Mahasiswa UI Revitalisasi Kias dan Seruit

Mahasiswa UI Revitalisasi Kias dan Seruit

KALIANDA - Dosen, dan rombongan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) menyambangi Desa Palembapang, Kecamatan Kalianda. Kedatangan mereka ke desa itu karena ingin menjalin kemitraan untuk mengkaji tradisi tutur kias, dan tradisi kuliner seruit. Kajian itu sebetulnya tanpa disengaja. Diawali dari diskusi santai di Balai Desa Palembapang yang dihadiri beberapa tokoh masyarakat, tokoh adat, dan para pelaku kias. Rombongan universitas yang disebut Kampus Biru itu juga turut menyaksikan prosesi hajat pernikahan warga setempat. Rombongan juga turut menyaksikan sekaligus mendengarkan secara langsung pemberian adok atau gelar. Berikut dengan kias nasehat kepada pengantin dan para hadirin. Pemerintah Desa Palembapang berharap ada kajian berkelanjutan dari perwakilan UI.

\"Karena Desa Palembapang memiliki begitu banyak kegiatan keadatan dan juga kesenian budayanya,\" ujar Kepala Desa Palembapang, Hendriyadi, kepada Radar Lamsel, Selasa (4/10/2022).
Selain itu, lanjut Hendri, ada juga beberapa peninggalan yang perlu diteliti oleh para ilmuan dan arkeolog. Seperti adanya dugaan batu tulis dan tempat-tempat bersejarah. Menurut Hendri, informasi semacam itu perlu ditelusuri lebih lanjut oleh para ahli untuk mengungkap jejak-jejak sejarah yang masih tertinggal di Desa Palembapang. Narahubung Stakhloders Program Studi Indonesia, Rahmat Pakaya, menyebut kalau kegiatan itu adalah program kepedulian kepada masyarakat. Tahun ini ada 50 tim yang dikirim ke berbagai daerah di seluruh Indonesia, dan Desa Palembapang jadi salah satu di antaranya. Rahmat mengatakan bahwa mereka tak hanya mendengarkan kias saja. Tetapi juga diberi penjelasan tentang kias. Rahmat sendiri mengatakan tujuan kedatangan ke Desa Palembapang untuk merevitalisasi seni tutur kias. Menurut dia, kias merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia.
\"Sayang sekali kalau perlahan luntur dan punah. Ada keunikan bahwa tutur kias merupakan cara penyampaian pesan,\" katanya.
Di daerah lain, lanjut Rahmat, ada yang sama persis seperti kias. Tetapi bahasanya berbeda. Tak hanya membahas kias, tim lain dari rombongan UI juga membahas tentang seruit. Rombongan yang satu ini sedang menggali cara bagaimana nantinya seruit bisa dikenal oleh masyarakat umum. Keluaran program ini akan membuat artikel populer yang akan dirilis oleh UI di media nasional, berikut dengan video dokumenter yang akan diunggah ke media sosial UI. Lalu akan ditampilkan di festival pengabdian masyarakat di UI. Rahmat mengatakan bahwa fokus utamanya revitalisasi. Sebagai mahasiswa, mereka sadar dan yakin bahwa program ini penting, khususnya di bidang kebudayaan. Apalagi kata belakang mereka sebagai mahasiswa ilmu pengetahuan budaya, yang tentu sangat sadar bahwa kepedulian kepada masyarakat di bidang kebudayaan sangat minim di Indonesia.
\"Karena alasan itulah kami berinisiasi untuk mengadakan program tersebut,\" kata Rahmat.
Syahrial, Dosen Tradisi Lisan di Program Studi Indonesia, yang ikut dalam rombongan UI mengatakan bahwa semua orang harus ikut andil dalam melestarikan seni tradisi milik daerah. Menurut dia, apapun bentuknya dan dari suku mana saja kesenian itu harus dianggap sebagai kekayaan semua warga sebagai bangsa. Syahrial memiliki pendapat sekaligus langkah yang harus dilakukan demi menjaga kepunahan sebuah tradisi yang sudah ada sampai sekarang. Syahrial mengatakan bahwa sanggar-sanggar perlu sering diwadahi agar lebih sering tampil. Sehingga tradisi tersebut makin memliki daya tarik bagi generasi muda.
\"Sebab, kepunahan sebuah tradisi akan memiskinkan budaya kita,\" katanya. (rnd)

Sumber: