselenggaranya acara besar ini, sampai di gedung artistik islami modern, Banda Aceh Convention Hall (BACH) yang kami tuju. Sangat berbeda dengan even nasional para dokter yang dipenuhi mobil rental industri farmasi, BACH justru dipenuhi mobil plat merah dari ASN, TNI dan Polri, sebagai LO segenap IDI Wilayah se Indonesia. Bangunan BACH sempat memprihatinkan secara struktural, arsitektural dan elektrikal. Selain belum jelas kepemilikannya antara Pemkot Banda Aceh dan Pemprov Aceh, bangunan yang rampung dikerjakan pada tahun 2018 itu sempat lama tidak digunakan. Pada hal pemerintah sudah menghabiskan anggaran sekitar Rp 70 miliar lebih dari sumber dana otonomi khusus atau otsus. Semua fasilitas penunjang gedung sudah tersedia, seperti AC portable, sound system portable, hingga genset terbaik di seluruh Banda Aceh. Banda Aceh merupakan sebuah kotamadya dan ibukota dari provinsi Aceh, provinsi paling utara di pulau Pulau Sumatera. Sebagai pusat pemerintahan yang mulai 2014 bukan disebut Propinsi Nangroe Aceh Darussalam lagi, tetapi hanya Propinsi Aceh saja, Banda Aceh menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial, dan budaya, bahkan juga kota Islam yang paling tua di Asia Tenggara, karena Banda Aceh merupakan ibu kota dari Kesultanan Aceh Darussalam berdiri pada abad ke-14. Dari batu nisan Sultan Firman Syah, didapat keterangan bahwa Kesultanan Aceh beribu kota di Kutaraja. Pada masa agresi kedua Belanda, terjadi evakuasi besar-besaran pasukan Aceh keluar dari Banda Aceh yang kemudian dirayakan oleh Van Swieten dengan memproklamasikan jatuhnya kesultanan Aceh dan mengubah nama Banda Aceh menjadi Kuta Raja. Setelah masuk dalam pangkuan Pemerintah Republik Indonesia, baru sejak 28 Desember 1962 nama kota ini kembali diganti menjadi Banda Aceh. Kami segera mengikuti rangkaian acara Muktamar, yang diatur oleh EO Satu Langit dari Jakarta dan EO lokal PT AMI Banda Aceh. Ketua Panitia Dr. Nasrul Musadir, SpS(K), FINA melaporkan bahwa pada Muktamar IDI ke 31 kali ini, dihadiri oleh dokter utusan 408 dari total 485 IDI Cabang se Indonesia, yaitu 1.723 orang dokter. Para dokter utusan IDI Cabang yang tidak hadir, setelah dikonfirmasi oleh panitia ternyata karena tidak ada dana operasional dan para dokter pengurus IDI Cabang tersebut lebih memilih untuk terus tanpa henti, melanjutkan pengabdiannya sebagai dokter, terutama di lokasi T3 (Tertinggal, Terluar dan Terpencil) Indonesia. Maka dari itu, panitia muktamar berbiaya Rp 1,4 M ini sangat berharap agar muktamirin bukan berproses untuk mencari pimpinan pengurus IDI yang terkuat, tetapi yang terbesar pengabdiannya untuk bangsa dan negara kita. dr. Nasrul juga menceritakan runtutan kegiatan, sejak melaporkan ide keinginan untuk menjadi tuan rumah Muktamar IDI kepada Gubernur Aceh. Waktu itu jawaban Gubernur Aceh adalah tegas, di luar dugaan dan tidak dapat ditawar, bahwa tugas para dokter Aceh adalah membawa Muktamar IDI ke Banda Acah, karena even itu sangat penting bagi masyarakat Aceh. Katakan apa yang diperlukan, pasti akan didukung penuh oleh Pemprov Aceh, termasuk penggunaan gedung BACH pertama kali untuk acara MICE di masa pandemi COVID-19 dan sekretariat panitia berlokasi di Bapelkes, bahkan diadakan jamuan makan malam oleh setiap kepala dinas. Selanjutnya para muktamirin IDI Cabang se Indonesia disuguhi video perjuangan berjudul \'Dokter untuk Bangsa\'. Digambarkan perjuangan para dokter Indonesia, sejak Dr. Soetomo mendirikan Boedi Oetomo 1908, perjuangan Dr. Fuziah dokter puteri Aceh pertama sampai Dr. Zainudin Abdulah sebagai Gubernur NAD. Kami juga diajak mengenang Dr. Farid Husain, seorang dokter yang meninggal dunia karena ganasnya COVID-19, dan seorang tokoh perdamaian di Aceh. Dr. Farid Husain, SpB dikenal sebagai salah seorang anggota delegasi pemerintah Indonesia dalam perundingan dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finlandia pada tahun 2005. Perundingan yang dimediasi oleh Martti Ahtisaari ini berhasil mewujudkan Kesepakatan Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005. Dengan kesepakatan ini, Konflik Aceh yang telah berlangsung 30 tahun diakhiri. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia gerakan separatis diselesaikan dengan solusi politik yang komprehensif. Video ditutup dengan penampilan nama 751 orang dokter Indonesia yang gugur dan menjadi pahlawan COVID-19. Setelah menyaksikan beberapa tarian Aceh, Dr. Daeng Muhamad Faqih, MH Ketua Umum PB IDI mengapresiasi Muktamar kali ini sebagai suguhan kearifan lokal, tidak hanya dalam aspek kuliner dan kesenian, tetapi juga semangat, komitmen dan penghormatan terhadap tamu. Dengan tetap menerapkan prokes semaksimal mungkin, diharapkan Muktamar tidak hanya kumpul fisik dan membuat gerakan mewujudkan peran yang lebih, untuk memproduksi ide dan gagasan yang baik bagi bangsa dan negara, dengan menunjung tinggi marwah dan etika dokter. Terlebih gap kompetensi dokter Indonesia dengan LN harus dikurangi, terutama dalam memberikan layanan wisata kesehatan, yang diharapkan dapat dimulai dari Serambi Mekah. Gubernur Aceh Ir. Nova Iriansyah, MT di depan Kejati, Pangdam, Kapolda, Rektor Universitas Syahkuala dan Universitas Islam Ar-Raniry, Sekda, Bupati dan Walikota se Aceh menyambut para dokter se Indonesia sebagai tamu mulai di Aceh, karena para dokter adalah pahlawan COVID-19 yang membantu masyarakat luas melawan pandemi. Komunitas dokter disanjungnya sebagai pendamping rakyat Aceh, saat mengalami tantangan terbesar gangguan keamanan pembunuhan, gempa bumi hebat, tsunami menghanyutkan dan pandemi COVID-19. Beliau juga menyebut Muktamar IDI sebagai anugerah bagi Aceh, karena ribuan putera puteri terbaik bangsa, yaitu para dokter hadir serentak di tanah Aceh, dan menjadi torehan sejarah. Beliau juga berharap bahwa peran inovatif IDI yang melahirkan produk berkualitas, untuk pengembangan profesi dan etik kedokteran akan dikenang, karena dirumuskan di Aceh. Sambutan puncak disampaikan oleh Presiden RI Bapak Joko Widodo dari ruang kredensial Istana Merdeka Jakarta melalui video rekaman. Bapak Presiden dengan suaranya yang tegas dan wajahnya yang nampak lelah, memberikan apresiasi untuk dokter Indonesia di manapun bertugas, yang telah membantu masyarakat menghadapi pandemi COVID-19. Itulah mengapa Indonesia mampu masuk menjadi negara yang berhasil mengendalikan pandemi COVID-19, dengan menggencarkan vaksinasi dan menerapkan protokol kesehatan. Presiden berharap dalam Muktamar IDI akan dihasilkan perbaikan sistem kesehatan, mengenali desrupsi yang memengaruhi, dan mewujudkan pelayanan medis yang prima. Selain itu, dalam Muktamar IDI diharapkan terjadi juga transformasi sistem pendidikan kedokteran, yang harus dapat dipercepat untuk menghasilkan dokter Indonesia yang kompeten, patriotik, dan berdedikasi. Kita juga diharapkan mengenang para dokter yang telah meninggal karena COVID-19, agar menjadi motivasi bagi para dokter yang terus mengabdi bagi negeri. Setelah sambutan Presiden Jokowi, maka 10 pimpinan daerah dan IDI yang hadir segera naik ke atas panggung untuk membunyikan kendang secara bersama, sebagai simbolis pembukaan Muktamar IDI ke 31 di Banda Aceh.Setelah rangkaian seremonial pembukaan selesai, para peserta melanjutkan makan siang di ruang basement BACH. Selanjutnya kami mengikuti \'lunch symposium\' bertopik \"Co Formulation Insulin\' untuk Diabetis Mellitus (DM) dengan pembicara DR. Dr. Tjokorde Gde Dalem Pemayun, SpPD-KEMD, FINASIM daru FK UNDIP Semarang teman bertugas di RSUD Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah tahun 2000 dan Dr. Hindra Zufry, SpPD-KEMD dari Aceh. Sampai sekarang sekitar 70% pasien DM belum terkontrol, dengan kadar HbA1c >7,2 karena terlambat memulai pemberian insulin, yang sudah ditemukan sejak 100 tahun lalu. Untuk mencegah kelainan ketovaskuler pada DM yang belum terkontrol secara lebih awal, maka hiperglikemi pandrial justru harus ditangani lebih cepat, tidak hanya basal. Maka proses inisiasi dan perubahan jenis insulin untuk kontrol glikemik, perlu dipertimbangkan menggunakan \'co formulation insulin\'. Insulin campuran ini terdiri dari aspart 30% yang bekerja cepat dan degludec 70% yang bekerja panjang. Co formulation insulin dapat diberikan 1x saja sehari setelah makan besar, lebih praktis, mudah dan dapat mengatasi hiperglikemia prandial sekaligus basal. Sebelum memasuki sesi sidang organisasi, selanjutnya kami melakukan \'city tour\' ke Museum Tsunami yang dibuka untuk umum mulai tahun 2011, buah rancangan Bapak Ridwal Kamil, Gubernur Jawa Barat sekarang, yang waktu itu berprofesi sebagai arsitek. Rancangan Museum Tsunami Aceh ini memenangkan sayembara tingkat internasional yang diselenggarakan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nangroe Aceh Darussalam. Setelah berfoto secara bergantian dengan para pengunjung lain, termasuk para dokter peserta Muktamar IDI di gerbang Museum Tsunami, kami segera memasuki lorong tsunami berair turun di kiri kanan dinding, yang mengesankan suara hening untuk pengunjung. Kemudian kami memasuki ruang sumur doa, yang memuat 3.600 nama para korban tsunami, sedalam 30 meter, dab bagian paling atas terdapat lafadz Allah, untuk mengingatkan Allah sebagai sumber dan asal kehidupan. Kemudian kami memasuki lorong kebingungan, dengan mendaki di suatu lorong yang tidak jelas, untuk mengkondisikan para penyintas tsunami yang penuh kebingungan dan kecemasan. Selanjutnya kami menyeberangi jembatan persahabatan, yang memuat ucapan terima kasih dan salam perdamaian, dalam setiap bahasa nasional negara yang memberikan donasi untuk rekonstruksi Aceh. Di dalam bangunan museum yang berbentuk seperti kapal, terdapat prasasti yang bertuliskan daftar 49 palang merah dari seluruh dunia, yang telah memberikan bantuan penyelamatan korban. Pada tanggal 26 Desember 2004, Banda Aceh dilanda gelombang pasang tsunami yang diakibatkan oleh gempa 9,2 Skala Richter di Samudera Hindia. Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan menghancurkan lebih dari 60% bangunan kota ini. Situs tsunami lainnya yang menarik perhatian, yaitu sebuah kapal di atas rumah di kampung Lampulo, Banda Aceh. Kapal itu menjadi saksi bisu bencana alam gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004. Kapal dengan panjang 25 meter dan lebar 5,5 meter ini memiliki berat 20 ton terseret sekitar 1 km dari tempat semulanya di Sungai Krueng, dekat pantai Ulee Lheue. Dari situ kami menuju Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh untuk menjalankan sholat. Kami parkir di areal basement, naik ke atas di halaman depan masjid dan mengagumi payung beroenggerak elektrik peneduh umat. Gubernur Aceh Zaini Abdullah menggelar peluncuran payung tersebut di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, pada Senin, 13 Februari 2017 yang menyerupai payung yang dipasang di Masjid Nabawi di Madinah, Arab Saudi. Selesai shalat ashar, kami kemudian bergegas ke Gereja Katolik Hati Kudus Jl. Pangeran Diponegoro, Peunayong, Banda Aceh, yang berjarak sekitar 700 m dari Masjid Raya Baiturrahman. kami ke gereja tersebut dalam hujan yang tiba-tiba datang. Salah satu potret nyata toleransi kehidupan beragama juga nampak pada bangunan tua Gereja Katolik Hati Kudus yang berdiri kokoh ditengah kota Banda Aceh, di samping Markas Kodam Iskandar Muda dan merupakan salah satu bangunan yang menjadi Ikon kota Banda Aceh. Gereja yang bernaung di bawah Keuskupan Agung Medan ini berdiri pada tahun 1946. Namun demikian, salah satu jejak keberadaan umat Katolik di Aceh adalah catatan tentang dua orang biarawan yang terbunuh pada tahun 1638. Keduanya merupakan biarawan dari Ordo OCD atau Ordo Karmel tak berkasut. Kedua biarawan yang terbunuh tersebut adalah Pastor Dionisius A. Nativite, OCD dan Bruder Redemptus A. Kruse, OCD. Keduanya dibunuh oleh Tentara Aceh saat Kerajaan Aceh dipimpin Sultan Iskandar Tani yang menggantikan Sultan Iskandar Muda. Kedua biarawan ini dibunuh karena tidak mau menyangkal iman mereka sebagai pengikut Kristus. Atas yang mereka alami, Gereja Katolik Dunia mengenang kedua biarawan ini sebagai Martir dari Indonesia. Selanjutnya kami berjalan melewati RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang merupakan Rumah Sakit Pendidikan Utama Fakultas Kedokteran Universitas Syah Kuala Banda Aceh. Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Irwandi Yusuf, Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Dr. Norbert Baas, dan Wakil Senior pertama KfW (Bank Pembangunan Jerman) untuk wilayah Asia dan Eropa, Uwe Ohls, meresmikan renovasi RS Zainoel Abidin Banda Aceh yang rusak terdapat tsunamu dan berbiaya Rp. 418,5 M, pada hari Sabtu, 23, Januari 2010. Nama Dr. Zainal Abidin digunaian pada RS Aceh karena merupakan nama direktur atau pendiri Rumah sakit itu pada tahun 1950. Sore itu di ruang sidang utama Muktamar IDI ke 31 di BACH Banda Aceh telah memutuskan beberapa hal penting. Misalnya tata tertib Muktamar yang cukup alot untuk diputuskan, laporan pertanggungjawaban pengurus lama, dan para calon ketua yang siap dipilih untuk organisasi pelengkap IDI, yaitu MPPK atau Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian (Dr. Farhat dan Dr. Ika Prasetya Wijaya), MKEK atau Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (Dr. Djoko Widyarto, Dr. Eka Mulyana, Dr. Nasser, dan Dr. Pukovisa Prawiroarjo), dan MKKI atau Majelis Kelegoum Kedokteran Indonesia (Dr. Ferdiansyah dan Dr. Setyo Widi Nugroho). Yang lebih seru adalah gerakan senyap promosi dan kampanye para calon Ketua Umum PB IDI yang akan dipilih, yaitu Dr. Abraham Andi Padlan Patarai, MKes, Dr. Ahmad Fariz Malvia Zamzam Zein, SpPD, MM, Dr. Mahesa Paranadipa Maikel, MH, Dr. Slamet Budiharto, SH, MHKes, dan Dr. Zul Asdi, SpB, MKes. Setelah sholat maghrib, kami diundang makan di Paopia Garden, Cafe anda resto Jl. Prof. Ali Hasyimi Pango Raya Ulee Kareng Banda Aceh. Bapak Ir. Helvizar Ibrahim, MSiP, Kepala Dinas KopUKM Propinsi Aceh sebagai LO, mengundang para dokter peserta Muktamar IDI dari IDI wilayah lampung sebanyak 43 orang dalam acara peumulia jame (makan malam bersama) dengan pejabat eselon 3. Setelah menyampaikan sambutan selamat datang yang disertai penyerahan cindera mata Tukus Lampung dilanjutkan dengan foto dan makan malam bersama. Dalam pembicaraan hangat sembari makan, Bapak Helvizar yang menyambut kami menjelaskan peran besar DinkopUKM dalam mendampingi para petani kopi Gayo di Aceh Tengah yang kopinya murni dan bercitarasa mantab, bahkan mampu menembus Starbucks, yang merajai 30 persen pasar kopi dunia. Starbucks Corporation yang berkantor pusat di Seattle, Washington, didirikan oleh Jerry Baldwin, Gordon Bowker, dan Zev Seigl yang membuka gerai Starbucks pertama di tahun 1971, di Pike Place Market di Seattle, Amerika Serikat. Awalnya, perusahaan ini hendak diberi nama Pequod yang diambil dari nama kapal pemburu Moby-Dick, tetapi nama ini ditolak oleh sejumlah pendiri pendamping. Perusahaan ini akhirnya diberi nama sesuai nama mualim satu kapal Pequod, Starbuck. Pendampingan DinkopUKM Aceh didukung penuh oleh Menteri Koperasi RI Bapak Teten Masduki yang penggila kopi sungguh, mampu meningkatkan ekonomi petani, menjaga kualitas biji kopi dan mengembangkan kebun kopi Gayo yang merupakan jenis kopi Arabika, yang sejak abad 17 sudah terkenal di berbagai belahan dunia. Kopi ini di produksi di daerah Aceh Tengah tepatnya di dataran tinggi Gayo, sebagai pusat perkebunan dan produksi kopi terbaik di dunia. Selain itu, Bapak Helvizar yang bijaksana juga menjelaskan komoditas nilam (Pogostemon Cablin, Benth) yang merupakan salah satu dari sembilan komoditi unggulan Aceh yang telah digadang-gadang untuk menjadi komoditas investasi dan ekspor utama Aceh, sebagai bahan utama parfum di Perancis. Pesan moral yang utama dari Bapak Helvizar malam itu adalah agar dokter di Indonesia tidak kalah dibandingkan dokter di Penang, Malaysia yang telah menangani batu empedu anggota keluarganya. Kesan positif yang perlu ditiru oleh dokter di Indonesia adalah kinerja dokter dan perawat di Penang yang cekatan, responsif, kolaboratif antar dokter spesialis, memberikan kesempatan kepada pasien untuk memperoleh opini kedua dari dokter lain, tarif layanannya yang diketahui secara pasti sebelum tindakan, dan terjangkau. Sungguh pesan moral yang tidak mudah dilaksanakan oleh para dokter Indonesia tercinta. (*)
Sumber: