Petani dan WFS Bersatu Lawan Dugaan Penyerobotan Lahan

Petani dan WFS Bersatu Lawan Dugaan Penyerobotan Lahan

Ist. Radar Lamsel - Para korban penyerobotan lahan yang dilakukan oleh seorang tokoh politik memberikan laporan di Polres Lampung Selatan pada 22 Desember lalu.--

PALAS, RADARLAMSEL.DISWAY.ID – Delapan orang petani di Kecamatan Palas kini  tengah menghadapi sengketa lahan. Sawah mereka diduga diserobot oleh seorang tokoh asal Desa Palas Jaya, Kecamatan Palas.

Penyerobotan lahan petani itu sebenarnya telah mencuat sejak tahun 2016 lalu. Bahkan kata para korban, sebagian petani terpaksa menyerahkan tanahnya dengan ganti rugi yang tak wajar. 

Pada awal tahun 2022 penyerobotan kembali hangat, sepuluh hektar lahan  milik para korban diakui dan digarap oleh terlapor. Tanpa bisa menunjukan selembar dokumen kepemilikan.

“Sawah kami tiba-tiba diakui, tapi ketika ditanya dokumennya dia tidak bisa menunjukan. Kata dia; ini tanah adat tanah nenek moyangnya. Punya bapak saya, bahkan sudah ada yang diambil dari beberapa tahun lalu,” kata para korban, Sabtu (3/2) kemarin.

Sengketa ini sebenarnya telah mendapat beberapa kali mediasi yang ditengahi oleh pemerintah kecamatan dan pihak kepolisian. Namun upaya itu nihil, terlapor bersikukuh lahan tersebut miliknya.

BACA JUGA:Pemkab Lamsel Siap Implementasikan Rekomendasi BPKP

“Sudah beberapa kali, di kecamatan dan polsek. Tapi hasilnya nihil. Sebelumnya kami sudah ke Polres ke BPN hasilnya sama saja tidak ditanggapi,” kata korban lain.

Meski tak lagi menjabat sebagai anggota DPRD, terlapor digadang masih memiliki power yang kuat di wilayah itu. Narasumber Radar Lamsel juga menjelaskan, terlapor diyakini masih memiliki hubungan politik yang bagus bahkan dengan pemimpin kabupaten ini sekalipun. 

Para korban juga mengaku, selain memiliki power yang kuat, orang yang menyerobot tanah mereka juga dikenal sebagai figur yang tempramen. Korban mengaku kerap diteror preman yang mengintimidasi agar korban menyerahkan tanahnya.

“Dia tempramen, kami sempat dibilang mau cari mati kalau pergi ke lahan, padahal itu lahan kami sendiri kami punya dokumen kepemilikannya. Kemudian rumah kami didatangi orang-orang suruhannya,” sambungnya.

Para wong cilik itu juga sempat meminta bantuan kepada badan bantuan hukum dari salah satu parpol yang dominan di parlemen kabupaten ini. Namun karena alasan tahun politik kasus ini tidak jadi diadvokasi. 

“Kami malah dilempar ke rekanannya untuk mendampingi kasus ini. Tapi kami tidak sanggup dengan biaya yang ditawarkan,” ungkapnya.

Saat ini kasus penyerobotan lahan petani telah dilaporkan ke Polres Lampung Selatan. Delapan orang petani dari Desa Mekar Mulya, Bali Agung, Bumidaya, Bumi Restu itu telah mendapat bantuan hukum dari Kantor Hukum Wahrul Fauzi Silalahi (WFS) dan Rekan.

“Laporan sudah masuk sejak 22 Desember di Polres Lampung Selatan. Saat ini sudah sampai proses penyelidikan dan delapan orang korban juga sudah diperiksa semua oleh penyidik. Selanjutnya penyidik akan memanggil terlapor, dan akan dilanjutkan turun kelapangan periksa objek tanah,” kata Ketua Tim Penasehat Hukum Korban Sengketa Palas, M. Akbar Hakiki.

Sumber: