Pengondisian UAS Pakai Uang, Gagal

Pengondisian UAS Pakai Uang, Gagal

SIDOMULYO – Praktik pungutan liar di kampus Universitas Terbuka akhirnya mulai terkuak. Pengondisian kunci jawaban ujian akhir semester (UAS) juga telah dibatalkan setelah kasus tersebut mencuat ke publik. Penyelenggara Kelompok Belajar atau Pokjar Sidomulyo bilang kalau kasus pungutan kunci jawaban itu merupakan permainan mahasiswa bukan inisiatif pokjar. Pengurus Pokjar tidak terlibat dalam masalah itu. Ketua Pokjar Sidomulyo, Aruji Kasta Dinata mengatakan, kasus pungutan uang sebesar Rp 200 ribu untuk kunci jawaban UAS itu merupakan permainan mahasiswa.

“Enggak ada, enggak ada, Mas. Mungkin mahasiswa itu sendiri, kalau kita ( pengurus pojar, red) enggak ada. Silahkan tanya uang itu sendiri,” kata Aruji kepada Radar Lamsel, Senin ( 12/12) kemarin.
Aruji mengatakan, pengondisian jual kunci jawaban ini UAS ini dikoordinir oleh ketua dari masing-masing kelas. Bahkan ia mengarahkan Radar Lamsel untuk melakukan konfirmasi langsung kepada salah satu ketua kelas yang terlibat dalam dugaan jual kunci jawaban itu.
“Silahkan saja tanya ke ketua kelasnya, mereka yang menginginkan. Kalau dari pokjar tidak tahu.” Sambungnya.
Salah satu anggota Pokjar Sidomulyo bernama Sri yang tak lain adalah istri dari Aruji yang disebut dalam percakapan grup Whatsapp mahasiswa juga tidak mengamini keterlibatan Penyelenggara Pokjar pada kasus dugaan jual kunci jawaban UAS tersebut. Sri mengaku, beberapa waktu belakangan ia sempat beberapa kali didatangi mahasiswa untuk meminta pengondisian UAS.
“Mereka itu sering datang kerumah, mereka minta agar saat uas nanti dikondisikan. Tapi permintaan itu saya tolak. Tadi juga mahasiswanya juga sudah menelpon saya dan meminta maaf,” sambungnya.
Salah satu mahasiswa yang menjadi narasumber Radar Lamsel mengaku, permainan curang dalam ujian akhir semester ini merupakan keinginan dari para mahasiswa. Mahasiswa ingin UAS dikondisikan agar mahasiswa bisa leluasa mengambil foto soal ujian kemudian dikerjakan oleh joki dari luar kelas.
“Yang minta ke buk Sri itu kita mahasiswa. Jadi kita minta saat ujian nanti dipermudah agar kita bisa moto soal ujian. Nanti soal tersebut kita kirim ke joki yang akan mengerjakan soal,” ungkapnya.
Narasumber ini menjelaskan, setiap mahasiswa diminta pungutan sebesar Rp 200 ribu. Uang tersebut untuk empat mata kuliah yaitu, Penjas, Agama, Bahasa Inggris, dan pendidikan berwawasan kemasyarakatan (PBK). Pungutan uang dari mahasiswa yang sudah terhimpun juga sudah dikembalikan.
“Kalau kelas lain kami enggak tahu karena kan ada yang ngordinir. Tapi buk Sri enggak menyanggupi permintaan kami ini. Beberapa mahasiswa yang sudah bayar uangnya juga sudah kami kembalikan,” pungkasnya.
Pada berita sebelumnya, orang tua mahasiswa merasa keberatan kalau anaknya yang berkuliah di universitas itu dimintai uang sebesar Rp 200 ribu yang harus disetor kepada pengurus Pokjar. Dengan membayar uang tersebut mahasiswa dijanjikan kunci jawaban Ujian Akhir Semester (UAS).
“Untuk semester 1 jurusan PGSD sebanyak empat kelas. Masing-masing dikoordinir ketua kelas untuk mengumpulkan dananya Rp 200 ribu per mahasiswa,” kata narasumber tersebut, Jumat (11/12) pekan kemarin.
Radar Lamsel juga menerima percakapan pengondisian dari grup Whatsapp mahasiswa. Dalam percakapan tersebut, salah satu mahasiswa yang dipercaya Pengurus Pokjar diutus untuk mengondisikan para mahasiswa bahwa uang segera disetor pada 11 dan 12 Desember kepada pengurus Pokjar bernama, Aruji dan Sri. Di percakapan itu juga dijelaskan, dengan membayar sebesar Rp 200 ribu mahasiswa mendapat kuci jawaban empat mata kuliah. Uang tersebut juga sudah meliputi pengondisian pengawas ujian. Narasumber menilai tindakan ilegal dari pengurus kampus UT ini dinilai mengotori nama universitas. Selain itu tindakan ini juga tak adil dan menimbulkan kecemasan para mahasiswa yang tidak mampu.
“Yang nggak mampu malah cemas, takut dipersulit. Tindakan ini juga tidak adil bagi mahasiswa yang benar-benar belajar. Pungli ini juga menciderai dunia pendidikan,” Pungkasnya.
Radar Lamsel menelusuri kabar tersebut di kalangan mahasiswa yang berkuliah di kampus itu. Seorang mahasiswi bersedia buka suara dengan Radar Lamsel asalkan identitasnya disembunyikan. Mahasiswi itu membenarkan ihwal jual beli kunci jawaban di kampusnya. Dia bilang kalau di kelasnya terdapat 27 mahasiswa, hampir seluruhnya sudah membayar Rp 200 ribu. Rinciannya per mata kuliah dihargai Rp 50 ribu. Dari tangkapan layar grup whatsapp, mereka (mahasiswa yang telah membayar.red) untuk tidak terang-terangan dan buru-buru membuka handphone saat ujian berlangsung. (vid)

Sumber: