LPSK Minta UU TPKS Diberlakukan APH di Daerah
KALIANDA - UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) telah diteken Presiden Joko Widodo. UU ini terdiri dari 84 halaman dan 93 pasal tanpa lampiran. Di dalam Pasal 3 menyebutkan UU ini bertujuan untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban. Kemudian melaksanakan penegakkan hukum dan merehabilitasi pelaku lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual. UU ini menetapkan korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, kerugian ekonomi, dan/atau kerugian sosial yang diakibatkan TPKS. Wakil Ketua LPSK RI, Dr. iur. Antonius Ps. Wibowo, S.H.,M.H membeberkan pendapatnya tentang UU TPKS No. 12 2022. Menurut dia, UU itu merupakan harapan baru bagi penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual di Indonesia, yang sampai sekarang jumlahnya semakin banyak. Antonius meminta aturan yang baru ini diberlakukan oleh para penegak hukum di daerah. Menurut dia, langkah ini harus diambil. Agar aturan di dalam UU TPKS bisa berlaku secara baik, maka perlu disosialisasikan secara luas agar dipahami oleh masyarakat, utamanya aparat penegak hukum. \"Unit-unit yang menangani diklat di MA, KJA, Polri diharapkan memprioritaskan diklat tentang UU TPKS tersebut,\" ujarnya kepada Radar Lamsel, Kamis (12/5/2022). Setiap pekan, lanjut Antonius, LPSK menerima permohonan perlindungan korban TPKS sekitar 10 perkara. Harapan baru telah muncul dengan memberikan kemudahkan bagi penegakan hukum terhadap pelaku TPKS, utamanya TPKS berbasis daring (elektronik). Dalam praktiknya, masih sering dijumpai kesulitan penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual berbasis daring. \"Karena masih adanya kekosongan hukum tentang KSBO (Kekerasan Seksual Berbasis Online),\" kata dia. Ditekennya UU No. 12/2022 berarti telah menetapkan bahwa pelecehan seksual berbasis daring merupakan TPKS. Harapan itu diperkuat dengan diintrodusirnya alat bukti elektronik dalam penanggulangan TPKS, yang mana alat bukti elektronik tersebut tersebut belum dikenal sebelumnya dalam penegakan hukum TPKS. Antonius mengatakan lahirnya UU TPKS patut untuk diapresiasi, karena merupakan wujud komitmen Pemerintah dan DPR untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari TPKS dan komitmen yang sepenuh hati untuk memulihkan korban TPKS. \"Pemulihan korban TPKS semakin memperkuat kehadiran peradilan yang berperspektif korban, yaitu rehabilitatif/restoratif justice,\" katanya. (rnd)
Sumber: