Gusti Putra Aji Dinobatkan Jadi Putra Mahkota Keratuan Darah Putih
Puncak Peringatan Hari Gugurnya Pahlawan Nasional Raden Intan II ke-60
PENENGAHAN - Puncak peringatan hari gugurnya pahlawan nasional Raden Intan II ke-160 ditandai dengan pengangkatan Gusti Putra Aji sebagai putra mahkota Keratuan Darah Putih di Lamban Balak di Desa Kuripan, Kecamatan Penengahan, Rabu (16/11). Pantauan Radar Lamsel siang kemarin, sebelum penobatan terlebih dahulu dilakulan arak-arakan terhadap Gusti Putra Aji yang bergelar Batin Khatu Kesuma Khatu dari Lamban Balak sampai di Dusun Kuripan, Desa Kuripan. Putra mahkota Keratuan Darah Putih diarak dengan menampilkan pasukan tuping dan diiringi dengan pencak silat 40 jurus dan tarian Pemandapan yang merupakan kesenian tradisional asli Desa Kuripan. Sebagai putra mahkota yang saat ini berusia 17 tahun, Gusti Putra Aji mulai akan dibimbing dan diajarkan untuk mengenal tatanan kepemimpinan adat istiadat Keratuan Darah Putih. “Setelah ia berkeluarga diharapkan bisa mengambil tampuk yang bisa memimpin Keratuan Darah Putih dimasa mendatang dari kepemimpinan Keratuan Darah Putih dari orang tuanya yakni Erwin Syahrial, S.Sos yang bergelar adat (Dalom Kesuma Khatu Gusti Penembahan) dan istrinya yang bernama Junaida yang bergelar adat (Ratu Mas),” ungkap juru bicara Lamban Balak yang juga merupakan adik dari Raden Imba Kusuma Ratu Budiman Yakub, SE kepada Radar Lamsel usai melakukan penobatan di Lamban Balak, Desa Kuripan, Kecamatan Penengahan kemarin. Menurut Budiman Yakub, memang sudah seharusnya sebagai penyambung dunungan (penyambung keratuan\'red) Gusti Putra Aji harus diajarkan agar bisa menyatukan organisasi-organisasi pemuda. Dia mencontohkan, seperti organisasi Kuntum Melambai (Kumpulan tunas muda lambang berdamai), Ikabasa (Ikatan Keluarga Besar antar Suku dan Agama) supaya tidak terjadi konflik. “Ada pesan dalam kepemimpinan, yaitu jangan menjadi pengadu domba, jangan menjadi pemabuk, jangan suka berjudi, jangan bermain wanita, jangan jalan sendiri, jangan ingkar janji, bila ada untung berbagi, bila berhutang harus dibayar,” tuturnya. “Itulah mengapa tatanan adat keratuan darah putih tidak bersifat kerajaan melainkan keratuan. Dalam adat Keratuan Darah Putih, seorang pemimpin memang perlu dihormati, tapi tidak perlu disembah-sembah. Oleh karena itu, pemimpin diharapkan harus bisa membimbing anak-anaknya (masyarakat’red) untuk hidup dalam kedamaian dalam bermasyarakat,” imbuh pria bergelar adat Raden Kusuma Yuda ini. (rnd)Sumber: