Dana Ketahanan Pangan Ditumbalkan Biayai Sidang
PALAS - Perjuangan masyarakat Desa Kali Rejo, Kecamatan Palas merebut tanah desa di meja hijau menumbalkan program ketahanan pangan yang dianggarkan pada kucuran Dana Desa (DD) tahap ke dua tahun ini. Anggaran program ketahanan pangan sebesar Rp 77 juta yang akan digunakan kegitan penggemukan sapi urung terlaksana lantaran digunakan untuk biaya persidangan sengketa tanah desa. Kasi Ekobang Kecamatan Palas, Suhadi tak menepis anggaran program ketahanan pangan untuk kegiatan penggemukan sapi hingga kini belum terealisasi. Meskipun sampai saat ia belum bisa memastikan dana ketahanan pangan itu digunakan untuk kegiatan di luar APBDes 2022.
\"Monitoring dan evaluasi untuk anggaran DD tahap ke dua. Dan memang saat itu program ketahanan pangan ini belum direalisasikan oleh Pemerintah Desa Kalirejo. Saat monitoring juga belum ada keterangan mengapa belum terealisasi, karena kepala desanya enggak ada,\" kata Suhadi kepada Radar Lamsel, Rabu (12/10.Kepala Desa Kalirejo, Budiono juga tak menepis bahwa anggaran tersebut dialihkan untuk membiayai persidangan sengketa tanah desa. Hal ini dilakukan atas desakan masyarakat untuk mempertahankan tanah desa.
\"Iya kita gunakan untuk biaya persidangan. Karena hanya anggaran itu yang bisa kita pakai, ini juga kita lakukan atas dasar desakan masyarakat dan hasil musyawarah bersama BPD,\" sambungnya.Budi mengungkapkan, anggaran tersebut akan diganti dan direalisasikan pada kegiatan DD tahap ke tiga. Pemdes Kalirejo tak ujug-ujug langsung memakai dana ketahanan pangan itu. Sebelum dipakai mereka mengaku telah berkonsultasi terlebih dahulu ke DPMD Lamsel.
\"Kita juga sudah konsul ke PMD dan diizinkan asal laporannya jelas. Uang kita pakai tetap kita ganti dan kita realisakan,\" pungkasnya.Terus, warga disana juga tampak bersemangat sekali untuk mengawal persidangan yang dijadwalkan berlangsung pada Kamis, pekan depan. Sangkin antusiasnya, sampai-sampai Kades Budiono ditelepon Polda Lampung untuk mengantisipasi kemungkinan chaos.
“ Kamis sudah koordinasi dengan Polsek, malah dari Polda pun mau turun. Sidang sudah berkali-kali, sidang terakhir tadi baru sampai pemeriksaan berkas,” ungkapnya.Budi begitu sapaannya mengaku optimistis bahwa desa dapat menang di persidangan. Optimisme itu muncul lantaran ada dua segel alas hak. Disebutkan yang menyerahkan segel itu ialah yang membuka lahan disitu.
“ Sekarang segel itu berada di kuasa hukum kami. Pengacara kami Ruhendri. Kami tak minta bantuan ke BBHR karena memang pada saat itu buntu sekali dan tak ada yang mengarahkan,” ucapnya.Diketahui, bahwa yang menggugat sengketa tersebut termaktub nama Kades dan BPD Kalirejo bukan Kepala Desa saja atau masyarakat perorangan. Anggaran yang telah dipakai sejak awal persidangan diakui memang memakai dana ketahanan pangan desa. Hal itu dilatarbelakangi lantaran pemdes dan masyarakat mesti memutar otak agar persidangan dapat terus dikawal. Tanah desa dengan luas sekitar 1,5 hektar tersebut diakui oleh seorang dosen salah satu kampus ternama di Lampung. Bahkan tanah desa tersebut telah disertifikatkan sejak tahun 1992 silam. Kepala Desa Kali Rejo, Budiono mengatakan pengakuan kepemilikan tanah desa memang sempat membuat kaget pemerintah desa dan masyarakat.
“Saya sebagai kepala desa tahu setelah tanah desa yang dijadikan lapangan bola ini diakui oleh pemiliknya dan sudah disertifikat. Padahal sejak dulu tanah ini merupakan tanah desa yang sudah di sket negera pada masa transmigrasi Banyuwangi diperuntukan untuk fasilitas umum,” kata Budiono memberikan kepada Radar Lamsel.Budi mengungkapkan, lapangan bola tersebut telah disertifikatkan atas naman Mahatma sejak tahun 1992 pada masa jabatan Ayub Akbar sebagai camat. Sengketa lahan ini mulai mencuat sejak ada pengakuan dari sang pemilik dalam sepekan belakangan.
“Pak Mahatma ini seorang Profesor dan kalau tak salah dosen di Unila. Janggal tanah desa bisa dijual dan sertifikat. Mencuatnya sengkat ini setelah kita melakukan mediasi pada pekan lalu, karena ada beberapa orang yang diutus untuk mengamankan lahan ini,” sambungnya.Budiono menuturkan, Pemerintah Desa Kalirejo juga tak miliki bukti tertulis kepemilikan lapangan sepak bola tersebut sebagai tanah desa. Namun hal tersebut tak mengulurkan niat masyarakat untuk menempuh jalur hukum demi memperjuangkan tanah desa tersebut.
“Ini tanah adat, tanah desa dari pemerintah jadi memang tidak ada sertifikat. Para sesepuh kampung juga mengaku bahwa lapangan bola ini milik desa. Dan kita sedeng berkonsultasi dengan bantuan hukum untuk menggugat tanah desa ini,” pungkasnya. (vid)
Sumber: