Disdik Sebut Unjuk Rasa Dipicu Kesalahpahaman
KALIANDA – Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Lampung Selatan menilai aksi unjuk rasa yang dilakukan para pelajar di SMAN 2 Kalianda dipicu oleh kesalahpahaman dan ketidaktahuan siswa. Satuan kerja yang membidangi urusan pendidikan ini juga menyebut informasi yang salah mengenai sekolah gratis bisa jadi menjadi menambah kesimpangsiuran informasi yang diterima. Sebab, untuk menggratiskan seluruh biaya sekolah khususnya para pelajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) perlu dukungan anggaran yang besar dari pemerintah. Sementara sejauh ini dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang dikucurkan pemerintah kepada para pelajar SMA belum mengakomodasi kebutuhan pelajar yang rata-rata menghabiskan biaya sebesar Rp 3 jutaan setiap tahun. Jumlah ini juga masih bervariatif tergantung sekolah. Sementara BOS yang diterima para pelajar saat ini hanya sebesar Rp 1 Juta-an. “Kekurangan biaya ini siapa yang akan menanggung?,” kata Kepala Dinas Pendidikan Drs. Burhanudin kepada Radar Lamsel yang dimintai keterangannya mengenai aksi unjuk rasa para pelajar SMAN 2 Kalianda yang menolak adanya biaya daftar ulang bagi pelajar kelas XI dan XII di Kantor Disdik Lamsel, Senin (1/8). Secara pribadi, Burhanuddin mengaku sedih dan prihatin mendengar kabar adanya siswa yang melakukan aksi unjukrasa di sekolah karena menolak biaya daftar ulang atau dana kebutuhan siswa yang dibebankan kepada orang tua murid. Menurutnya, jika saja siswa memahami bahwa dana yang dibebankan ke orang tua siswa itu merupakan hasil kesepakatan pihak sekolah dan orang tua dalam rangka mendukung kemajuan dunia pendidikan, dia meyakini aksi unjukrasa yang dilakuan tidak akan terjadi. “Saya yakin unjuk rasa yang terjadi dipicu kesalahpahaman dan ketidaktahuan siswa menyangkut biaya sekolah tersebut. Padahal, para orang tua siswa sudah menyepakati hasil musyawarah yang dilakukan bersama pihak sekolah dan pengurus komite,” ujar Burhanudin. Dia tak menapik adanya asumsi para pelajar yang mendapat informasi sekolah gratis dari pemerintah. Utamanya di Kabupaten Lampung Selatan. Dia mengungkapkan hal itu masih dalam pembahasan dan diproyeksikan. Sebab, untuk dapat menggratiskan seluruh pelajar SMA membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Sementara biaya pendidikan yang diberikan oleh pemerintah sejauh ini hanya bisa mencukupi biaya operasional yang hanya beberapa item saja. “Belum lama ini memang pak Bupati kita (Zainudin Hasan, red) sempat menyampaikan soal program sekolah gratis untuk dunia pendidikan di kabupaten ini. Itu belum bisa diterapkan karena perlu dukungan anggaran. Sejauh ini, anggaran yang disiapkan oleh Pemkab Lamsel belum bisa untuk mencukupi semua kebutuhan pendidikan siswa,” ungkapnya. Dia berharap masyarakat juga jangan selalu menyalahkan pihak sekolah yang memungut biaya operasional sekolah. Sebab, biaya yang dipungut itu bukan untuk kepentingan sekolah. Tetapi untuk menopang kebutuhan operasional sekolah yang tidak bisa terpenuhi seperti gaji tenaga honorer, penjaga sekolah, tukang kebersihan dan lain sebagainya. “Semua juga pasti tahu, bahwa banyak tenaga pendidik disekolah yang statusnya masih tenaga honorer, dan siapa yang akan membayar gajinya kalau bukan biaya tambahan dari sumbangan para orang tua murid. Belum membayar gaji penjaga sekolah, tukang kebersihan dan lain sebagainya,” tuturnya. Burhanudin mengimbau kepada seluruh pihak sekolah agar dapat mensosialisasikan biaya kebutuhan siswa secara terperinci serta berikan alasan mengapa pihak sekolah melakukan pungutan dana sumbangan tersebut. “Ini untuk menjaga agar aksi unjukrasa yang dilakukan oleh para siswa di sekolah tidak lagi terjadi. Selain itu dimbau juga, agar pada saat melakukan musyawarah di sekolah, pihak sekolah untuk mengingatkan jika orang tua siswa berhalangan datang, maka yang wajib hadir adalah siwa itu sendiri, agar mereka (siswa, red) juga mengetahui secara jelas apa yang dimusyawarahkan,” pungkasnya. (iwn)
Sumber: